Lakoat.Kujawas Gulirkan Program Residensi Kesenian Apinat-Aklahat, Inilah Manfaatnya
Untuk kesekian kalinya komunitas ini menyelenggarakan kegiatan kesenian, kewirausahaan dan literasi di tingkat desa secara
Hadir dalam diskusi ini tiga orang narasumber, Sarlota Sipa seorang sejarawan perempuan asal Mollo yang akan berbagi hasil risetnya terkait tarian dan seni bertutur, Bonet. Shinta Febriany akan berbagi cerita tentang seni pertunjukan di kota Makassar dan pater Ferry Seran SVD, seorang anak desa Taiftob yang kini bertugas sebagai misionaris di Ekuador, akan berbagi pengalamannya di tanah misi Amerika Latin. Acara diskusi Pulang Kampung berlangsung di perpustakaan Lakoat.Kujawas, Minggu, 19 November 2017 jam 16.00 WITA.
Apa saja hasil yang diharapkan dari program residensi kesenian Apinat-Aklahat ini? Dan apa tanggapan pihak-pihak yang mendukung program residensi ini?
Menurut Randi Tamelan selaku ketua program kesenian di Komunitas Lakoat.Kujawas, diharapkan proyek Apinat-Aklahat akan menghasilkan kesempatan diskusi, belajar, melakukan pemetaan, penelitian, lokakarya kesenian, merekam atau mendokumentasikan serta mengarsipkan berbagai tradisi bertutur, dongeng, dan kesenian lokal bersama warga, teman-teman seniman dan relawan.
Ini akan menjadi awal yang baik untuk mewujudkan mimpi Lakoat.Kujawas dan desa Taiftob sebagai pusat kesenian warga, terintegrasi dengan kewirausahaan sosial. Seni yang menumbuhkan sekaligus memberdayakan warga.
Keuntungan lain dari program ini, menurut Randi Tamelan adalah masyarakat semakin terpapar dengan kegiatan seni yang menonjolkan kearifan budaya setempat. Melalui pendampingan yang berkesinambungan, diharapkan dapat membentuk desa Taiftob sebagai desa seni yang dapat menarik perhatian publik untuk berkunjung.
Secara khusus di akhir program residensi kesenian ini, anak-anak desa Taiftob akan mempresentasikannya di hadapan teman-teman, orang tua dan warga desa Taiftob secara umum di aula paroki Santa Maria Immaculata Kapan tanggal 22 November 2017 sore.
Seniman yang mengikuti program residensi kali ini, Shinta Febriany, mengungkapkan rasa gembiranya bisa datang ke Mollo. "Menyenangkan sekali saya bisa mendapatkan satu pengalaman baru, ketemu suasana baru dan saya belajar banyak dari pengalaman ini," katanya.
Menurut seniman yang baru saja menyelesaikan sekolah pascasarjananya di Prodi Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa di Universitas Gadjah Mada, residensi itu sebaiknya berjalan dua arah, seniman yang datang residensi bisa memberikan pengetahuan baru bagi warga, dan warga juga bisa memberikan pengetahuan baru bagi seniman. Residensi menjadi menarik dan penting karena ada proses belajar bersama.
Shinta berharap komunitas Lakoat.Kujawas semakin bertumbuh dan tetap menganbil peran seperti yang sudah dilakukan selama ini. "Saya pikir tidak banyak pilihan bagi orang-orang untuk membangun komunitas di tempat yang jauh, dengan akses yang serba sulit. Ini sama sekali bukan pilihan yang mudah. Tapi teman-teman muda di Lakoat.Kujawas mau mengambil peran itu. Semoga tetap eksis dan terus mengambil peran dalam pemberdayaan masyarakat Mollo," ungkap perempuan yang pernah menerima penghargaan Celebes Award di bidang teater dari pemerintah Sulawesi Selatan tahun 2007.
Elen Talan, peserta yang mengikuti lokakarya teater di program residensi ini mengungkapkan kegembiraan dan sukacitanya mengikuti kegiatan ini. "Saya sudah mendengar tentang program ini sejak lama dan saya terus menunggu dengan tidak sabar. Saya bahkan tidak bisa tidur di malam sebelum lokakarya berlangsung karena terlalu bersemangat. Ini akan jadi kesempatan besar bagi kami anak Desa Taiftob untuk mengembangkan minat dan bakat di bidang kesenian," ujarnya.
Dicky Senda selaku ketua komunitas Lakoat.Kujawas menyampaikan salah satu kabar baik mengapa program residensi ini menjadi sangat penting di desa Taiftob. "Apinat-Aklahat berhasil memperkuat jaringan komunitas kami dengan pemerintah desa, tokoh agama, warga dan sekolah-sekolah yang ada di desa Taiftob," kata Dicky.
Dicky menceritakan beberapa hal baik yang terbentuk secara alamiah, misalnya bahwa sudah ada keterbukaan pemerintah desa untuk mengajak Lakoat.Kujawas terlibat dalam perumusan anggaran desa, warga yang secara swadaya mengirim ubi, pisang dan sayuran untuk konsumsi para relawan dan fasilitator.
Atau kisah lain kerjasama Lakoat.Kujawas dengan SMPK St. Yoseph Freinademetz yang mengagas program kelas menulis kreatif To The Lighthouse. Romo Jimmy Kewohon, Pr, selaku kepala sekolah juga yang secara penuh mendukung program lokakarya teater anak dan remaja desa Taiftob. (*)