Pemeriksaan Investigatif Tidak Minta Tanggapan Dari Yang Diperiksa
BPK dalam melakukan pemeriksaan Investigatif tidak meminta tanggapan dari yang diperiksa
Penulis: Hermina Pello | Editor: Marsel Ali
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Hermina Pello
POS-KUPANG.COM | KUPANG - BPK dalam melakukan pemeriksaan Investigatif tidak meminta tanggapan dari yang diperiksa.
Demikian disampaikan Kepala BPK perwakilan NTT,Eduard G Hasiolan, didampingi Nurendro Adi Kusumo (Kepala Sub Auditorat NTT I) dan Erikson Simbolon (Pengendali Teknis) serta moderator Teguh Priyantono (Kepala Sekretariat Perwakilan).
Ia mengatakan itu saat memberikan materi pada acara media workshop mengenal BPK serta pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara atau daerah di lantai tiga kantor BPK Perwakilan NTT, Kamis (16/11/2017).
Dikatakan, untuk pemeriksaan Investigatif bisa dilakukan atas permintaan atau atas inisiatif dari BPK. Dan minimal mendapatkan dua alat bukti sebelum dilanjutkan ke tingkat Penyidikan.
Dijelaskan, ada tiga jenis pemeriksaan yakni pemeriksaan keuangan yakni pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat dan daerah dalam rangka memberikan opini tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah
.
Pemeriksaan berikutnya adalah pemeriksaan kinerja yakni pemeriksaan atas aspek ekonomi, efisiensi dan efektivitas agar kegiatan yang dibiayai dengan keuangan negara atau daerah diselenggarakan secara ekonomis, efisien serta memenuhi syarat efektif.
Dan pemeriksaan ketiga adalah pemeriksaan dengan tujuan tertentu, dilakukan dengan tujuan khusus diluar pemeriksaan keuangan dan kinerja.
BPK Perwakilan NTT memiliki 23 entitas pemeriksaan yakni pemerintah provinsi, Kota dan 21 kabupaten.
Dikatakan, fungsi dari BPK Perwakilan NTT antara lain pemeriksaan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pelaporan dan pemantauan tindak lanjut, kedua penyusunan sumbangan indeks hasil pemeriksaan semester, penyiapan bahan perumusan pendapat BPK dan konsultasi hukum hasil pemeriksaan serta penyusunan bahan penjelasan kepada pemda dan DPRD.

Eduard menegaskan, pada saat pemeriksaan, BPK tidak bisa menjelaskan tapi setelah menjadi LHP dan diserahkan maka LHP bisa diakses oleh siapapun.
Menurutnya, BPK dalam menjalankan tugas memiliki kode etik yakni independensi, integritas dan profesionalisme.
Dia mengatakan, ada pemda yang hampir sembilan tahun itu opini Wajar Dengan pengecualian padahal setiap LHP ada rekomendasi yang wajib ditindaklanjuti.
Menurutnya, masalah aset ini yang sering menjadi temuan. (*)