Rekayasa Teknik Harus Berperan Dalam Pembangunan Berkelanjutan Di NTT

Berbagai bidang teknik yang terpilah dalam masing-masing kompetensi dan dapat bekerjasama meningkatkan pembangunan di NTT

Penulis: Gordi Donofan | Editor: Marsel Ali
Pos Kupang/Gordi Donofan
Kegiatan seminar Rekayasa Teknik di Hotel On The Rock Kupang 

Laporan Reporter POS KUPANG.COM, Gordi Donofan

POS KUPANG.COM, KUPANG - Fakultas Sains dan Teknik (FST) Undana Kupang mengadakan seminar Nasional.

Seminar bertajuk, Peran Rekayasa Teknik dalam Pembangunan Berkelanjutan ini dilaksanakan di Hotel On The Rock Kupang, Sabtu (4/11/2017).

Seminar nasional ini merupakan perdana dilaksanakan dan menghadirkan keynote speaker para pakar diantaranya, Profesor. Ir. Lily Montarich Limantara, Msc dari Universitas Brawijaya Malang, Dr. Ir. Agus Purwadi, MT dari Institut Teknologi Bandung dan Profesor Ir. Respati Wikantyoso, Ph. D.

Ketua panitia pelaksana, Dr. Denik Sri Krisnayanti, ST.,MT, menjelaskan, kegiatan ini untuk memotivasi dan mendorong semua orang untuk mengidentifikasi, merencanakan, membangun dan mengoptimalkan lingkungan secara mandiri dan memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitar.

"Pembangunan berkelanjutan ini menyangkut spektrum yang luas dan mengandung pengertian yang komprehensif menuntut keterpaduan perencanaan, program dan kegiatan antar sektor," ungkapnya.

Ia mengatakan, peranan rekayasa teknik dalam pembangunan berkelanjutan di NTT. Ini juga menampilkan dorongan dan dukungan satu sektor terhadap yang lainnya.

"Tentunya berbagai bidang teknik yang terpilah dalam masing-masing kompetensi dan dapat bekerjasama sinergi dalam meningkatkan pembangunan yang ada di NTT," jelas Dr. Denik.

Profesor Dr. Ir. Lily Montarich Limantara, dalam materinya tentang Eco- Hydrologi untuk Lahan Kering, menjelaskan, daerah NTT termasuk lahan kering sehingga peran Eco-Hydrologi ini sangat penting untuk kemajuan pola pertanian lahan kering.

"Pola pertanian lahan kering itu identik dengan pertanian. Dengan demikian lahan kering itu adalah lahan pertanian dengan masa pertanaman 1 sampai 179 hari dan tidak memiliki fasilitas pengairan," ungkapnya.

Ia mengatakan, rata-rata curah hujan sekitar 1634 mili meter per tahun. Perbedaan kondisi musim hujan dan musim kering yang ekstrim itu sekitar 95% hujan turun pada November sampai April.

"Mungkin di NTT musim kering totak curah hujan sangat rendah. Kurang dari 50 mili meter perbulan. Jadi bisa bayangkan bagaimana kurangnya air didaerah yang lahan kering seperti di NTT," jelasnya.

Sementara pemateri lainnya, Dr. Ir. Agus Purwadi, MT dalam materinya tentang Pembangunan Berkelanjutan Berbasis Rekayasa Teknik Energi Terbarukan untuk Indonesia, menjelaskan, banyak masalah yang terdapat pada listrik, sampah, polusi di Indonesia. Ini tentu saja belum dikategorikan pembangunan berkelanjutan.

"Tiga pilar penunjang pembangunan berkelanjutan yaitu, aspek lingkungan, sosial dan ekonomi. Jadi kalau kita lihat tujuannya yaitu kita harus menyediakan suplai energi yang cukup dan berkualitas untuk pembangunan. Dan ini sekaligus juga kita harus menekan tingkat polusi," jelasnya.

Ia mengemukakan, listrik merupakan energi modern yang sangat berperan penting dan mempermudah dan meningkatkan kehidupan mendorong kemajuan pembangunan masyarakat. Sumber energi listrik masih bergantung pada fosil.

"Kita tahu bahwa pemerintah memasang target yang tinggi yaitu elektrifikasi itu 99% pada 2020. Ini target yang sangat tinggi. Karena geofrafis Indonesia itu sangat tersebar. Ini makanya tidak mungkin mencapai 100%," ungkap Dr. Agus.

Ia mengatakan, kawasan Indonesia bagian Timur sangat tertinggal dan kita mempunyai kondisi geografis yang khas yaitu kepulauan yang sangat luas, panjang dan tersebar.

panitia
Panitia seminar Rekayasa teknik di Hotel On The Rock Kupang

"Contoh kasusnya di desa yang berlistrikpun masih terdapat dusun yang belum terjangkau oleh listrik. Di jawa juga masih banyak dusun yang belum dijangkau oleh listrik," ungkapnya.

Ia mengatakan, pontesi energi di Indonesia sebenarnya cukup dan bisa menjangkau semua daerah. Hanya saja belum mengoptimalkan potensi energi yang terbarukan belum maksimal.

"Sebetulanya kalau kita bicara potensi, energi di Indonesia cukup. Jika kita mengembangkan potensi yang ada. Tergantung kita membuat potensi ini menjadi ril. Kita harus mulai dari skala yang sangat kecil untuk bisa memulai menghasilakan energi terbarukan," jelasnya.

Sementara, Profesor Ir. Respati Wikantiyoso, Ph.D, dalam paparan materinya tentang, Kebijakan One Map Policy, menjelaskan, kebijakan satu map dalam sebuah pemerintahan harus bisa diwujudkan. Sehingga bisa mendukung pembangunan berkelanjutan.

Ia menjelaskan, implementasi kebijakan juga sebenarnya harus cermat dan sesuai dengan kebijakan Rancangan Pembangunan Jangka Panjang dan mengakomodir tata ruang yang baik.

"Ini untuk memastikan pembangunan di Kota itu sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Perencanaan tata ruang harus jelas dan terintegrasi.

Ia mengatakan, memang masih banyak persoalan mengimplementasikan kebijakan satu map terkait perencanaan tata ruang di Indonesia.

"Perencanaan tata ruang merupakan wujud nyata integrasi beragam kebijakan pengembangan pada suatu wilayah. Sehingga tata ruang dalam kota itu terlihat rapi dan bagus," jelasnya. (*)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved