Forum Academia NTT Keluarkan 10 Pernyataan Sikap Terkait Full Day School, Nomor 7 Sentil Menteri
Mengawali pernyataan sikapnya, Forum Academia NTT mengatakan, meskipun Presiden RI Joko Widodo telah mempersiapkan
Penulis: PosKupang | Editor: Dion DB Putra
Contoh, tingginya angka putus sekolah anak di NTT tidak hanya terkait persoalan ekonomi, tetapi karena pendidikan tidak menjawab kebutuhan masyarakat setempat.
Ketujuh, sekolah-sekolah di Republik Indonesia hidup dengan latar sejarahnya masing-masing, dengan latar belakang budayanya masing-masing. Kami meminta agar Menteri Pendidikan dan Presiden Republik Indonesia agar sensitif mengeluarkan kebijakan. Sayang jika energi kita harus terbuang untuk mempolemikan perkara yang tidak mendasar.
Kedelapan, kami juga meminta agar pemerintah pusat Republik Indonesia memperhatikan SEMUA sekolah swasta, dan tidak hanya memperhatikan sekolah tertentu saja.
Pemerintah seharusnya mendukung sekolah-sekolah swasta, bukannya mematikan dengan cara menarik guru-guru pemerintah, maupun menarik dukungan pendanaan. Praktik diskriminasi semacam ini secara mendasar mengabaikan Sila Kelima Pancasila yakni `Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia'.
Di NTT, sekolah-sekolah swasta ini lah tumpuan satu-satunya, karena sekolah-sekolah Inpres (Instruksi Presiden) yang dibangun oleh Presiden Soeharto di era booming minyak jumlahnya pun terbatas. Di tempat-tempat yang tersulit di NTT biasanya hanya sekolah swasta saja yang ada, dan tidak ada sekolah negeri.
Kesembilan, secara khusus kami meminta agar Pemerintah Republik Indonesia menekankan pendidikan kebangsaan dan kenegaraan demi kelanjutan dan keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tanpa pendidikan kewarganegaraan yang memadai, anak-anak kita sejak kecil sudah didoktrinasi untuk menjadi sektarian, dan lupa terhadap elemen-elemen Keindonesiaan dari Sabang sampai Merauke.
Kesepuluh, kami menuntut keadilan. Daerah semacam NTT maupun daerah lain seperti Papua dan Papua Barat dengan angka IPM (Indeks Pembangunan Manusia) yang rendah perlu diperhatikan secara khusus.
Keputusan pemerintah pusat yang menyerahkan sektor pendidikan kepada pemerintah daerah, sungguh-sungguh merupakan bencana kemanusiaan untuk daerah semacam NTT.
Asumsi bahwa daerah semacam NTT sanggup membiayai sendiri sektor pendidikannya juga merupakan bentuk diskriminasi karena pengembangan sektor pembangunan strategis yang memungkinkan Provinsi NTT mandiri membiayai sektor pendidikannya sesungguhnya tidak dilakukan sejak Proklamasi Kemerdekaan. Praktik pembiaran semacam ini harus dihentikan.
Kami sungguh-sungguh berharap Menteri Pendidikan Republik Indonesia maupun Presiden Republik Indonesia bekerja keras berdasarkan prinsip ilmiah untuk membuka persoalan dunia pendidikan Republik Indonesia.
Sudah saatnya kita bekerja sama dan bahu membahu membenahi sektor pendidikan dan keluar dari kepentingan golongan semata.
Sudah saatnya kita bergotong royong mempersiapkan anak-anak kita, warga negara kita agar bisa hidup lebih baik. Merdeka!
Tertanda anggota Forum Academia NTT
1. Dr.Mery Kolimon
2. Dr.Elcid Li