Dari Lembata Taklukkan Dunia

Poros Maritim 'Menyulap' NTT dari Nasib Tidak Tentu Menjadi Nikmat Tiada Tara

Genderang Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957 atau 59 tahun lalu ditabuhkan lagi di Lembata, Nusa Tenggara Timur. Ada apa?

Penulis: Benny Dasman | Editor: Benny Dasman
ISTIMEWA
TARIAN-Sejumlah pelajar sekolah dasar memperagakan tarian 'Lautku Rumahku' dalam acara peringatan Hari Nusantara di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, 13 Desember 2016 lalu. 

POS KUPANG.COM, KUPANG- Genderang Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957 atau 59 tahun lalu ditabuhkan lagi di Lembata. Hari itu, 13 Desember 2016, rakyat di seantero pulau yang disebut Lomblen itu meninggalkan rutinitas harian mereka. Tak mengangkat pacul di kebun. Tak menebar jala di laut. Tak membunyikan alat-alat tenunan tradisional di teras dan kolong rumah. Motor ojek pun tak menderu-deru menyasar penumpang. Sepi!

Tak peduli hujan mengguyur. Rakyat Lembata-- dari bocah ingusan hingga tua renta--penuh pepak di Wulen Luo, Pelabuhan Laut Kota Lewoleba. Mereka berbaur bersama para petinggi dari pusat dan daerah memperingati Hari Nusantara. Memekikkan semangat cinta laut. Menggelorakan lagi pesan Deklarasi Djuanda untuk mengubah cara pandang masyarakat Indonesia dari yang berbasis pada ruang hidup darat menjadi laut.

Lembata terhipnotis. Suasana semakin semarak. Panorama parade 21 kapal perang dan sang legenda, KRI Dewa Ruci, membuat warga tak beranjak. Berdesak-desakan, berdecak kagum dan terpana menyaksikan gemerlapnya interior KRI Dewa Ruci, KRI Terapang, KRI Surabaya, KRI Makassar, Untung Surapati, KRI Hasan Basri, KRI Kakap, KRI Sura, KRI Singa, KRI Arung Samudra, yang berjalan anggun menyusur pantai Lewoleba. Dua kapal Angkatan Laut, KAL Kembang dan KAL Balibo, pun tak kalah 'modisnya.' Rakyat Lembata kagum menyaksikan pentas kekuatan maritim negeri ini yang hebat.

Bocah-bocah sekolah dasar pun terus menyemarakkan suasana parade. Melantunkan lagu-lagu perjuangan, pun lagu tempoe doeloe yang sarat makna, "Nenek Moyangku Seorang Pelaut". Lagu yang bernapaskan cinta laut, cinta bahari, cinta maritim. Menanamkan kecintaan bahwa persada ini yang luas lautannya lebih besar merupakan potensi yang perlu dijaga dan dilindungi.

Saatnya pun tiba. Seusai perayaan puncak Hari Nusantara, masyarakat yang seharian menunggu, diperkenankan berwisata dan berselfie di atas kapal-kapal perang yang tampak anggun di depan mereka. Apalagi kapal legendaris KRI Dewa Ruci menjadi magnet bagi ribuan anak sekolah yang datang bersama para guru dan orangtua mereka.

"Saya bawa anak-anak SD dari Lewokukung untuk lihat kapal perang ini sebagai bagian dari pembelajaran kontekstual yang anak-anak harus tahu. Mereka diajar sejak dini untuk mencintai bahari. Kita jangan lihat ramainya tapi adakah yang bermanfaat dari keramaian. Itu yang penting," tegas Honoratus Bao, Kepala SD Inpres Lewokukung.

Pernyataan Honoratus diamini Fransisco BJ, Komandan Pos Angkatan Laut Areal Lembata. "Ini kesempatan langkah dan menjadi istimewa, Sang Legenda bisa datang ke Lembata. Dewa Ruci kebanggaan Indonesia, simbol kenusantaraan. Kehadirannya sebagai media belajar untuk anak-anak sekolah di Lembata agar ke depan mencintai bahari," ujar Fransisco.

'Menyulap' NTT
Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, dan Menteri Koordinator Bidang Maritim, Luhut Binsar Panjaitan, yang hadir dalam puncak peringatan Hari Nusantara 2016 di Lembata mau menegaskan kembali tujuan mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia yang mampu menyejahterakan rakyat. Menjadikan maritim sebagai arus utama pembangunan sekaligus 'menyulap' percepatan pembangunan infrastruktur di Nusa Tenggara Timur (NTT). Dan, pekerjaan raksasa ini dimulai dari Lembata untuk menaklukkan dunia.

Mengusung tema "Tata Kelola Potensi Maritim Nusantara yang Baik Menuju Poros Maritim Dunia," dengan sub tema, "Dari Lembata Nusa Tenggara Timur Membangun Potensi Maritim Nusantara," pemilihan Lembata (NTT) sebagai embrio untuk menaklukkan dunia di bidang maritim sangat beralasan. Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya, secara rinci mendeskripsikan alasan-alasan itu.

Pertama, ada tiga pulau besar di NTT, Flores, Sumba dan Timor. Gugusan pulau itu terbentang dengan dibingkai oleh lautan kurang lebih 200.000 kilometer persegi. Dan, Kabupaten Lembata menjadi salah satu titik labuh favorit bagi wisatawan yachter dunia. Dan, tren kunjungan yacht ke Lembata terus meningkat setiap tahun. Selain itu, seluruh pemerintah kabupaten di NTT mencanangkan memrioritaskan pembangunan sektor bahari. Sebab, 80 persen wilayah NTT lautan dan harus menjadikannya sebagai provinsi yang akrab dengan dunia maritim.

Pemerintah juga telah membentuk kawasan segitiga ekonomi yang terdiri dari NTT, Timor Leste, dan Perth (Australia). Kerja sama ini terjalin sejak 2014, sebelum Joko Widodo menjabat sebagai Presiden. Posisi di dalam segitiga karang dunia pun menunjukkan keanekaragaman hayati di perairan laut NTT. Dengan kondisi ini, NTT seharusnya menjadi pemain utama kemaritiman Indonesia. Keberadaan kawasan segitiga perekonomian ini harus didukung dengan pembangunan masif di kawasan NTT. Sebab, ketertinggalan pembangunan masih menjadi litani utama di NTT yang sering diplesetkan dengan Nasib Tidak Tentu, Nanti Tuhan Tolong, Nusa Tertinggal Terus, dan masih banyak 'baptisan' lainnya yang membuat rakyat Flobamorata miris.

"Saya pikir ini (kawasan segitiga ekonomi) jangan hanya wacana, segera dijalankan. Produksi jagung di NTT juga sangat besar dan bisa kita hitung lagi untuk menjadi lumbung produksi nasional sehingga kita tak perlu impor. Di sektor pariwisata, saya kira NTT sudah menjadi salah satu destinasi wisata dunia," ujar Gubernur Frans di Lembata.

Kedua, secara geografis letak NTT sangat strategis. Berbatasan dengan Timor Leste dan Australia, diapiti Samudera Hindia, Laut Timor, Laut Flores dan Laut Sawu. Pun memiliki 1.192 pulau dan 5.700 kilometer garis pantai yang membuat potensi bidang maritim begitu besar. Namun mirisnya, kantung-kantung kemiskinan justru banyak ditemukan di daerah pesisir. Hanya sekitar 10 persen dari total penduduk NTT 5.120.000 jiwa (tahun 2015) yang hidupnya bergantung pada laut atau menjadi nelayan. Padahal, ironisnya, potensi perikanan tangkap di NTT sangat besar, hanya sekitar 38 persen yang dikelola atau 41.000 ton dari yang diperbolehkan, yaitu sebanyak 180.000 ton per tahun. Pemerintah Provinsi NTT melalui program Gemala (Gerakan Masuk Laut) yang dicanangkan sejak tahun 2003 menjadi penggerak utama agar rakyat NTT mencintai laut. Kondisi ini harus menegaskan posisi NTT sebagai bagian dalam visi kemaritiman Indonesia.

Ketiga, dengan wilayah laut yang luas, NTT memiliki potensi besar di bidang perikanan seperti tuna, rumput laut, lobster dan mutiara. Rakyat NTT bisa sejahtera jika berpaling ke laut. Ikan tuna jenis bluefin, misalnya, banyak ditemui di perairan NTT. Migrasi (ruaya) bluefin tuna melalui jalur selatan Pulau Jawa sampai di NTT. Dengan demikian, NTT memiliki peluang yang lebih besar untuk mengkomersilkan tuna.

Selain itu, budi daya rumput laut kini dikembangkan di semua kabupaten/kota di NTT, kecuali Kabupaten Timor Tengah Selatan, yang kecil peluangnya karena memiliki wilayah laut di sebelah selatan Pulau Timor atau berbatasan dengan Samudera Hindia. Adapun kabupaten-kabupaten yang budidaya rumput lautnya telah berkembang yaitu Kabupaten Kupang, Sabu Raijua, Rote Ndao, Alor, Lembata, Flores Timur, Sikka, Sumba Timur dan Kabupaten Manggarai Barat.

Sementara luas lahan potensial untuk budidaya rumput laut di NTT sebesar 51.870 hektar atau 5 persen dari garis pantai, dengan potensi produksi sebesar 250.000 ton kering per tahun. Tahun 2013, misalnya, produksi budi daya rumput laut sebanyak 1,2 juta ton jenis basah atau 209 ribu ton jenis kering, dengan akumulasi pendapatan Rp 1.8 triliun. Sampai bulan Juni 2014, produksi sebanyak 655 ribu ton rumput laut basah atau 85,6 ton rumput laut kering, dengan pendapatan sebesar Rp 725 miliar.

Wisata bahari sebagai wisata minat khusus, juga mulai berkembang di NTT. Ini bagian dari sport tourism yang saat ini digandrungi wisatawan. Kini, lebih dari 90 negara di dunia mengembangkan whale waching tourism, wisata minat khusus menonton ikan paus. Perairan Laut Sawu di NTT, selain sebagai tempat migrasi ikan paus dari Lautan Hindia, Laut Australia, Laut Banda, juga memiliki kekayaan biota laut, serta ada 20 jenis ikan paus berseliweran setiap saat. Potensi ini harus dijadikan kekuatan untuk mengembangkan wisata minat khusus. Semangatnya, pemerintah melakukan pemetaan dengan membuat klaster-klaster pembangunan maritim untuk menegaskan jati diri NTT sebagai kepulauan maritim.

Keempat, membangun industri galangan kapal. Mantan Menteri Perindustrian, Saleh Husin, yang juga putra NTT, pernah melontarkan gagasan ini. Pasalnya, transportasi laut NTT bertumbuh dengan cepat. Konektivitas udara, darat, dan laut semakin lancar dari berbagai arah. Keberadaan 18 pelabuhan di NTT yang saling terkoneksi dapat menggerakkan dan menumbuhkan perekonomian masyarakat NTT dan mencegah disparitas harga antardaerah. NTT merupakan provinsi penyuplai beberapa kebutuhan pokok ke berbagai provinsi di Indonesia. Salah satu yang paling besar yakni sapi.

Berturut-turut 18 pelabuhan itu adalah Kandidi Reo, Potta, Atapupu, Larantuka, Maropokot, Maumere, Papela, Lamakera, Waiwerang, Terong, Komodo, Wuring, Palue, Ba'a, Naikliu, Maurole, Kolbano dan Tenau Kupang. Karenanya ribuan kapal, baik itu kapal penumpang, ikan, kargo, tanker, pesiar dan jenis kapal lainnya, hilir mudik di perairan laut NTT. Hal ini membuat Pemprov NTT menjadikan maritim sebagai arus utama pembangunan. Karenanya, NTT sangat potensial untuk dibangun industri galangan kapal.

Selama ini semua kapal rata-rata docking di Surabaya. Dengan adanya industri galangan kapal di Kupang, diyakini dapat mensupport kegiatan Block Masela di Maluku. Memiliki galangan sendiri sangat penting dalam menunjang konektivitas antarpulau di NTT.

Kelima, konsep Blue Economy yang diperkenalkan oleh Gunter Pauli didesain untuk diterapkan di NTT yang memiliki karakteristik sebagai wilayah kepulauan dengan potensi kelautan yang cukup besar, namun minim lahan pertanian.

Implementasi Blue Economy dapat menjadi solusi bagi Pemprov NTT untuk memenuhi kebutuhan pangan yang semakin meningkat serta mewujudkan penguatan ekonomi masyarakat melalui berbagai aktivitas di bidang kelautan.  Hal ini mulai digagas Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif NTT dengan menggelar lomba perahu layar internasional untuk menguatkan branding wisata bahari. Dinas Pariwisata NTT mengonsepkan tiga rute lomba, (1) Alor-Dili-Atapupu-Wini, Naikliu-Rote, (2) Sabu Raijua- Sumba Timur-Sumba Tengah-Sumba Barat-Sumba Barat Daya- Labuan Bajo, (3) Reok-Riung- Ende (Pantai Utara), Maumere- Larantuka-Lembata.

"Sesuai konsep Blue Economy, lomba ini difokuskan untuk tujuan konservasi ekosistem laut dan pesisir, keamanan pangan dan perdagangan, serta pengembangan ilmu kelautan dan inovasi teknologi," ujar Marius Ardu Jelamu, Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif NTT, Senin (3/7/2017) lalu.

Menurut Marius, dalam pengembangan dan kerja sama Blue Economy ini, Pemprov NTT tidak dapat bekerja sendiri. Para pengambil kebijakan di daerah haruslah mulai melibatkan secara aktif berbagai pihak, termasuk sektor swasta untuk menggali masukan dalam rangka peningkatan produksi energi maritim dan perikanan budidaya yang berkelanjutan. Terus berinovasi dalam mewujudkan kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya. Dengan mengoptimalkan peran masyarakat lokal inilah NTT bisa menjadi tuan di rumah sendiri.

Hal ini dinilai sangat penting agar para pelaku usaha tidak selalu merasa bahwa seluruh permasalahan tentang penerapan konsep Blue Economy harus diselesaikan secara mandiri.

Keenam, perketat pengamanan di laut. Wilayah perairan NTT termasuk rawan pelanggaran karena letaknya pada alur pelayaran internasional, juga berbatasan dengan negara asing. Pangkalan Utama Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI-AL) Wilayah VII membangun pos TNI AL di Maritaing serta membangun Pangkalan TNI AL tipe B di Kalabahi-Alor. Pos ini berfungsi untuk memantau aktifitas kapal asing yang melewati jalur pelayaran internasional (ALKI III).

Sementara Pangkalan TNI AL berfungsi mendukung logistik kapal perang yang beroperasi di wilayah perairan yang berbatasan dengan Timor Leste. TNI AL juga telah membangun sebuah pangkalan tipe C di selatan Kabupaten Rote dengan kekuatan sekitar 60 personel, didukung kapal-kapal patroli. Kehadiran pangkalan itu, selain untuk mengawasi perairan Indonesia, juga bertujuan mengawasi para imigran gelap yang ingin menyeberang ke Australia secara ilegal.

Semangatnya, Gubernur NTT, Frans Lebu Raya, sangat mendukung agar embrio untuk menaklukkan dunia di bidang maritim dimulai dari NTT. Dan, momen Hari Nusantara 2016 yang terpusat di Lembata, diakuinya, turut membantu membangun dan mempercepat infrastruktur untuk 'menyulap' NTT dari Nasib Tidak Tentu atau Nanti Tuhan Tolong menjadi Nikmat Tiada Tara.

"Kegiatan ini mendorong percepatan pembangunan infrastruktur di NTT selain di Kabupaten Lembata yang masih terpencil. Tujuannya, menjadikan NTT dan Indonesia sebagai poros maritim dunia yang mampu mensejahterakan warganya," ujar Gubernur Frans.

Menurutnya, Hari Nusantara di daerah pesisir seperti Lembata akan mendorong pembangunan di kawasan itu dan pemerintah akan mengupayakan pembangunan konektivitas untuk meningkatkan perekonomian di NTT. "Integrasi ekonomi yang kokoh tidak pernah kita dapatkan jika kita tidak menyatukan dan memberdayakan seluruh wilayah perairan," tegasnya.

Dia menilai, integrasi ekonomi antar pulau-pulau di NTT menjadi hal yang paling utama untuk secara efektif menurunkan biaya logistik.

Siapkan Sumber Daya Manusia
Tekad Gubernur Frans untuk menaklukkan dunia di bidang maritim dan pekerjaan raksasa itu dimulai dari NTT tidak sekadar wacana. Gubernur Frans juga menyiapkan sumber daya manusia (SDM) dengan membuka Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) Kupang dan Politeknik Kelautan dan Perikanan (Poltek KP) Kupang.

SUPM sebagai satu-satunya sekolah di NTT berusaha untuk meningkatkan potensi sumber daya alam laut. Selain itu, menyiapkan tenaga-tenaga kemaritiman yang diakui dunia. Selama ini, para petani rumput laut di NTT untuk meningkatkan perekonomian hanya membudidayakan, memanen, mengeringkan rumput laut, lalu dijual ke pengusaha.

"Hadirnya SUPM, petani diberi pelatihan pengembangan budidaya rumput laut, yang kemudian dipanen lalu diolah agar bisa dijadikan makanan seperti nuget rumput laut, roll cake, nastar. Semua bahannya dari rumput laut," ujar Gubernur Frans yang mengaku bangga dengan hadirnya SUPM.

Selain memanfaatkan potensi rumput laut, para siswa SUPM Kupang juga mengembangkan penangkapan ikan tuna untuk diolah menjadi bakso ikan tuna. Sekolah yang telah menamatkan hampir 11 angkatan tersebut memiliki dua jurusan, yakni nautika perikanan laut dan teknologi perikanan. Lulusannya sebagian dikirim bekerja di Jepang, Amerika Latin, dan sebagiannya lagi di Mataram, perusahaan mutiara dari Jepang yang ada di Kupang.

"Sampai saat ini sudah 467 siswa SUPM Kupang yang telah lolos langsung bekerja di perusahaan-perusahaan yang bekerja sama dengan SUPM," ujar Kepala SUPM, Melyon Erikson Datty, saat menerima kunjungan Kepala Pusat Pendidikan Kelautan dan Perikanan, Mulyoto, di SUPM Kawasan Bolok- Kupang, belum lama ini.

Untuk bahasa asing, kata Melyon, SUPM hanya mengajarkan bahasa Inggris maritim. Namun jika ada perusahaan dari Jepang, Korea atau negara lain yang ingin merekrut siswa SUPM, maka akan dibiayai oleh perusahaan tersebut untuk belajar bahasanya. "SUPM Kupang siap menyambut Masyarakat Ekonomi Asean yang telah dimulai Desember 2015," ucap Melyon.

Selain SUPM, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendirikan Politeknik Kelautan dan Perikanan (Poltek KP) Kupang. Misinya, mencetak SDM unggul guna mengelola potensi sumber daya kelautan dan perikanan secara optimal, cerdas, dan bertanggung jawab.

Kepala Program Studi Mekanisasi Perikanan Politeknik Kelautan dan Perikanan (PKP) Kupang, Zainal Fanani, ST, M.Si, saat ditemui di Kampus PKP Kupang, Kamis (15/6/2017), memuji antusiasme pemuda NTT saat mendaftar sebagai calon mahasiswa angkatan kedua di sekolah itu. "Pada tahun pertama, yang diterima hanya 75 orang. Itupun ada yang berasal dari Jawa dan Sumatera, tetapi sekarang mengalami peningkatan sekitar 160 mahasiswa dan mayoritas dari NTT," ujar Zainal.

PKP Kupang saat ini telah membuka pendaftaran mahasiswa baru dan ditutup pada 7 Juli 2017. Sekolah ini menawarkan tiga program studi, yaitu teknik budidaya perikanan, mekanisasi perikanan, dan teknik penangkapan perikanan,

Dibukanya dua lembaga pendidikan perikanan di Kupang ini untuk mengoptimalkan potensi kemaritiman di NTT, yakni potensi perikanan tangkap (388,7 ton), budidaya laut (51.879 hektar), budidaya air payau (35.455 hektar), budidaya air tawar (8.375 hektar), tambak garam (3.200 hektar), industri pengolahan, dan terumbu karang.

Dengan hadirnya sekolah-sekolah perikanan di Kupang, Maumere, Larantuka, Gubernur Frans Lebu Raya berharap NTT tidak tertinggal memasuki Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA 2015). NTT juga ikut bergerak dinamis mengamankan seluruh potensi maritim yang dimiliki dengan melakukan pemanfaatan secara optimal berbasiskan ilmu pengetahuan dan teknologi.

"Pengelolaan potensi maritim harus dilakukan secara mandiri dan dilakukan oleh anak negeri agar NTT tidak selalu menjadi pasar atau penonton, namun menjadi penghasil produk perikanan yang berkualitas dan berdaya saing tinggi," pungkasnya.

Bukankah nenek moyang kita seorang pelaut? Lantunan lagu anak-anak Lembata ini harus dijawab. Gerakan masuk laut tidak sekadar sebuah slogan manis atau pencitraan diri. Misinya, kemaritiman haruslah menjadi prioritas dalam sistem inovasi pembangunan di NTT demi anak cucu. Mereka kelak akan hidup pada alam NTT yang sesungguhnya, Nikmat Tiada Tara(benny dasman)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved