Bregitha Miris Lihat Sehari Empat Laporan Kekerasan Terhadap Perempuan di Kupang
Bripka Bregitha N Usfinit miris melihat maraknya kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Kupang.
Penulis: omdsmy_novemy_leo | Editor: omdsmy_novemy_leo
Laporan Wartawan Pos-Kupang.com, Novemy Leo
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Bripka Bregitha N Usfinit miris melihat maraknya kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Kupang. Kanit PPA Polres Kupang Kota ini tak menyangka, jika rata-rata dalam sehari terdapat sebanyak empat laporan kekerasan perempuan yang masuk ke kantornya.
Dengan personil PPA yang hanya delapan orang, Kapolres Kupang Kota, AKBP Anthon Cristanto, SH, M.Hum melalui Pejabat Sementara Kanit PPA, Bripka Bregitha N. Usfinit mengakui pihaknya kewalahan menangani laporan.
"Sehari rata-rata empat laporan. Laporan satu belum selesai ada laporan lagi. Kewalahan. Anggota PPA hanya 8 orang, tidak seimbang dengan laporan," jelas Bregitha saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (15/6/2017).
Menurutnya, idealnya satu personil PPA tidak bisa menangani lebih dari 10 perkara dalam sebulan. Agar semua laporan bisa ditangani, pola kerja keroyokan diterapkan.
Bregitha mengungkapkan, dari laporan itu terbanyak adalah kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan lainnya adalah kasus kekerasan seksual yang dialami oleh anak-anak dan dewasa. Menurut Bregitha, pemicu dari kasus kekerasan itu biasanya adalah masalah ekonomi dan orang ketiga.
"Pemicunya masalah ekonomi 60 persen, sisanya 40 persen orang ketiga," katanya.
Menurut Bregitha, seringkali kasus kekerasan itu tidak diteruskan hingga ke pengadilan tertutama kasus KDRT. Karena kebanyakan, di pertengahan jalan korban mencabut laporan.
"Korban datang dengan alasan suami tulang punggung keluarga, sementara korban sendiri tidak punya kerjaan, itu untuk yang KDRT," kata Bregitha. Meski demikian, lanjutnya, pihaknya tidak serta merta langsung mencabut laporan. Masih dilihat lagi akibat yang dialami korban.
Menurut Bregitha, pihaknya biasa akan melihat dampak dari kasus kekerasan yang dialami korban.
"Jika korbannya hanya luka ringan, masih bisa diobati, ya laporannya bisa dicabut kalau itu kasus KDRT. Tapi jika korban sudah luka berat tentu kasusnya diproses terus. Kami juga mempertimbangkan kalau tindaklanjut kasihan rumah tangga bisa hancur," ujar Bergitha.
Tapi jika kasus aniaya biasa apalagi kasus pencabulan dengan korbannya anak, Bergitha menegaskan pihaknya akan tetap memroses hukum karena itu bukan delik aduan.
"Datanya ada, tapi belum kami pilah," kata Bregitha yang berjanji akan memberikan data kasus aniaya terhadap perempuan. (vel/aca)