Belanda Sodorkan Dua Skema Pembiayaan Pembangunan Jembatan Palmerah
LANJUTAN rapat pembahasan pembangunan Jembatan Pancasila Palmerah berlangsung di Kemenko Maritim di Jakarta, 9 Mei 2017.
Penulis: Kanis Jehola | Editor: Kanis Jehola

POS KUPANG.COM, KUPANG - LANJUTAN rapat pembahasan pembangunan Jembatan Pancasila Palmerah berlangsung di Kemenko Maritim di Jakarta, 9 Mei 2017. Dalam rapat itu, Menko Maritim mengundang Kementerian PU, PLN, ESDM, Bappenas, Keuangan dan Balai Jalan Nasional sebagai instansi yang mengelola anggaran Pra FS. Rapat itu juga dihadiri investor, Tidal Bridge BV.
Pada kesempatan itu, Tidal Bridge menyampaikan kalau dia sudah mendapatkan dukungan dari Pemerintah Belanda untuk membiayai kegiatan tersebut. Tak hanya itu. Tidal Bridge juga menunjukkan kepada Menteri Keuangan dan Bappenas kalau mereka sudah menyiapkan anggaran 200 juta dolar AS kira-kira setara dengan Rp 2,6 triliun dari 400 juta dolar AS yang dibutuhkan. Sedangkan 200 juta dolar AS tinggal kesepakatan antara Pemerintah Indonesia dan Belanda.
Ada beberapa alternatif/skema pembiayaan yang disodorkan investor dalam rapat tersebut. Skema pertama, kalau investor membangun turbinnya dan Pemerintah Belanda membangun jembatannya, mereka menawarkan harga listriknya dengan 16 sen dolar per Kwh.
Skema kedua, semuanya dibangun oleh Pemerintah Belanda dengan 200 juta dolar AS. Ini masuk dalam soft loan (pinjaman lunak). Pemerintah Indonesia membayarnya dengan bunga yang rendah sekali dan mereka menawarkan 2,4 persen per tahun dan dibayar setelah dua setengah tahun setelah penandatanganan kesepakatan.
Kalau skema ini yang disepakati maka mereka akan menjual listriknya dengan harga 10 sen dolar per Kwh. Sementara saat ini listrik yang dijual PLN menggunakan solar dan segala macamnya seharga 9 sen dolar per Kwh, atau kurang sedikit saja dengan harga yang ditawarkan dalam skema kedua. Jika harga ini dinilai masih mahal maka masih akan dinegosiasi ulang. Misalnya Pemerintah Indonesia sebagian dan Pemerintah Belanda sebagian.
"Itu skema-skema yang mereka (investor) tawarkan. Sekarang kesepakatannya sudah high level. Bukan dengan gubernur lagi tapi antara G to G (Government to Government), yaitu kerja sama antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Belanda. Sedangkan tugas kami (Pemprov NTT, Red) hanya mensuplai data teknis. Kami ibaratnya seperti koki. Menyiapkan alternatif-alternatif menu, tinggal nanti pimpinan mau menu mana. Itu keputusan di high level," kata Andre. (kas)