Setelah Jadi Saksi untuk Ahok, Ahli Agama Islam Ini Diberhentikan dari Kepengurusan MUI

Setelah menjadi saksi kasus Basuki Tjahaja Purnama, KH Ahamd Ishomuddin, diberhentikan dari pengurus MUI. Ada apa?

Editor: Agustinus Sape
tribunnews.com
KH Ahmad Ishomuddin memberikan keterangan pers usai menjadi saksi di sidang ke-15 kasus Ahok di Jakarta, Selasa (15/3/2017). 

POS KUPANG. COM, JAKARTA - Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Sa'adi membenarkan pihaknya telah memberhentikan Ahmad Ishomuddin dari kepengurusan MUI.

Ishomuddin merupakan Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI sekaligus saksi yang dihadirkan dalam persidangan kasus penodaan agama oleh terdakwa Basuki Tjahaja atau Ahok pekan ini.

Zainut membantah pemberhentian Ishomuddin dari kepengurusan dilakukan karena Ishomuddin menjadi saksi atas kasus Ahok.

Namun, pemberhentian itu dikarenakan ketidakaktifan Ishomuddin dalam kepengurusan MUI. Keputusan tersebut, kata Zainut, diambil dalam rapat pimpinan MUI pada Selasa (21/3/2017).

"Berkaitan dengan berita tentang pemberhentian Saudara Ishomuddin dari kepengurusan MUI hal tersebut adalah benar," ujar Zainut melalui pesan singkat kepada Kompas.com, Jumat (24/3/2017).

"Pemberhentian sebagai pengurus MUI bukan semata karena menjadi saksi ahli dugaan penodaan agama di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, tetapi karena ketidak aktifan beliau selama menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi Fatwa di MUI," ujar Zainut.

Baca: Ahli Bahasa Sebut Pidato Ahok di Kepulauan Seribu Tak Mengolok-olok

Gubernur DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahaja Purnama menjalani sidang lanjutan dugaan penistaan agama di Pengadilan Jakarta Utara, Selasa (27/12/2016).
Gubernur DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahaja Purnama menjalani sidang lanjutan dugaan penistaan agama di Pengadilan Jakarta Utara, Selasa (27/12/2016). (EPA/BAGUS INDAHONO/pool)

Zainut menambahkan, secara berkala pihaknya melakukan evaluasi terhadap keaktifan dari pengurus MUI. Evaluasi itu berlaku untuk seluruh pengurus.

"Jadi bukan hanya terhadap Pak Ishomuddin semata. Kriteria ketidakaktifan itu dinilai dari kehadiran dalam rapat-rapat dan kegiatan MUI lainnya," ujar Zainut.

Alasan lainnya, MUI menilai Ishomuddin telah bersikap indisipliner. Namun, Zainut tak menjelaskan bentuk ketidakdisiplinan yang dimaksud.

"Terhadap Pak Ishomuddin pemberhentian beliau sebagai pengurus selain karena tidak aktif juga karena melanggar disiplin organisasi," ujar Zainut.

Berbeda Pendapat

Ahli agama Islam yang dihadirkan pihak Basuki Tjahaja Purnama dalam sidang kasus dugaan penodaan agama, KH Ahmad Ishomuddin, memberi keterangan kepada pewarta usai sidang di auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (21/3/2017).
Ahli agama Islam yang dihadirkan pihak Basuki Tjahaja Purnama dalam sidang kasus dugaan penodaan agama, KH Ahmad Ishomuddin, memberi keterangan kepada pewarta usai sidang di auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (21/3/2017). (KOMPAS.com/ANDRI DONNAL PUTERA)

Ketika memberikan kesaksian pada sidang ke-15 atas Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Selasa (21/3/2017), KH Ahmad Ishomuddin menyatakan, dirinya bersaksi sebagai ahli agama Islam dalam persidangan kasus dugaan penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dalam kapasitasnya sebagai pribadi.

Ia menyatakan kesaksiannya bukan atas nama PBNU ataupun MUI.

Ahmad merupakan Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama(PBNU) Jakarta dan dosen Fakultas Syari'ah IAIN Raden Intan, Lampung.

Ia juga menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI Pusat periode 2015-2020.

Ia dihadirkan sebagai saksi di persidangan oleh pihak  Ahok.

"Jadi saya datang ke tempat ini sebagai pribadi, tidak atas nama MUI ataupun PBNU," ujar Ahmad seusai persidangan yang digelar di Gedung Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (21/3/2017).

Ahmad menilai wajar jika pendapatnya sedikit berbeda dengan sikap keagamaan MUI dalam kasus dugaan penodaan agama itu.

MUI menyatakan bahwa pernyataan Ahok saat berpidato di Kepulauan Seribu pada September 2016 merupakan penodaan agama karena mengutip surat Al Maidah ayat 51.

"Adapun apabila pendapat saya berbeda saya kira wajar-wajar saja, karena dalam Islam, agama yang saya pahami sangat toleran dengan perbedaan-perbedaan pendapat.... Jadi perbedaan itu bukan berarti saya tidak taat kepada KH Ma'ruf Amin," kata dia.

MUI menyatakan bahwa pernyataan Ahok saat berpidato di Kepulauan Seribu pada September 2016 merupakan penodaan agama karena mengutip surat Al Maidah ayat 51.

"Adapun apabila pendapat saya berbeda saya kira wajar-wajar saja, karena dalam Islam, agama yang saya pahami sangat toleran dengan perbedaan-perbedaan pendapat.... Jadi perbedaan itu bukan berarti saya tidak taat kepada KH Ma'ruf Amin," kata dia.

Ahmad menegaskan pendapat dan sikap keagamaan Majelis Ulama Indonesia (MUI) merupakan pemicu membesarnya kasus dugaan penodaan agama itu.

"Sikap keagamaan ini pemicu masalah ini jadi semakin besar. Kita bisa lihat sejumlah demonstrasi yang dilakukan," kata Ishomuddin dalam persidangan kasus itu yang digelar di AuditoriumKementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (21/3/2017).

MUI menerbitkan pendapat dan sikap keagamaan terkait pernyataan Ahok yang mengutip surat Al-Maidah ayat 51 saat kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu pada September 2016.

Ishomuddin menyebutkan, pendapat dan sikap keagamaan MUI menjadi pemicu terbentuknya Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI. GNPF MUI merupakan massa yang melakukan aksi unjuk rasa terkait kasus tersebut.

Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Jakarta itu juga menyayangkan terbitnya pendapat dan sikap keagamaan MUI yang tidak dibarengi dengan konfirmasi kepada Ahok.

"Saya dapat informasi MUI tidak lakukan klarifikasi yang dimaksud. MUI tak melakukan cross-check ke Kepulauan Seribu dan tak minta keterangan Ahok. Tiba-tiba keluar pernyataannya," kata Ishomuddin.

Meski begitu, ada poin dari sikap keagamaan MUI yang disepakati Ishomuddin, yakni mengenai keharmonisan umat yang harus tetap terjaga.

"Tapi hal memutuskan yang bisa merugikan orang lain tanpa melakukan tabayyun adalah hal tak sependapat," kata pria yang juga menjabat Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI tersebut.

Ahmad menjelaskan, dia bersedia hadir untuk bersaksi dalam sidang karena ingin memberi masukan kepada majelis hakim.

Dengan demikian majelis hakim mendapat informasi yang seimbang sebelum memutuskan perkara yang menyeret Ahok.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Ahok dengan dakwaan alternatif antara Pasal 156 huruf a KUHP atau Pasal 156 KUHP.  (Kompas.com/ David Oliver Purba)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved