Sopir Angkot ini Menyulap Mobilnya Jadi Perpustakaan

Dahi Pian mengerenyit menahan terik matahari. Cucuran keringat di dahinya telah mengkristal terpapar panas sang surya.

Editor: Rosalina Woso
Kontributor Bandung, Dendi Ramdhani
Muhammad Pian Sopian menunjukkan buku-buku yang disediakan di angkot miliknya di Bandung, Rabu (19/10/2016). 

Ide kecilnya itu berbuah positif. Pujian mengalir deras kepada pasutri yang baru dikaruniai seorang anak itu.

"Istri banyak koleksi buku, jadi sekarang termanfaatkan. Penumpang juga suka. Jalur Soreang-Leuwipanjang kan macet, lumayan jadi obat macet. Kalau lagi macet penumpang serius baca buku," ujar Pian dengan senyum merekah.

Upayanya untuk meningkatkan literasi baca tak berjalan mudah. Di kalangan sopir, Pian kerap mendapat nyinyiran.

"Ya, ada juga yang nyinyir, tapi banyak juga yang mengapresiasi," ucap pria yang tingal di Kompleks Parahyangan Kencana Blok A 11 No. 7, Desa Nagrak, Kecamatan Cangkuang, Kabupaten Bandung, itu.

Minat baca kurang

Ia pun kerap memerhatikan minat baca penumpang. Menurutnya, dalam sekali jalan hanya sedikit penumpang yang mau membuka koleksi bukunya. Sisanya, penumpang hanya asyik dengan telepon pintarnya.

"Paling hanya 4-5 orang yang mau baca buku," ucap Pian yang saat itu mengenakan kemeja lengan panjang dipadu jins biru dongker lusuh.

Ide angkot pustaka itu pun tak lantas mendongkrak penghasilannya. Pian mengaku, setiap hari ia hanya mengantongi untung sebesar Rp 100.000.

"Pendapatan gak naik biasa saja, tapi niatnya memang hanya memberi fasilitas buat yang senang baca saja," tuturnya.

Bermimpi bangun perpustakaan

Membuat perpusatakaan dalam angkot menjadi pelipur hasrat keluarga Pian untuk memiliki perpustakaan gratis di tengah krisis literasi baca di masyarakat.

"Istri saya itu operator perpustakaan di SD Cisalak. Jadi dia banyak koleksi buku. Istri saya dari dulu pengen banget punya perpustakaan. Bisa dibangun di samping rumah dan digratiskan untuk anak-anak," tutur Pian.

Keinginan itu sulit terwujud dengan kondisi ekonomi keduanya yang terbatas.

Dengan penghasilan yang pas-pasan, Pian merasa cita-cita istrinya itu sulit terwujud.

Selain untuk menafkahi keluarganya, Pian pun harus membayar cicilan mobil angkot yang mencapai Rp 3 juta selama dua tahun ke depan.

"Penghasilan saya paling Rp 100.000 per hari, istri saya gajinya Rp 800.000 sebulan. Susah sih, tapi saya akan kerja keras untuk mewujudkan cita-citanya," katanya. (Kompas.com)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved