Lipsus Obat di RSUD Yohannes Kupang

Obat di RSUD Johannes Habis Pasien Beli di Luar

Sejak April 2016 stok obat di RSUD milik pemerintah itu berkurang dan ada yang habis sama sekali.

POS KUPANG/NOVEMY LEO
POS KUPANG/NOVEMY LEO MENUNGGU - Sejumlah pasien dan keluarga pasien menunggu obat di Apotik Rumah Sakit Umum Daerah (RRSUD) Prof. Dr. WZ Yohannes Kupang, Senin (3/10/2016) siang. 

Laporan Wartawan Pos-Kupang.com, Novemy Leo

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Kebutuhan pasien BPJS akan obat-obatan di Apotek Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof. Dr. WZ Johannes Kupang tidak terpenuhi. Sejak April 2016 stok obat di RSUD milik pemerintah itu berkurang dan ada yang habis sama sekali. Akibatnya, pasien BJPS mengeluarkan uang tambahan untuk membeli obat di apotek lain.

Bahkan tak sedikit pasien dan keluarga tidak tahu jika uang pembelian obat BPJS di apotek di RSUD Johannes itu bisa diganti pihak RSUD atau BPJS, lantaran tidak diberitahukan sebelumnya.

Jatah obat di ruang perawatan pun sering habis bahkan kebutuhan plester untuk pasien di ruangan sering tidak cukup. Setiap ruangan hanya dijatah plester 1 meter per hari. Belum lagi cairan untuk membersihkan tangan pengunjung sering habis selama berhari-hari.

"Ada jatah plester untuk ruangansebanyak 1 meter per hari. Padahal kebutuhannya per hari lebih banyak. Akibatnya, kalau habis, ya pasien harus membelinya. Obat sudah habis sekitar bulan April lalu karena anggaran obat tahun ini sangat sedikit," kata sumber di RSUD Johannes Kupang.

Pantauan Pos Kupang selama beberapa waktu terakhir ini, sejumlah keluarga pasien BPJS yang ingin mengambil obat di Apotek RSUD Kupang, sering tidak terlayani karena apotek kehabisan obat. Dari beberapa obat yang seharusnya diambil, ada satu dua jenis obat yang tidak ada karena stok habis.

"Beta pernah ke apotek di rumah sakit untuk ambil obat tapi katanya stoknya habis. Jadi disarankan beli di apotek lain. Beta tanya lagi apa dilayani BPJS ko, katanya habis kaka. Jadi mesti beli sendiri. Mereka tidak beritahu kalau obat yang kita beli di luar itu bisa diganti uangnya oleh BPJS," kata pasien berinisial IN.

IN menilai kekurangan obat terjadi karena lemahnya pengecekan di gudang obat. Sebab jika rutin dilakukan pengecekan pasti obat apa yang kurang akan diketahui dan segera diadakan. Menurut IN, jika setiap tahun kekurangan obat selalu terjadi, maka bisa saja oknum yang bermain. Karenanya lembaga berwenang harusnya turun tangan mengaudit pengadaan dan penggunaan obat di RSUD Johannes Kupang.

Pasien lainnya, AE mengkritisi manajemen RSUD Kupang yang tidak profesional mengurusi obat. Kebutuhan obat pasien harusnya menjadi prioritas dibandingkan perbaikan insfrastruktur. Tempat rapi juga perlu tapi kalau obat-obatan tidak ada ya pasien sangat rugi.

"Bayar BPJS tiap bulan, tapi ketika mau tebus obat dia harus keluarkan biaya tambahan karena obat BPJS habis," kata AE.

AY, pasien lain pernah dibuat pusing saat mengambil obat racikan di apotek RSUD Johannes karena salah satu bahan racikan tidak ada. AY diminta membeli di apotek pelengkap. "Artinya kan beta harus membayar obat itu padahal beta pasien BPJS. Lalu beta diarahkan kembali ke dokter untuk memisahkan obat di resep supaya bahan obat bisa dibeli secara terpisah di apotik RSUD dan apotik pelengkap. Ini sangat ribet. Beta harus bolak-balik," kata AY.

Saat ditanya pergantian pembelian obat jika dibeli di apotik lain, AY mengaku tidak tahu aturan itu. "O, bisa ya obat yang kita beli di luar apotek RSUD diganti. Saya baru tahu. Kenapa petugas apotek RSUD tidak mengatakannya ya," kata AY.

TA, pasien lainnya, berharap ada audit rutin terhadap manajemen RSUD Kupang khususnya tentang pengadaan dan penggunaan obat. "Jangan sampai ada obat yang paling dibutuhkan itu kosong dan tidak diadakan. Lalu ada obat yang malah full dan tidak pernah digunakan akhirnya kadaluwarsa dan dibuang," kata TA.

Sumber di RSUD WZ Johannes Kupang menyebutkan, ada indikasi oknum bermain dalam pengadaan obat. "Ketika pihak farmasi RSUD minta obat ke bagian perencanaan, tapi nanti yang datang obatnya lain. Bahkan informasinya, pernah ada sejumlah obat yang kadaluwarsa karena tidak digunakan. Saya heran, bagaimana perencanaannya kok bisa kurang obat setiap waktu," kata sumber.

Sumber lain menyebutkan, saat ini sejumlah obat kemoterapi, jantung dan penyakit kronik lainnya tidak ada sehingga pasien harus membeli dari luar.

"Bayangkan saja kalau obat untuk penyakit kronik tidak ada, padahal nyawa pasien itu seperti berpacu dengan waktu. Kalau obat parasetamol tidak ada ya tidak mengapa, bisa beli di luar karena harga yang tidak terlalu mahal. Tapi jika obat penyakit kronik, jantung, diabetes, kemoterapi, cuci darah, jika obatnya tidak ada, maka uang banyak juga percuma karena obat tidak ada barangnya. Pastinya pasien dan dokter tidak bisa bikin apa-apa lagi selain berdoa. Hal inilah yang tidak diperhatikan manajemen RSUD," kata sumber.

Kehabisan obat untuk pasien BPJS di RSUD Kupang tambah sumber itu juga berdampak dalam pencapaian terapi pasien, khususnya pasien kronik.

"Jangankan pasien, dokter juga pasti stress. Karena saat jadwal kontrol, penyakit pasien bukan tambah baik tapi malah tambah buruk, karena tidak minum obatnya maka terapinya tidak berhasil," kata sumber.

Mengenai pergantian biaya pembelian obat BPJS di luar apotek RSUD juga dinilai prosesnya sangat lama ditangani manajemen. Pergantian biaya bisa sampai enam bulan.

"Kasihan kan pasiennya bolak-balik dari luar kota ke RSUD hanya untuk menanyakan pergantian biaya pembelian obat. Masa sampai enam bulan baru dibayarkan," kata sumber. (vel)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved