Human Trafficking dan Ketegasan Pemimpin
Keseriusan penanganan human trafficking sepertinya hanya serius dilakukan jajaran di Kabupaten Kupang.
PERSOALAN perdagangan manusia (human trafficking) sudah menjadi akut di NTT. Begitu akutnya sehingga penanganan persoalan ini nyaris tak pernah tuntas. Bahkan, ketika penanganan di satu wilayah serius dilakukan, kasus yang sama mencuat ditempat lain.
Selain itu, keseriusan penanganan human trafficking sepertinya hanya serius dilakukan jajaran di Kabupaten Kupang. Wilayah-wilayah lain yang jumlah kasus human traffickingnya juga tinggi seperti Kabupaten Belu, Malaka, TTU, TTS dan Kota Kupang atau mungkin di wilayah Flores dan Sumba aparatnya tenang-tenang saja.
Pada Kamis (22/9/2016) pekan lalu, Kapolda NTT Brigjen Pol Widiyo Sunaryo dan Direktur Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Agus Andrianto menyampaikan sudah 23 orang tersangka yang ditahan. Dari jumlah itu dapat dipastikan bahwa yang paling banyak berasal dari Polres Kupang yaitu 18 orang.
Sementara Kapolda juga menyebutkan bahwa jumlah tersebut bekerja pada tujuh jaringan yang bersaing memperdagangkan warga NTT selama ini. Dari tujuh jaringan itu mereka berhasil meraup uang Rp. 7,3 Miliar dalam kurun waktu Januari 2015 hingga Juli 2016, (Pos Kupang, Jumat 23/9/2016).
Pemberantasan human trafficking memang tidak hanya berharap pada aparat keamanan semata, tetapi jajaran lain pun harus secara bersama-sama melakukan kerja 'bareng'. Tanpa bekerjasama dan sama-sama bekerja maka pemberantasan human trafficking yang sekarang dilakukan, bisa diibaratkan seperti balon yang sudah diisi angin. Bila ditekan pada sisi yang satu, maka akan mengembung pada sisi yang lain.
Oleh karena itu, kita mendorong Bupati Kupang, Ayub Titu Eki yang berencana mencopot salah satu pejabat di Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) karena diduga ikut bermain dalam kasus human trafficking.
Informasinya, oknum pejabat itu meloloskan berkas dan dokumen yang asli tapi paslu (aspal) untuk membuat kartu keluarga dan E-KTP calon TKI/TKW dari Atambua, Kefa dan SoE, tetapi saat tiba di Kupang langsung mendapat E-KTP sebagai warga Kabupaten Kupang.
Cara kerja oknum Dispendukcapil ini hanya mengkonfirmasi bahwa human trafficking ini semua simpul-simpul yang bersentuhan terlibat.
Di sinilah butuh kerjasama dan komitmen semua pihak. Tanpa adanya kepedulian atau niat atasan di lembaga-lembaga tersebut untuk membersihkan instansinya dari praktik menjual saudara-saudaranya, maka sejauh itu pula kasus human trafficking akan tetap terjadi.
Jadi komitmen pimpinan menjadi kunci pemberantas human trafficking di NTT. Olehnya kita mendesak, agar upaya membongkar jaringan mafia perdagangan orang ini harus dilakukan secara simultan. Semua instansi harus bisa menggunakan momentum saat ini untuk mengungkap dan menangkap oknum-oknum yang terlibat, baik itu di jajaran aparat keamanan maupun di instansi pemerintah. Mulai dari orangtua, aparat desa/kelurahan, kecamatan, dispendukcapil, disnakertrans, petugas keamanan di bandara atau pelabuhan serta instansi lainnya.*