Veni, Vidi, Vici dan Citius, Altius, Fortius

Kontingen PON XIX NTT akan mengikuti 12 cabang olahraga yang terdiri dari 53 nomor/kelas

Editor: Agustinus Sape

Refleksi bagi Atlet PON XIX NTT Menuju Bandung

Oleh: Johni Lumba
Pengurus KONI Nusa Tenggara Timur

SEBANYAK 76 orang atlet dan 38 manajer atau pelatih PON XIX NTT hari ini akan bertolak menuju Bandung, Jawa Barat. Keberangkatan yang didesain secara bersama-sama menunjukkan sebuah kekompakan dalam berjuang untuk mengangkat harkat dan martabat masyarakat NTT melalui olahraga di medan juang. Pesta olahraga terbesar di Indonesia ini akan diikuti oleh seluruh provinsi yang melibatkan 8.586 atlet, 4.085 ofisial, jumlah panpel/wasit 8.566 orang dan 745 nomor pertandingan. Sebanyak 44 cabang olahraga akan dipertandingkan atau diperlombakan dalam ajang tersebut dengan memperebutkan 753 medali emas, 753 medali perak dan 977 medali perunggu.

Kontingen PON XIX NTT akan mengikuti 12 cabang olahraga yang terdiri dari 53 nomor/kelas. Atletik terdiri dari nomor lari jarak menengah, jauh dan maraton. Enam cabang olahraga beladiri masing-masing tinju, karate, pencaksilat, taekwondo, tarung derajat, kempo, sedangkan tiga cabang olahraga kategori permainan yaitu cricket, sepak takraw, tenis meja, dan binaraga serta olahraga berkuda (kuda pacu).

Keberangkatan kontingen PON XIX NTT menuju Bandung akan dipimpin langsung oleh Chef De Mission (CDM) Ir. Andre W. Koreh, MT yang juga adalah Ketua Harian KONI NTT. Atlet dua cabang olahraga dengan penerbangan menuju Jakarta adalah atletik dan Tinju, hal ini karena tempat pertandingan kedua cabang olahraga tersebut berada di kota Bogor tepatnya stadion Pekansari Cibinong untuk cabang atletik dan GSG Pelabuhan Ratu Sukabumi untuk cabang tinju. Sedangkan berkuda (kuda pacu) dilaksanakan di Pangandaran.

Pembukaan PON XIX akan dilaksanakan di Stadion Bandung Lautan Api pada tanggal 17 September 2016. Satu hari setelah acara pembukaan cabang binaraga akan melaksanakan perlombaan di Gedung Sabilulungan Soreang Kabupaten Bandung. Karate di sasana Budaya Ganesha ITB, sepak takraw di Sport Hall UPI Bandung serta cricket di Stadion Siliwangi Bandung. Binaraga merupakan cabang olahraga pertama dari Kontingen NTT yang akan menentukan apakah NTT mampu meraih medali pertama atau tidak.

Persiapan yang telah dilakukan oleh pelatih membuat para atlet memiliki mental juara, kini tiba saatnya mereka akan menunjukkan kemampuan latihannya di arena pertandingan atau perlombaan yang sebenarnya.

Mengandalkan semangat olympism Veni, Vidi, Vici dan altius, citius, forties para atlet NTT bertekad dengan tagline NTT EMAS akan berjuang habis-habisan agar dapat mengharumkan nama NTT di level Olahraga Nasional. Paling tidak 3 Emas, 5 Perak dan 9 Perunggu akan terulang lagi di Bandung, namun jika Tuhan izinkan maka tidak mustahil perjuangan para atlet akan memberikan hasil yang terbaik bagi kontingen NTT tercinta.

Veni, Vidi, Vici adalah kata yang berasal dari bahasa latin, yang sebenarnya adalah Veni, vidi, vici yang berarti Saya datang, saya melihat, saya menang/menaklukkan, yang bermaksud suatu kemenangan mudah dan mutlak. Awalnya, kata-kata ini digunakan dalam pesan Julius Caesar, seorang jenderal dan konsul Romawi pada tahun 47 SM, yang disampaikan pada senat Romawi. Kata-kata ini menggambarkan kemenangannya dalam pertempuran Zela atas Pharnaces II dari Pontus. Veni, vidi, vici bisa dimaksudkan sebagai gambaran keperkasaan dan kesombongan Julius Cesar, bahwa ketika berperang melawan raja Pontus, ia tidak perlu bersusah-payah dalam mengalahkan musuh, karena ia hanya datang dan melihat-lihat saja, tapi musuhnya sudah lari terbirit-birit, karena ketakutan, sehingga dia menang tanpa harus berperang.

Kedatangan kontingen NTT ke Bandung sedikit berbeda dengan kesombongan Julius Cesar, karena pada tahapan ini 8.586 atlet telah dipersiapkan secara matang baik dari sisi program latihan sampai pada penerapan IPTEK Keolahragaan, sehingga konsep veni, vidi, vici atau kami datang kami bertanding dan kami menang menjadi sebuah impian bagi setiap atlet. Para atlet sudah dipersiapkan untuk mengalahkan setiap lawan yang akan hadapi, karena setiap atlet ingin mencatatkan sejarah manis dalam kehidupannya. Apalagi penghargaan yang diberikan untuk menunjang prestasi mereka juga telah disiapkan oleh daerah masing-masing. Kontingen NTT sudah pasti akan menyiapkan 76 rumah tipe 36 dan bonus uang miliaran rupiah jika semua atlet memperoleh medali di PON.

Veni, Vidi, Vici yang berarti saya datang, saya melihat, saya menang itulah tekad para atlet NTT ketika mereka harus mengorbankan pikiran, tenaga, biaya dan perasaan hanya untuk mengangkat harkat dan martabat provinsi NTT. Untuk saat sekarang ini bukan lagi Beta datang Beta Liat dan Beta menang, tetapi Beta Datang, Beta Bertanding atau Berlomba dan Beta Juara. Kematangan juara ditentukan oleh jam terbang para atlet ketika mempersiapkan diri pada saat Pelatda desentralisasi dan sentralisasi, jika para atlet sering bertanding maka sudah pasti pengalaman bertanding akan menjadi kekuatan untuk memenangkan setiap pertandingan maupun perlombaan.

Citius -Altius -Fortius, yang berarti: Faster -Higher -Stronger (tercepat, tertinggi, terkuat). Tiga kata ini menganjurkan para atlet untuk memberikan kemampuan terbaiknya pada saat berkompetisi dan untuk melihat usahanya sebagai sebuah kemenangan. Maksud dari motto ini adalah bahwa menjadi yang pertama bukanlah prioritas penting, tapi memberikan yang terbaik dan berusaha untuk meningkatkan mutu pribadi adalah tujuan yang bermanfaat. Hal ini berlaku untuk para atlet maupun kita. Tiga kata Latin ini menjadi motto olimpiade pada tahun 1894, tahun pembentukan IOC. Pierre de Coubertin mengusulkan motto ini, berasal dari temannya Henri Didon, seorang pendeta Dominic yang mengajarkan olahraga kepada muridnya. Untuk memahami motto ini, kita bisa membandingkannya dengan frase berikut: The most important thing is not to win but to take part! (Yang lebih penting bukan untuk menang, tapi untuk ikut serta.) Ide ini dikembangkan oleh Pierre de Coubertin yang terinspirasi oleh kotbah Uskup Pennsylvania, Ethelbert Talbot, saat olimpiade di London pada tahun 1908.

Kalau melihat tiga kata di atas tercepat, tertinggi, terkuat maka, setiap atlet yang bertanding harus memiliki kemampuan fisik yang prima termasuk antropometrik, sehingga ketika menghadapi pertandingan/perlombaan secara fisik atau yang mengandalkan aspek asntropometrik tidak dapat diragukan lagi. Namun perlu diingat bahwa untuk berprestasi tidak saja mengandalkan kemampuan fisik/antropometrik semata, tetapi sesuai dengan konsep Bompa (1988) di samping aspek fisik, para atlet harus memiliki kemampuan teknik, taktik dan mental handal.

Jika dibandingan dengan frase di atas maka, bukan kemenangan yang diutamakan, namun ikut serta itulah yang terpenting. Pernyataan yang kontradiktif ini akan menyebabkan atlet tidak akan berjuang, yang penting partisipasi, sehingga pengorbanan biaya, tenaga, waktu dan perasaan akan menjadi sesuatu yang sia-sia belaka. Oleh karena itu, jika kemenangan yang harus diraih maka, raihlah dengan cara yang elegan, sportif serta tidak sombong, dan jika kekalahan yang harus diperoleh maka, terimalah kekalahan itu dengan lapang dada dan mengganggap lawan lebih baik. Sportivitas adalah kunci dari sebuah kemenangan dan kekalahan yang hakiki dalam ajang olahraga baik itu pertandingan maupun perlombaan .

Selamat Berjuang, miliki tekad Veni, Vidi, Vici, dan Citius, Altius, Fortius dengan Semangat: Respect, Excellent, Friendship. NTT EMAS! *

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved