AS - Rusia Sepakati Gencatan Senjata untuk Perdamaian di Suriah

Amerika Serikat dan Rusia sepakat untuk melakukan gencatan senjata dan menghentikan aksi militernya di Suriah

Editor: Rosalina Woso
ABC News
Menlu AS John Kerry (kiri) dan Menlu Rusia Sergei Lavrov (kanan). 

POS KUPANG.COM, JENEWA -- Amerika Serikat dan Rusia sepakat untuk melakukan gencatan senjata dan menghentikan aksi militernya di Suriah mulai 12 September 2016.

Hal ini merupakan buah kesepakatan dari pertemuan Menteri Luar Negeri AS John Kerry dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov di Jenewa, Swiss, Jumat (9/9/2016) waktu setempat.

Pemerintah Suriah juga akan menghentikan aksi militer di sejumlah area yang masih dikuasai pihak oposisi.

"Amerika Serikat melakukan langkah ke depan dengan melakukan pertemuan ini karena kami percaya Rusia punya kemampuan untuk menekan rezim Assad (Presiden Suriah Bashar Assad), untuk menghentikan konflik dan melakukan perundingan damai," kata Kerry, dikutip dari laman Telegraph, Sabtu (10/9/2016).

Rencana kerja sama kedua negara itu dilakukan untuk mengurangi kekerasan di Suriah, juga menghilangkan penderitaan masyarakat di negara yang dilanda perang saudara selama beberapa tahun terakhir.

"Di luar kompleksnya permasalahan Suriah, muncul pilihan sederhana antara perang atau perdamaian," kata Lavrov.

Rusia dan AS akan membangun kerja sama untuk memerangi aksi militan kelompok teror ISIS dan gerilyawan Al Nusra.

Lavrov mengatakan, Rusia telah memberikan penjelasan kepada pemerintahan Bashar Assad. Kemudian, Assad disebut Lavrov akan mematuhi rancangan perdamaian itu.

Kesepakatan AS dan Rusia itu sudah didokumentasikan. Namun, Lavrov menyatakan bahwa dokumen itu tidak akan dibuka untuk publik.

Lavrov berharap hasil pertemuannya dengan Kerry ini akan ditindaklanjuti oleh PBB dengan mengadakan pertemuan untuk menempuh jalan perdamaian yang melibatkan banyak pihak.

Pertemuan itu disaksikan oleh Staffan de Mistura, perwakilan PBB untuk Suriah.

"Hari yang panjang dengan hasil yang baik," kata de Mistura.

Kesepakatan ini memang dibuat setelah menempuh pembicaraan marathon yang sangat panjang. Kedua negara sempat mengalami perdebatan mengenai peta jalan damai di Suriah.

Salah satu perdebatan itu adalah mengenai masa depan Bashar Assad. Washington menginginkan Assad dilengserkan dari posisi presiden. Sedangkan Moskwa ingin tetap mempertahankan Assad. (Kompas.Com)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved