Kisah Warga Eks Gafatar yang Keguguran Saat Dipaksa Angkat Kaki dari Kalbar
Peristiwa pengusiran ribuan warga eks Gerakan Fajar Nusantara Gafatar (Gafatar)
Suratmi menuturkan alasan pencabutan KTP oleh Kepala desa karena ada pelarangan bagi eks anggota Gafatar untuk kembali ke desanya. Hak Suratmi untuk mendapatkan surat keterangan pindah pun tidak diberikan.
Untuk menghindari razia kartu identitas, Suratmi hanya berbekal fotokopi KTP yang diperoleh secara diam-diam dari sahabatnya yang bekerja di kantor desa.
"KTP saya diambil, alasannya saya tidak boleh tinggal di sini. Kepala desa bilang, silakan keluar. Surat pengantar juga tidak diberikan. Saya memang belum sempat mengurus karena sampai saat ini saya tidak punya uang untuk mengurusnya," ungkap dia.
Selama kembali ke pulau Jawa, keluarga Suratmi mengaku tidak pernah menerima bantuan dari Kementerian Sosial, padahal pihak kementerian pernah menjanjikan akan memberikan bantuan sebesar Rp 10.000 per orang setiap harinya.
Suratmi pernah mencoba menanyakan hal tersebut, namun tidak ada respon yang diberikan oleh pihak kementerian.
"Pihak Kemensos hanya janji tapi tidak direalisasikan. Padahal pihak Kemensos menjanjikan akan memberi uang Rp 10.000 per hari satu orang," tuturnya.
Tidak banyak harapan yang ingin disampaikan Suratmi kepada pemerintah. Dia tidak ingin pemerintah memberikan ganti rugi atas segala perlakuan diskriminasi yang dirasakannya selama ini.
Suratmi meminta Pemerintah mengembalikan haknya sebagai warga negara agar bisa memiliki kartu identitas sebagai tanda bahwa dirinya masih menjadi bagian dari Indonesia.
Dia juga menagih janji pemerintah yang akan menjamin dan mendampingi seluruh warga eks Gafatar agar diterima kembali di kampung halamannya.
"Sejak saat itu (evakuasi) sudah tidak ada lagi kontak dengan pemerintah. Dilepas begitu saja. Harapan saya hanya ingin bisa mengurus KTP lagi karena saya warga negara indonesia dan saya ingin kembali diterima di masyarakat," kata Suratmi. (Kompas.Com)