Kota Balikpapan Masih Dikaji Full Day School

Jika hasil kajian manfaat yang dapat lebih banyak maka pemkot siap mengikuti

Editor: Agustinus Sape
tribun kaltim
Siswa Sekolah Dasar Bermain Piano_NEVRIANTO HARDI PRASETYO 

WAKIL Walikota Balikpapan Rahmad Mas'ud menilai pemberlakuam harus melalui kajian, sebab untuk menerapkan sistem tersebut membutuhkan persiapan matang. Berdasarkan kajian tersebut, nantinya terlihat manfaat yang akan didapatkan dari penerapan full day school. Jika hasil kajian manfaat yang dapat lebih banyak maka pemkot siap mengikuti. Sebaliknya jika manfaat yang diperoleh juga tidak banyak dipastikan masyarakat juga menolak.

Dikemukakan, dalam sebuah kebijakan sangatlah wajar apabila ada sisi negatif dan positifnya. Karena itu, dia mengimbau para orangtua maupun siswa SD dan SMP tidak terlalu memikirkan rencana penerapan full day school karena masih membutuhkan pengkajian yang sistematis dan baru menjadi sebuah wacana.

Menurut Rahmad, gagasannya mengenai penambahan jam belajar di sekolah berasal dari sekolah-sekolah swasta yang telah lebih dulu terapkan konsep tersebut. Penerapan full day school menjadi rujukan di sekolah negeri dan umum lainnya.

Sebelumnya, Muhaimin, Kepala Dinas Pendidikan Kota Balikpapan ketika ditemui Tribun mengatakan sekolah dari pagi sampai sore atau full day school masih sekadar wacana. Namun pihaknya siap menerapkan full day school jika nantinya memang diinstruksikan oleh Kemendikbud.

"Mungkin masih membutuhkan respon balik dari kabupaten kota atau darimanalah. Secara resmi edaran soal itu belum ada yang disampaikan ke seluruh kabupaten kota. Sekarang juga masih pro kontra kan," ujarnya Selasa (9/8/2016).

Di Balikpapan sendiri sebenarnya sudah ada beberapa sekolah yang menerapkan konsep pembelajaran dari pagi hingga sore. Rata-rata sekolah tersebut memiliki asrama dan sistem pendidikannya berbasis keagamaan. Menurutnya, sistem full day school sebenarnya memiliki dua sisi yang dapat ditelaah, baik negatif maupun positifnya.

"Tentu plus minusnya juga ada. Kalau menurut saya mungkin kalau misalnya dilaksanakan full day school, semua tugas-tugas itu selesai di sekolah. Artinya besok tinggal memikirkan kegiatan-kegiatan lain. Tapi kalau tidak full day school tugas PR harus dikerjakan di rumah, kemudian waktu di sekolah juga kurang karena hanya sampai jam 1 atau jam 2.

Bagi anak-anak yang tidak suka dengan yang seperti itu kan pasti melelahkan. Takutnya anak menjadi jenuh, apalagi anak-anak yang misalnya usia SD. "Jangankan begitu, kita aja yang kerja hanya 9 jam itu aja kadang-kadang ada titik jenuh, padahal kita tidak setiap saat bekerja," ujarnya.

Muhaimin berpendapat pola pembelajaran kepada anak sebaiknya jangan terlalu ditekankan karena mereka memiliki hak untuk bermain. Pembelajaran yang saklek ujar Muhaimin hanya akan membuat anak jenuh sehingga nantinya muak untuk belajar. (m19/m11/dha/rad)

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved