Memberi "Diagnosa" pada Anak

Bila dalam usia belia anak-anak sudah terlibat dalam kasus-kasus kriminal, maka lampu merah sudah di depan mata.

Editor: Agustinus Sape
Pos Kupang/maksi marho
CURANMOR-- Para pelaku curanmor mengenanakan baju biru dengan wajah menghadap mobil reskrim di Mapolres Kupang Kota, Rabu (20/7/2016) siang 

KASUS pencurian sepeda motor dari hari ke hari kian marak. Kota ini semakin banyak memikul dosa penghuninya. Selain pelakunya adalah orang dewasa, anak-anak tak ketinggalan. Kondisi ini tentu saja membuat kita gerah, sedih bahkan berkecil hati. Bahwa di kota kita ini kasus pencurian yang melibatkan anak-anak sudah sangat parah.

Bila dalam usia belia anak-anak sudah terlibat dalam kasus-kasus kriminal, maka lampu merah sudah di depan mata. Tanggung jawab sosial menjadi semakin berat dan membutuhkan langkah- langkah penanganan secara cepat dan tepat.

Jika kita lambat menangani, maka anak-anak ini akan terus terperosok dalam lembah yang kelam. Mulailah sekarang kita berpikir untuk "menarik" mereka dari kekelaman ini.

Perhatian pertama tentu pada orangtua yang melahirkan mereka. Orangtualah kita harapkan "memanggil" mereka untuk kembali ke rumah. Mungkin saja anak-anak ini kurang mendapat perhatian, bimbingan bahkan tak ada kasih sayang.

Atau pola pendidikan yang dilakukan orangtua terlampau kelewat. Misalnya, menerapkan pola pendidikan yang keras bukan tegas. Anak-anak kemudian memilih meninggalkan rumah dan menjadikan komunitas sebagai tempat untuk melampiaskan kekesalan pada orangtua yang tak adil, setidaknya dalam perspektif mereka.

Kita berharap semua pihak dapat mengambil peran. Berulangkali Presiden Joko Widodo mengatakan, ketika sebuah persoalan mencuat dan menjadi ranah publik, maka di situlah negara harus hadir.

Negara harus bisa menunjukkan perannya dalam menangani setiap persoalan. Negara harus bisa mengadvokasi. Karena itu peran negara melalui aparat kepolisian sangat kita harapkan. Apakah anak-anak ini patut dihukum atau dengan cara yang lain yang lebih manusiawi. Pendekatan hukum positif berlaku bila kondisi memang sangat akut dan tak bisa ditangani. Pendekatan itu bisa jadi lebih manusiawi karena mereka akan mendapat pembinaan dan memberi efek jera.

Tapi, ketika hukuman itu tak memberinya dampak, maka untuk apa ia menjalaninya? Buktinya, ada beberapa kasus justru melibatkan mereka yang baru kembali dari hukuman di lembaga pemasyarakatan. Ini menunjukkan bahwa hukuman melalui lembaga peradilan tak mempan. Tak ada efek positif yang diterimanya.

Dalam usia yang belia ini kita berharap mereka jangan diberi "stempel" berat berupa hukuman melalui proses persidangan. Tanpa persidangan pun mereka telah mendapatkan ganjaran sosial selain orangtuanya yang dinilai paling bertanggung jawab.

Dalam konteks ini anak-anak tengah "sakit". Mereka butuh diagnosa dan kemudian "pengobatan" yang mujarab dengan sosis yang pas. Jika salah diagnosa, maka persoalan tak akan habis. Justru akan menimbulkan rantai persoalan yang memusingkan semua pihak.*

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved