LIPSUS

Wah Semua Rumpon di Perairan NTT Ilegal

Sekitar 400 rumpon alias rumah ikan yang diduga dipasang nelayan lokal dan nelayan dari luar di perairan di NTT ternyata illegal karena tak berijin.

ist
ORCA - Kapal Orca yang melakukan operasi penertiban rum[on di peraiaran di NTT, akhir Juni 2016 lalu. 

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Sekitar 400 rumpon alias rumah ikan yang diduga dipasang nelayan lokal dan nelayan dari luar di perairan di NTT ternyata illegal karena tak mengantongi izin.

Rumpon itu akan dimusnahkan agar nelayan lokal yang selama ini gunakan teknik pemancingan ramah lingkungan tidak mengalami kerugian.

Tahap awal, tim operasi rumpon sudah memusnahkan empat rumpon yang ada di Laut Hindia Selatan, Pulau Timor tanggal 19 Juni 2016. Sekretaris Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Provinsi NTT, Wan Nurdin mengungkapkan hal itu kepada Pos Kupang di Kupang, Jumat (24/6/2016).

"Yang pasang rumpon itu kebanyakan nelayan dari luar NTT seperti dari Sinjai, NTB dan Bali. Nelayan lokal juga ada. Semua rumpon itu memang tidak punya izin, sehingga harus dimusnahkan karena melanggar Permen KP 26," kata Wan.

Menurut Wan, selain tidak berizin, pada umumnya alat tangkap yang digunakan saat menangkap ikan di rumpon itu tidak ramah lingkungan.

"Kalau pakai alat tangkap pancing, pole and line tidak apa-apa karena ramah lingkungan. Tapi kalau pakai purse seine maka semua jenis ikan yang ada di rumpon itu baik yang kecil, sedang, besar bahkan apapun akan diambil semua. Akhirnya nelayan yang menggunakan alat tangkap sederhana tidak bisa dapat ikan lagi," kata Wan.

Setelah ditertibkan, demikian Wan, pemerintah hendaknya menata ulang rumpon dan menempatkan kembali rumpon di sejumlah perairan di NTT sesuai aturan. Kemudian izinkan siapa saja nelayan bisa tangkap ikan di rumpon itu menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan.

"Nelayan yang tergabung dalam HNSI siap mendukung dan bekerjasama untuk melakukan penertiban rumpon illegal. Kalau Kapal Napoleon masih rusak, nelayan siap memberikan kapalnya untuk operasi penertiban rumpon," tawar Wan.

Wan juga mengkritisi pemerintah yang hingga kini terkesan belum maksimal memberikan perhatian kepada nelayan. Padahal program pemerintah saat ini lebih fokus pada kemaritiman dan prioritas ke wilayah Indonesia Timur.

Pasalnya, masih ada pemberian bantuan kapal ikan yang tidak tepat sasaran, masih minim peningkatan SDM nelayan dan minimnya solar packed dealer nelayan (SPDN).

"Kami harap tahun ini SPDN sudah bisa beroperasi sehingga membantu nelayan untuk membeli solar buat kapalnya melaut," kata Wan.

Selama ini, kata dia, nelayan di Tenau kesulitan mendapatkan solar sehingga harus membeli dari pengecer dengan harga Rp 6.000 per liter dari harga normal Rp 5.150 per liter.

"Jadi setiap liter kami menambah Rp 850. Untuk kapal 30 GT, sekali beroperasi butuh 600 liter, sampai perairan Larantuka butuh 2 ton solar. Coba saja sudah berapa liter yang harus kami keluarkan untuk sekali berlayar," kata Wan.

Untuk sumber daya manusia (SDM) nelayan masih di bawah rata-rata itu harusnya terus dibina.

"Ada nelayan yang hanya lulusan SD, SMP sehingga kami butuh peningkatan SDM. Misalnya pelatihan tentang manajemen keuangan agar kami bisa tahu dan paham bagaimana pemasaran dan pengaturan uang dengan lebih baik. Tolong, jangan bosan memberi sosialisasi kepada nelayan," kata Wan.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved