Mendagri Tegur Ahok yang Sebut BPK Ngaco
"Kalau belum-belum sudah enggak mau membangun komunikasi dengan baik, implikasinya bisa panjang," kata Tjahjo.
POS KUPANG.COM, JAKARTA --Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo menegur Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang menyebut Badan Pemeriksa Keuangan "Ngaco".
Tjahjo menilai, ucapan seperti itu harusnya tidak keluar dari seorang kepala daerah.
"Seluruh kepala daerah harusnya saling menghargai, membangun komunikasi yang baik dengan semua lembaga apakah itu kepolisian, kejaksaan atau BPK," kata Tjahjo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (15/4/2016).
Jika Ahok memang tidak terima dengan audit BPK terkait pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras, kata Tjahjo, hal tersebut sebaiknya disampaikan melalui klarifikasi langsung ke pimpinan BPK. Pernyataan tersebut tak perlu dilontarkan di media massa.
"Kalau belum-belum sudah enggak mau membangun komunikasi dengan baik, implikasinya bisa panjang," kata Tjahjo.
Politisi PDI-P ini berharap kedepannya Ahok bisa lebih menjaga ucapannya yang disampaikan kepada media.
Menurut dia, gaya komunikasi Ahok yang menyerang berbagai pihak, termasuk menyerang lembaga negara, tidak baik jika ditonton oleh masyarakat luas. "Mulutmu harimaumu," kata Tjahjo.
Ketika berada di KPK, Selasa (12/4/2016), Ahok mengatakan bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menilai tidak ada kerugian negara dalam pembelian lahan RS Sumber Waras.
"Sekarang saya ingin tahu, KPK mau tanya apa, orang jelas BPK-nya ngaco begitu kok," kata Ahok sebelum diminta keterangan KPK.
Kasus RS Sumber Waras bermula saat Pemprov DKI membeli lahan milik Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) senilai Rp 800 miliar pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan DKI 2014.
Oleh BPK, proses pembelian itu dinilai tidak sesuai dengan prosedur, dan Pemprov DKI membeli dengan harga lebih mahal dari seharusnya sehingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 191 miliar.
BPK juga menemukan enam penyimpangan dalam pembelian lahan Sumber Waras. Enam penyimpangan itu dalam tahap perencanaan, penganggaran, tim, pengadaan pembelian lahan RS Sumber Waras, penentuan harga, dan penyerahan hasil.
Meski demikian, Ahok tetap berpandangan bahwa tidak ada kerugian negara dalam pembelian lahan tersebut.*