Wajah Kumuh Pasar Tradisional
Penjual dan pembeli biasa berdesak-desakkan dengan anak dan remaja yang menjual jasa sebagai pendorong gerobak barang
Penulis: PosKupang | Editor: Dion DB Putra

POS KUPANG.COM - Kumuh, semrawut, bau amis, becek serta sesak berdesak. Kurang lebih demikianlah gambaran umum pasar tradisional di Indonesia termasuk di kampung besar Flobamora. Di pasar tradisional, para penjual bisa sesuka hati menjajakan barang dagangan di pinggir jalan, bukan di dalam lapak atau los pasar yang dibangun pemerintah.
Penjual dan pembeli biasa berdesak-desakkan dengan anak dan remaja yang menjual jasa sebagai pendorong gerobak barang, pengendara sepeda motor atau kendaraan roda empat yang lalu lalang di tengah keramaian pasar. Tempat jualan sayur dan buah bisa saja bercampur atau berdempeten dengan lokasi penjualan daging dan ikan. Khusus di lapak ikan dan daging, bau amis kerap menusuk hidung lantaran saluran air pembuangan tidak tertata dengan baik.
Jangankan di pelosok Nusa Tenggara Timur (NTT), kondisi serupa itu terjadi di pasar utama ibu kota provinsi ini, sebut misalnya Pasar Kasih Naikoten I Kupang. Kalau Anda berbelanja di Pasar Kasih dibutuhkan modal kesabaran kala berdesak-desakkan di dalam pasar. Bahkan sekadar mencari tempat parkir kendaraan pun bukan urusan yang mudah. Sisi kenyamanan bagi penjual dan pembeli memang masih jauh dari harapan.
Itulah sebabnya kita tidak begitu terkejut membaca warta dari Kota Ende tentang
tiga lapak tempat menjual ikan yakni dua lapak di Pasar Mbongawani dan satu lapak Pasar Potulando mubazir. Bahkan ada lapak ikan yang berubah fungsi sebagai warung kopi dan tempat orang bermain kartu. Sebagaimana dilaporkan harian ini, para penjual lebih memilih menjual ikan di luar lapak dengan tenda yang mereka bangun sendiri ketimbang memanfaatkan lapak parmanen yang telah dibangun pemerintah.
Menurut penjual di Pasar Mbongawani, mereka tinggalkan lapak permanen itu karena jualannya tidak laku. Selain itu tidak semua penjual menempati lapak. Maka ramai- ramailah mereka menjual di luar lapak dan itu terus berlangsung sampai sekarang. Lapak yang dibangun dengan dana ratusan juta rupiah tidak dimanfaatkan.
Pihak pemerintah seperti diungkapkan Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Ende, Ir. Don Randa Ma, sudah 20 kali melakukan pendekatan kepada para penjual ikan di Pasar Mbongawani agar menempati lapak yang telah disediakan pemerintah. Namun, hal itu tidak berjalan sebagaimana mestinya. Artinya, pemerintah belum berhasil meyakinkan penjual ikan untuk memanfaatkan fasilitas tersebut.
Bisa dipastikan masih ada benang kusut di sana yang harus diurai. Pemerintah tidak boleh menyerah dengan alasan sulit menertibkan para penjual ikan. Edukasi kepada penjual dan pembeli mesti terus bergulir agar mereka mau menggunakan fasilitas yang ada demi kenyamanan bersama.
Menata pasar tradisional yang bersih, nyaman dan aman bukan perkara gampang karena tidak semata terkait dengan urusan fisik. Perilaku di pasar juga mencerminkan budaya masyarakat setempat. Mesti menjadi ikhtiar bersama untuk menjadikan wajah pasar tradisional kita jauh dari kondisi kumuh, semrawut, becek dan bau amis.*