LIPSUS
Guru Masih Sulit Menilai Siswa
Kemendikbud RI menetapkan sejumlah sekolah mulai dari tingkat SD hingga SMA di Kota Kupang menerapkan Kurikulum 2013 (K-13).
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI) menetapkan sejumlah sekolah mulai dari tingkat SD hingga SMA di Kota Kupang menerapkan Kurikulum 2013 (K-13).
Sampai memasuki tahun ketiga pelaksanannya, ternyata masih ada guru di Kota Kupang yang kesulitan menilai para siswanya.
Kesulitan terjadi karena banyaknya aspek untuk menilai seorang siswa. Dalam penilaian, seorang guru harus benar-benar mengenal anak didiknya. Ada empat aspek yang harus dinilai seperti spiritualitas, sosial, pengetahuan dan keterampilan.
Aspek- aspek ini harus masuk dalam penilaian terhadap setiap siswa yang tentu saja berbeda antara satu siswa dengan siswa lainnya.
Di Kota Kupang, ada 13 dari 138 sekolah dasar (SD) yang menggunakan K13 dalam kegiatan belajar mengajar (KBM). Untuk tingkat SMP ada enam dari 57 sekolah, SMA empat dari 47 sekolah dan SMK tiga dari 24 sekolah yang menggunakan K-3. LPMP NTT akan mengusulkan lagi 20 SD, 9 SMP, 6 SMA dan 4 SMK di Kota Kupang ke Kemendikbud untuk menerapkan K-13.
"Kami di SDN Bimoku sudah terapkan K-3. Perbedaan paling nyata yakni soal penilaian terhadap peserta didik," kata Kepsek SDN Bimoku, Ismael Paulus Non, S.Pd, Selasa (2/2/2016). Menurut Ismael, salah satu kendala yang dialami guru selama ini adalah kesulitan menilai siswa. Cara penilaian dalam K-13 berbeda dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006.
"Dalam K-13 itu kita menilai siswa selama satu semester termasuk perilakunya. Ada penilaian dengan angka dan juga deskripsi atau secara kualitatif dan kuantitatif. Soal penilaian harus bisa disiasati agar tidak menyulitkan guru. Perlu pelatihan sehingga penilaian ke depan tidak jadi kendala lagi," harap Ismael.
Hal yang sama disampaikan sejumlah guru SMA di Kota Kupang. Mereka menyambut baik keputusan pemerintah melaksanakan K-13. Namun, mereka butuh pelatihan agar tidak kesulitan dalam menilai siswa.
Berbeda dengan sekolah lainnya. Di SMAN 7 Kupang, penerapan K-13 sudah berjalan baik bahkan sekolah melakukan workhsop atau pelatihan bagi guru dengan mendatangkan instruktur yang berkompeten.
Kepala SMAN 7, Drs. Vinsensius Sasi, M.Pd, mengatakan, sekolahnya sejak awal menerapkan K-13 selalu proaktif mendatangkan instruktur untuk melatih para guru. "Kami juga saat itu alami kesulitan soal penilaian dan kami semua berusaha sekuat tenaga agar bisa beri nilai kepada anak-anak," katanya.
Siswa Lebih Aktif
Ada beberapa kepala sekolah di Kota Kupang yang memberikan nilai plus bagi K-13. Pasalnya, selain menitikberatkan pada pembentukan karakter, dalam implementasi K- 13, siswa jauh lebih aktif dalam proses KBM di kelas.
"Dulu kalau masih menggunakan KTSP siswa hanya duduk dengar dan catat. Sekarang mereka aktif mulai dari diskusi kelompok, presentase sampai aktif mencari buku refrensi lain yang berkaitan dengan materi yang dipelajari.
Proses KBM di kelas pun menjadi lebih dinamis karena sudah tidak satu arah lagi melainkan dua arah," ungkap Kepala SMAN 3 Kupang, Selfiana Dethan.
Hal senada diungkapkan Kepala SMAK Giovanni Kupang, Romo Yasintus Efi, Pr.
Baginya, dalam K-13, siswa diberikan ruang lebih guna mengekspresikan kemampuannya. Hal ini berdampak pada perubahan suasana KBM di kelas menjadi lebih interaktif. "Sejauh ini saya melihat penerapan kurikulum K-13 di sekolah ini cukup baik. Para siswa menjadi lebih percaya diri untuk mengekspresikan kemampuan mereka," ujar Romo Sintus.
Hal ini dikuatkan lagi Kepala SMAN 4, Drs. Agustinus Bire Logo. Ia mengatakan, para siswa lebih bertanggungjawab dengan apa yang menjadi kewajibannya. "Sekarang siswa yang bandel dan suka bolos sudah berkurang. Memang masih ada satu dua orang yang bandel tetapi tidak sebanyak dulu.
Selain itu, cara berseragam mereka juga sudah lebih rapi. Proses KBM di kelas juga saya lihat sudah tidak didominasi oleh guru lagi. Para siswa sudah terbiasa berdiskusi dan presentase di depan kelas. Hal ini sangat baik untuk melatih kepercayaan diri mereka saat tampil di depan umum nantinya," ungkap Bire.
Mengenai kendala dalam penerapan kurikulum K13, ketiganya mengeluhkan keterlambatan pengiriman buku dan jumlah buku yang terbatas sehingga harus pengadaan lagi menggunakan dana BOS.
"Aduh! tahun pertama menggunakan Kurikulum K-13 kami dihadapkan pada masalah keterlambatan buku dan jumlah buku yang jauh dari kata mencukupi. Tidak hanya itu, pemahaman guru mata pelajaran tentang K-13 yang belum memadai membuat tahun pertama penerapannya berjalan cukup sulit. Namun di tahun kedua dan ketiga ini, kami rasa sudah semakin baik," ujar Dethan.
"Para guru sudah memahami dengan baik tentang K-13. Sisa distribusi buku K-13 yang masih saja terlambat dan kurang. Tahun ini untuk kelas XII buku wajib siswa K- 13 baru tiba di sekolah bulan Oktober 2015. Selain itu untuk buku wajib kelas X kita masih kekurangan 200 buku dan kelas XI kekurangan 100 buku," ungkap Dethan.
Keterlambatan dan kekurangan buku wajib siswa juga dialami di SMA Katolik Giovanni Kupang. Untuk kelas X dan XI SMAK Giovanni masih kekurangan 10 buku wajib siswa. Sedangkan kelas XII mengalami keterlambatan pengiriman buku wajib siswa hingga bulan Oktober 2015.
Di SMAN 4, buku wajib yang kurang disiasati dengan melakukan pengadaan dengan dana BOS. "Untuk kelas XII sama sekali kita tidak mendapatkan buku wajib siswa karena adanya kesalahan data administrasi yang mengatakan sekolah kami merupakan sekolah mandiri. Baru bulan November 2015 kita melakukan pengadaan dengan menggunakan dana BOS untuk buku wajib siswa. Hal ini jelas sangat mengganggu proses KBM dan persiapan para siswa kelas XII dalam menghadapi UAN tahun ini," ungkapnya.
Kepala SMAN 1 Kupang, Bapa Muda, mengatakan, pada prinsipnya sekolahnya siap melaksanakan K-13. Kurikulum ini, katanya, pernah dilaksanakan satu semester.
"Semua insfrastruktur di sekolah ini siap karena guru juga pernah mendapat bimbingan teknis mengenai pelaksanaan K-13," katanya. (yel/din/ira)