Polisi Tangkap Wakil Ketua KPK

Ada Rekayasa dalam Penetapan Status Tersangka Bambang Widjojanto?

Penetapan status tersangka Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Bambang Widjojanto, yang serba cepat menyisakan banyak pertanyaan.

Editor: Alfred Dama
KOMPAS.com/Indra Akuntono
Mantan Wakil Kapolri Komjen Pol Purn Oegroseno 

POS KUPANG.COM, JAKARTA -- Penetapan status tersangka Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Bambang Widjojanto, yang serba cepat menyisakan banyak pertanyaan.

Bahkan, ada dugaan jika penetapan tersangka ini penuh rekayasa. Dugaan tersebut disampaikan oleh mantan Wakil Kepala Polri Komjen Pol Oegroseno saat dihubungi, Jumat (23/1/2015) malam.

Salah satu hal yang cukup mencurigakan jangka waktu penetapan status tersangka Bambang. "Ini ada rekayasa, jelas rekayasa," kata Oegroseno.

Bambang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan memerintahkan memberikan keterangan palsu kepada saksi-saksi dalam sidang sengketa pilkada Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi pada tahun 2010.

Adapun pihak yang melaporkan Bambang yaitu politisi PDI Perjuangan sekaligus mantan calon Bupati Kotawaringin Barat, Sugianto Sabran. Sugianto melaporkan kasus ini pada 19 Januari 2015 ke Bareskrim Polri.

Bareskrim lantas membentuk tim dan bekerja ekstra kilat. Hanya dibutuhkan waktu empat hari untuk menetapkan Bambang sebagai tersangka dan pada akhirnya Bambang 'dijemput' tim penyidik setelah mengantarkan anaknya sekolah di sebuah kawasan di Depok, Jawa Barat.

"Pelapor dulu pernah mencabut laporannya, dan dibikin pelaporan baru. Ini namanya polisi cari pelaporan baru namanya," kata dia.

Selain itu, Oegroseno juga menyoroti soal proses penangkapan Bambang. Menurut dia, seharusnya penyidik tidak bisa menangkap Bambang begitu saja. "Seharusnya ada upaya pemanggilan pertama, pemanggilan kedua, pemanggilan ketiga. Baru kalau tidak ada respon ditangkap," katanya.

Oegroseno mengingatkan, penyidikharus bertindak secara profeional dalam menyelesaikan kasus ini. Penyidik tidak bisa hanya bekerja berdasarkan keterangan lisan pelapor. Para penyidik harus melakukan kroscek ulang serta gelar perkara untuk memastikan apakah kasus ini layak ditingkatkan statusnya dari penyelidikan menjadi penyidikan atau tidak.

"Jadi semua harus jelas laporan kapan, gelar TKP (tempat kejadian perkara) dimana, harus jelas," katanya.

Sebelumnya, saat dijumpai di Mabes Polri, Sugianto mengatakan dirinya kembali melaporkan kasus yang menimpa dirinya ini setelah ia mendengar pernyataan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar, yang pernah duduk satu mobil dengan Bambang Widjojanto.

Peristiwa itu terjadi saat Bambang masih menjadi advokat. Ketika itu, Bambang masih membela pasangan calon Bupati-Wakil Bupati Kotawaringin Barat, Ujang Iskandar-Bambang Purwanto dalam sidang sengketa Pilkada Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi pada 2010.

Adapun, jeda pernyataan Akil dengan waktu pelaporan Sugianto terbilang cukup lama. Pernyataan tersebut dilontarkan, ketika Akil diminta tanggapan atas kesiapannya dalam menghadapi sidang tuntutan atas kasus yang menimpa dirinya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, 16 Juni 2014 silam.

Pernyataan Akil itulah yang menjadi salah satu landasan pelaporan Bambang ke Bareskrim Polri. "Ya, kalau ini rekayasa, ini bilang katanya, ya tidak bisa. Polisi tidak bisa katanya-katanya. Hanya pengadilan yang bisa dipakai sebagai bahan rujukan," tegas Oegroseno.

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved