Calon Kapolri
Demokrat: Kami Menolak Budi Gunawan karena Ingin Melindungi Presiden
Proses yang berjalan tetap dihormati meski Fraksi Demokrat menolak pencalonan Budi sebagai Kapolri karena statusnya sebagai tersangka kasus korupsi.
POS KUPANG.COM, JAKARTA -- Fraksi Partai Demokrat menghargai keputusan Komisi III DPR yang menyetujui Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kapolri menggantikan Jenderal Pol Sutarman.
Proses yang berjalan tetap dihormati meski Fraksi Demokrat menolak pencalonan Budi sebagai Kapolri karena statusnya sebagai tersangka kasus korupsi.
"Hanya Fraksi Demokrat yang minta fit and proper test dihentikan. Kami menghormati mereka, kami tidak ikut rapat pleno karena kami ingin memberikan preseden baik," kata anggota Komisi III DPR, Erma S Ranik, di Kompleks Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/1/2015).
Erma menjelaskan, Fraksi Demokrat menolak Budi setelah KPK memberikan status tersangka kepadanya. Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, kata Erma, Demokrat masih mendukung Budi.
Bagi Erma, akan jadi preseden buruk saat calon Kapolri menyandang status tersangka. Terlebih kasus yang disangkakan adalah korupsi yang masuk dalam kategori kejahatan luar biasa.
"Kita tidak ada masalah sama Budi Gunawan. Demokrat menolak karena ingin melindungi Presiden (Joko Widodo)," ujarnya.
Selanjutnya, kata Erma, Fraksi Demokrat meminta Presiden segera menyikapi masalah serius ini. Ia menilai sudah waktunya bagi Jokowi mengeluarkan keputusan untuk mengganti Budi dengan figur lain yang lebih berintegritas dan jauh dari sangkaan pelanggaran hukum.
"Kita ingin Presiden bersikap, jangan sembunyi-sembunyi lagi, segera keluar. Ini situasi genting, pucuk pimpinan tertinggi polisi ditetapkan sebagai tersangka, dan alangkah pantasnya kalau Presiden menarik surat (membatalkan pencalonan Budi)," ucapnya.
Bukan hanya melanjutkan proses seleksi, Komisi III DPR bahkan menyetujui Budi Gunawan menjadi kepala Polri. Keputusan itu diambil secara aklamasi.
KPK belum menjelaskan substansi perkara yang menjerat Budi. KPK hanya menyebut Budi menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji selama menjabat Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi Sumber Daya Manusia Polri periode 2003-2006 dan jabatan lainnya di kepolisian.
KPK menjerat Budi dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b, Pasal 5 ayat 2, Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Budi terancam hukuman maksimal penjara seumur hidup jika terbukti melanggar pasal-pasal itu.
Terkait pengusutan kasus ini, KPK sudah minta ke Kementerian Hukum dan HAM agar Budi dicegah bepergian ke luar negeri.
KPK telah menerima pengaduan masyarakat terhadap Budi pada Agustus 2010. Pengaduan itu dipicu LHA transaksi dan rekening mencurigakan milik sejumlah petinggi kepolisian yang diserahkan PPATK ke Mabes Polri. Nama Budi muncul sebagai salah satu petinggi yang diduga punya rekening tak wajar.
Hasil penyelidikan Polri atas LHA PPATK itu, tak ditemukan tindak pidana, termasuk terhadap rekening dan transaksi keuangan Budi. Namun, KPK tidak mendiamkan laporan pengaduan masyarakat itu.