Kasus Pembebasan Tanah Manulai II

Philipus: Jefta Bengu Diperalat Atasannya

Pejabat Pemkot Kupang dan DPRD Kota Kupang, harus bertanggung dan dijadikan tersangka dalam kasus pengadaan tanah di Kelurahan Manulai 2 tahun 2007

POS KUPANG/MUHLIS AL ALAWI
Istri Jefta Bengu (Kepala Bagian Umum Sekretariat Kota Kupang), Dorythia B Bengu-Weo (pertama kiri) menyaksikan penandatanganan berita acara pemasukan uang pengembalian kerugian negara ke kas negara di Bank Mandiri Urip Sumoharjo Kupang, Jumat (27/6/2014) siang. 

POS-KUPANG.COM, KUPANG -- Pejabat Pemerintah Kota (Pemkot) Kupang dan DPRD Kota Kupang, dalam hal ini Pimpinan dan Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Kupang, harus bertanggung jawab dan  dijadikan tersangka dalam kasus pengadaan  tanah di Kelurahan Manulai 2, Kecamatan Alak, Kota Kupang tahun 2007.

Pernyataan ini disampaikan oleh penasehat hukum tersangka Yefta Bengu, yaitu Philipus Fernandes, S.H, saat ditemui di Pengadilan Tipikor Kupang, Kamis (24/7/2014). Menurut dia, Jefta Bengu hanya diperalat atasannya di Pemkot Kupang dan DPRD Kota Kupang dalam kapasitasnya sebagai Kepala Bagian Umum Sekretariat Kota Kupang untuk mengeluarkan uang atas perintah dan sepengetahuan pimpinannya kala itu.

"Dalam keterangan Pak Jefta, selaku pengguna anggaran mengeluarkan  cek, kemudian diserahkan kepada Pak Demos Rame Hawu (Kabag Tata Pemerintahan Sekot Kupang saat itu) untuk menyerahkan uang ke tuan  tanah. Untuk mengeluarkan dana ini atas persetujuan Pemkot dan DPRD," kata Philipus.

Ia menjelaskan, Jefta mengeluarkan dana sesuai keputusan Pemkot dan DPRD Kota Kupang, maka dalam struktur organisasi atau tata kepemerintahan birokrat di pemkot, Jefta Bengu hanya sebagai alat atau diperalat.

"Selaku pengguna anggaran, klien kami disebut sebagai bendahara daerah. Pemkot dan DPRD Kota Kupang membuat keputusan untuk menambah dana kepada tuan tanah sebagai uang ganti rugi. Ada perintah yang diberikan kepada Jefta untuk mengeluarkan dana. Sebagai bawahan, klien kami tidak bisa melawan," jelas Philipus.

"Jefta Bengu bagian kecil saja dalam rangkaian perbuatan itu. Ada yang paling bertanggung jawab dalam kasus ini. Kalau dia (Jefta Bengu) mengeluarkan uang atas kemauan sendiri, saya akui itu salah, tapi ini ada perintah," ungkap Philipus.

Tentang pemeriksaan lanjutan terhadap Jefta, Philipus mengatakan, saat ini kliennya masih sakit dan sudah sampaikan surat resmi kepada Kejaksaan Tinggi NTT.

"Kalau sudah sembuh saya yang antar ke Kejati NTT untuk diperiksa. Saat ini masih sakit sehingga kami mohon pengertian dari Kejati NTT," ujarnya.

Informasi yang diperoleh di Pengadilan Tipikor Kupang menyebutkan, ada tanda tanya besar sejumlah pihak soal  pengembalian dana pengadaan tanah di Manulai 2 oleh Jefta Bengu sebesar Rp 1.260.000.000 (Rp 1, 2 miliar).

Dana tersebut apakah murni dari Jefta atau dari pihak lain. Sebab, pengembalian dana itu menunjukkan bahwa benar Jefta sendiri melakukan tindak pidana korupsi. Namun, pengembalian dana itu akan dibuktikan lagi dalam persidangan di Pengadilan Tipikor.

Untuk diketahui,  hasil penghitungan tim penyidik Kejati NTT menyebutkan kerugian negara pembebasan 42 hektar tanah di Manulai II, Kota Kupang, mencapai Rp 1,260 miliar.

Jumlah kerugian negara itu dihitung dari pembayaran kedua yang dilakukan Pemerintah Kota Kupang kepada pemilik tanah pada tahun anggaran 2010. Kerugian negara sudah jelas Rp 1,260 miliar. Pasalnya, tahap pertama sudah dibayar dari pemerintah Kota Kupang kepada pemilik tanah pada tahun anggaran 2007 sebesar Rp 240 juta.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved