Catatan Sepak Bola

Multikulturalisme Bola Kaki

Tak ada olahraga yang popular sepertinya. Bola kaki menghipnosis manusia.

Editor: Benny Dasman
zoom-inlihat foto Multikulturalisme Bola Kaki
Net
Maskot Piala Dunia Brasil

Oleh Gabriel Adur SVD

Put your flags up in the sky (put them in the sky), And wave them side to side ( side to side), Show them world where you are from .Show the world w are one ,  one love, one  life.  (Dari  lagu piala Dunia ke-21 di Brasil, Jeniffer Lopez dan Pit Bull "we are one")

TAK dapat terpungkiri, kita sudah, sedang dan akan selalu jatuh cinta pada bola kaki. Sepak bola menjadi olah raga yang seksi dan eksotik bagi pecintanya. Seksi dan merangsang untuk dimainkan. Eksoktik untuk dijadikan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari hidup. Meski kadang juga sepak bola membuat orang bisa melek. Tak ada olahraga yang popular sepertinya. Bola kaki  menghipnosis manusia.

Ini adalah sebuah keajaiban. Sebuah penemuan yang sangat luar biasa dari manusia. Bahkan orang menyebut bola sebagai agama alternatif. Di negara-negara Amerika Selatan seperi Mexico dan Brasil, bola kaki  menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan. Tiada hari tanpa bermain bola. Brasil dan bola kaki adalah  identitas bangsa tak terpisahkan.

Di negara-negara Eropa Barat seperti German dan Belanda, Perancis, Inggris, Italia dan Spanyol, bahkan  bola sudah  menjadi   bagian dari hidup dan bisnis yang sangat mahal.

Menelusuri Filosofi Bola Kaki
Setiap orang memiliki pluralitas cara  pandangan filosofis terhadap olah raga. Perspektif yang majemuk ini juga bisa menganimasi dan memengaruhi pula cara pandang terhadapnya. Bola kaki yang dinodai oleh kecurangan dan taktik yang bisa mencederai lawan. Skandal-skandal  dan manipulasi seperti yang dilakukan FIFA dan klub-klub besar di Eropa  dalam beberapa tahun terakhir, membuat Umberto Eco menilai bola sebagai sebuah kepercayaan dan agama  manusia yang sia-sia.


Lebih Jauh, filsuf modern  berkebangsaan Italia  ini melihat bola kaki sebagai opium  yang meracuni kesadaran nurani manusia. Ungkapan ini taklah berlebihan, Eco mengalami dan mengikuti berbagai bentuk skandal dalam persepakbolaan negaranya.  Belum lagi tifosi dan  holigans  bola kaki yang tak sungkan-sungkan menciptakan kebrutalan dan tindakan-tindakan kriminal.


Berbeda dengan pendapat Eco, Albert Camus melihat bola kaki sebagai sebuah guru moralitas. Artinya, bola kaki mengajarkan manusia tentang moralitas. Dalam pandangan filosofisnya, bola kaki bisa menjadi sebuah etika dalam menyikapi hubungan antara manusia. Bola kaki, dalam perspektif filosofisnya, mengedepankan kebersamaan dalam berbagai keunikan manusia. Olahraga yang mengedepankan tim. Artinya, kemampuan individu para pemain, menjadi kekuatan untuk menghidupi tim.

Pemikiran eksitensialis Camus berbeda dengan Jean Paul Sartre yang melihat dalam permainan bola kaki individualitas sangat dipentingkan dalam sebuah permainan. Bahkan dalam dialektika rasional, Sartre melihat bahwa kekuatan individu itu harus dimaksimalkan dalam mengalahkan tim lain. Baginya, tim lain adalah neraka dalam pertandingan sepak bola. Untuk mengalahkan tim lawan itu, Sartre lebih mengandalkan individualitas dalam pertandingan bola kaki.


Tidak mengurangi makna dari kritikan Umberto Eco, paling kurang Camus dan Satre  memberikan dua perspektif bola kaki yang  sangat urgen. Pertama, bola kaki adalah sebuah olah raga yang mengedepankan kerja sama, keharmonisan, dan kesediaan untuk saling membantu dan menguatkan tim (survival taktik of football). Kedua, dalam kerja sama tim itu, dibutuhkan skil-skil individu yang membuat kerja sama itu mencapai hasil. Termasuk  di dalamnya skil individu menjadi  spirit klub (der Teamgeist des Fussballs).

Bola Kaki: Duta Perdamaian Dunia
Dari karakter politisnya, bola kaki mengedepankan sebuah filosofi team work.  Kerja sama di tengah kemajemukan skil dan kemampuan  pribadi dan individu para pemain. 

Di klub-klub besar Eropa dari Bayern Muenchen hingga Barcelona, pemain-pemainnya memperlihatkan sebuah pesona bola yang tidak terbatas suku, agama, warna, kulit dan bangsa seorang pemain.  Pemain-pemain dari berbagai bangsa dan benua, dari berbagai suku dan bahasa disatukan dalam klub.

Dengan itu, sepak bola memiliki keajaiban. Daya magis olah raga ini menjadi tali pengikat keakraban bangsa-bangsa. Permainan yang merakyat ini, menjadi tali pengikat berbagai suku bangsa dan benua. Dalam sepak terjangnya sebagai olah raga terpopuler, bola kaki tak mengenal batas suku agama dan ras tertentu.

Dengan itu, bola kaki sudah menjadi bagian terpenting dari perkembangan dunia. Dalam perspektif politik internasional, bola menjadi duta perdamain.  Alex Bellos, Wartawan Bola Brasil, melihat bola kaki sebagai duta-duta perdamaian. Oleh karena, menurutnya, bola kaki meski menampilkan sebuah fair play yang memanusiawikan bola kaki.

Berdirinya Federasi Sepak Bola International (Federation International de Football Assiociation/FIFA) 21 Mei 1904, merupakan satu apresiasi positif atas multikulturalisme dalam olah raga ini. Pertama kali Uruguay pada tahun 1930 menjadi tuan rumah terselenggaranya  piala dunia pertama. Kali ini Brasil menjadi tuan rumah bagi penyelenggaraan piala dunia ke-21.

Ini adalah pesta multikultural kemanusiaan. Penyelenggaraan Piala Dunia menampilkan juga sebuah misi bahwa persaudaraan mengikat semua bangsa. Persaudaraan menginspirasi manusia untuk mengikat seluruh perbedaan dalam suasana kekeluargaan dan keakraban.

Sportifitas merupakan sebuah harga mahal yang tak ternilai dalam memaksimalkan kualitas bola kaki.  Aspek ini mengafirmasi misi bola kaki bahwa yang diutamakan bukan hanya untuk menjadi jawara. Lebih dari itu, melalui bola kaki kualitas dari cita rasa saling menghargai satu sama lain  dihidupi.

Menjadi juara dalam sebuah pesta akbar seperti ini merupakan keinginan dari setiap negara. Namun tidak menjadi alasan untuk menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan. Apalagi menggunakan trik dan taktik yang mencederai lawan.

Artinya, kekerasan bukan menjadi alat untuk memenangkan sebuah pertandingan.
Apresiasi terhadap multikulturalisme ini, tidak hanya dilakukan  para elite  politik berbagai bangsa yang bergandengan tangan dengan pemain-pemain bola kaki untuk menciptakan kampanye perdamaian ke seluruh dunia.  Kerap diva music international dengan sangat lapang dada bekerja sama dengan pahlawan lapangan hijau dalam mencapai tujuan ini.

Tahun 2010, Shakira, penyanyi beken asal Kolumbia menyanyikan hit untuk piala dunia di Afrika Selatan dengan lagunya Waka-Waka. Sebuah perpaduan musik dari Amerika Latin dan ritmus  tari Afrika Selatan yang khas. Harmonisasi musik dari dua benua membangkitkan sebuah nuansa indah. Hal itulah yang membuat lagu ini menjadi popular di chart musik internasional.

Kali ini kedua bintang musik  pop negara Paman Sam, Jennifer Lopez dan Pitbull sudah meliris sebuah lagu bertemakan persatuan dan persaudaraan. Lagu We are one (ole-ole) ini akan menjadi lagu piala dunia ke-21 nanti.  Sekretaris Jendral FIFA, Jerome Valcke, merespons kehendak baik dari kedua diva musisi internasional  ini sebagai sebuah pencitraan dan sekaligus sebagai keberpihakan pada dunia (bdk. Antara, 23/1/2014).

Tak ada yang lebih indah, ketika melodi lagu we are one (ole-ole) dilantunkan. Suara indah JeLo dan Pitbul berbaur denga liukan tubuh-tubuh seksi penari Samba, chiqitas dari Brasil.  Harmonisasi yang atraktif mengundang rasa. Menggugah diri, untuk kembali ke sebuah titik kesadaran; bola mampu membuat hidup menjadi lebih bermakna.

Moment-moment indah akan tiba, ketika kita tidak hanya menyaksikan kelihaian para pahlawan di lapangan hijau, memainkan si kulit bundar. Ketertajuban  juga terjadi  ketika air mata para pendukung tim jatuh terurai membuai wajah-wajah gemas  ketika timnya kalah. Air mata cinta akan tim jantung hati menaburkan sebuah kepiluan. Juga sedikit rasa cemburu berbalut sakit hati pada tim yang menang.

Menang kalah adalah biasa. Luar biasanya, kalau setiap kita/fans bola menerima dengan hati  dan lapang  dada akan kekalahan tim kesayangan. Serentak mengakui keunggulan tim yang menang. Meski ada kerinduan berpoles ego agar tim kita menang.  Bola kaki akan  merangsang nurani setiap pemujanya. Menarik hati setiap bolamania untuk memainkannya.

Bola kaki akan sangat  seksi  kalau kita bergandengan tangan menikmatinya dengan hati yang lapang. Serentak mengatakan tidak pada rasisme dan kekerasan demi multikultarisme yang mengikat persaudaraan manusia. ( Pecinta Sastra dan Pemerhati Masalah Sosial Politik, Tinggal di München Germany)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved