Calon Presiden 2014

Mahfud MD Menangis Sebelum Terima Tawaran Prabowo

Mohammad Mahfud MD menjelaskan bahwa ia ditawari menjadi Ketua Tim Pemenangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa pada Senin lalu.

Editor: Benny Dasman
Kompas.com/Alsadad Rudi
Mahfud MD seusai menghadiri acara pengukuhan Hendropriyono sebagai profesor, di Balai Sudirman, Jakarta, Rabu (7/5/2014) 

POS KUPANG.COM, JAKARTA--Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mohammad Mahfud MD menjelaskan bahwa ia ditawari menjadi Ketua Tim Pemenangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa pada Senin lalu. Tawaran itu disampaikan oleh Prabowo.

Mahfud mengaku sejak itu, pikirannya berkecamuk karena dihadapkan pada pilihan yang sulit. Bahkan, Mahfud mengaku sempat galau hingga menitikkan air mata.

"Sejak berbicara dengan Pak Prabowo, Pak Hatta Rajasa, dan pimpinan Partai Gerindera lainnya tentang kemungkinan saya menjadi Ketua Nasional Pemenangan Prabowo-Hatta dalam Pilpres 2014 saya mendapat banyak pertanyaan, pernyataaan, dukungan, dan kritik," kata Mahfud di kantornya, Matraman, Jakarta, Kamis (22/5/2014).

Mahfud mengakui perlu beberapa hari untuk berkeliling dan meminta masukan dari para kiai sebelum mengiyakan tawaran menjadi Ketua Timses Pemenangan Prabowo-Hatta. Meminta masukan dari para kiai, kata Mahfud, merupakan wujud dari menjalankan tradisi pesantren.

"Saya lulusan pondok pesantren salafiyah di Waru, Pamekasan, Madura, yakni Pondok Pesantren Almardhiyyah yang waktu itu (1968-1969), dipimpin oleh Kyai Mardhiyyan. Inilah pondok pesantren salafiyyah yang sangat ketat mengikuti ahlussunnah wal jamaah yang menjadi khitah perjuangan jam'iyyah Nahdhatul Ulama (NU)," ujarnya.

Namun, selama Mahfud menemui para kiai, berita tentang Mahfud akan bergabung ke pasangan Prabowo-Hatta semakin ramai. Menurut Mahfud, berita itu menimbulkan tanggapan pro dan kontra. "Ada yang menyambut gembira dan menunggu komando, ada yang mengecam keras. Semua saya catat sebagai niat baik mereka dalam menilai posisi saya. Masukan-masukan itu ada yang panas, dingin atau mengharukan," ungkapnya.

Mahfud menceritkan, seorang sahabatnya dari kalangan aktivis memberi saran agar Mahfud menolak tawaran tersebut. Alasannya, Mahfud akan lebih baik menjadi negarawan dan Bapak Bangsa ketimbang menjadi Ketua Timses Prabowo. Ada pula rekan yang meminta Mahfud berada pada posisi netral.

"Tapi, ada juga aktivis-aktivis dan akademisi yang mendukung saya untuk memenangkan Prabowo-Hatta," kata Mahfud. Di sisi lain, lanjut Mahfud, ada kelompok-kelompok masyarakat di berbagai daerah yang ingin menjadi relawan dan menunggu responsnya.

Menurut Mahfud, saat itu dirinya sangat galau hingga sempat menangis karena terus memikirkan keputusan yang akan diambil. "Saya sungguh galau, saya bersama tim saya, menangis, menghadapi situasi ini. Kami bertujuh, yang selama ini berjuang dalam suka dan duka dengan satu fokus, ternyata pada hari-hari ini dihadapkan pada dilema," ungkap Mahfud.

Suatu hari, Mahfud mengaku ditelepon oleh Habib Syech, tokoh majelis salawat dari Solo yang sangat terkenal. Sang habib menyatakan bersyukur dan mengajak Mahfud untuk bersalawat ke berbagai daerah mendoakan kemenangan Prabowo-Hatta.

Ada juga Kyai Agus Ali Masyhuri dari Tulangan, Sidoarjo yang me-"wajib"-kan Mahfud menerima tawaran Prabowo-Hatta. Sementara, sahabat Mahfud, Gus Yusuf dan K Ahmad Bagja menyarankan agar tawaran dari Prabowo dipertimbangkan secara konperehensif, dalam kondisi tenang dan tidak terburu-buru.

"KH Malik Madani, senior dan penasihat saya dari UIN Yogya, meminta saya agar netral saja karena sekarang ini ada yang menilai saya sedang memburu jabatan atau sedang sakit hati," ujar Mahfud. Pada waktu yang berdekatan, sejumlah mahasiswanya meminta izin untuk tidak mendukung Prabowo-Hatta.

"Sementara, guru saya, penganut Katolik yang taat, Prof Maria Sumardjono dari UGM, mengirim pesan begini, 'Bunda yakin nanda bisa secara berhati-hati, tidak emosional, dan tak teruru-buru dalam mengambil keputusan tentang masalah penting seperti ini. Tapi apa pun yang nanda Mahfud putuskan nanti, Bunda tetap melihat nanda Mahfud seperti yang dulu. Di mata saya nanda tetaplah seorang yang cerdas, lurus, rendah hati, dan sederhana'," ujarnya.

Mahfud mengaku saat itu dirinya dalam situasi dilematis atas berbagai pendapat dan pertimbangan yang datang kepadanya. "Masak' negarawan atau bapak bangsa mau memihak dalam pilpres? Tetapi saya sendiri segera menyadari bahwa saya tak pernah menyebut diri sebagai 'negarawan' atau 'bapak bangsa'," kata Mahfud.

Menurut Mahfud, terlalu tinggi bila status negarawan atau bapak bangsa disematkan kepadanya. "Saya tetaplah hanya pelaku politik yang ingin memperjuangkan keyakinan, kebenaran, dan tegaknya hukum, berdasar pilihan-pilihan politik saya tetapi dengan prinsip politik yang bersih dan berakhlak. Sampai jam 11 tadi malam saya terus berkonsultasi dengan para kiai, tokoh-tokoh LSM, dan tokoh masayarakat sebelum menngambil keputusan akhir," ujarnya.

Mahfud mengakui dirinya tak lebih dari sekedar pemain politik. "Saya mengikuti apa yang yang dikatakan oleh Imam al- Ghazali bahwa memperjuangkan nilai kebaikan agama itu takkan efektif kalau tak punya kekuasaan politik. Nilai luhur agama adalah saudara kembar dari pejuangan politik," kata Mahfud.

Bagi Mahfud, memperjuangkan kebaikan ajaran agama dan mempunyai kekuasaan politik adalah saudara kembar. Agama adalah dasar pejuangan, sedangkan kekuasaan politik adalah pengawal perjuangan. "Perjuangan tanpa fondasi atau dasar (prinsip) agama akan runtuh, dan perjuangan yang tak dikawal akan sia-sia. Itulah dasar perlunya politik yang berakhlak luhur," ujarnya.

Sementara itu, Muhammad Abduh pernah marah kepada politik dan politisi karena berdasar pengalaman dan pengamatannya, waktu itu. Dia melihat di dalam politik itu banyak yang melanggar akhlak, banyak korupsi, kebohongan dan kecurangan-kecurangan. "Beliau pernah mengungkapkan doa taawwudz yang biasanya hanya untuk menghujat syetan, yaitu audzu billahi misnassyaythaanirrajiem (aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk) dispesifikkan oleh Muhammad Abduh ke dalam kegiatan politik menjadi," ujarnya.

Dari kalimat itu, Mahfud merasa yakin bahwa berpolitik adalah bagian dari kewajiban syar'ie. Sebab, tanpa politik tak bisa merealisasikan nilai kebaikan yang harus diperjuangkan melalui struktur kekuasaan.

Mengacu kaidah ushul fiqh, Mahfud menyatakan, jika ada satu kewajiban yang tidak bisa dilaksanakan kalau tidak sesuatu yang lain, maka sesuatu yang lain wajib juga diadakan atau dipenuhi.

"Dengan kata lain, jika kewajiban mensyiarkan nilai kebaikan Islam tak bisa efektif kalau tidak berpolitik, maka berpolitik itu menjadi wajib pula hukumnya," ujarnya.

Dari semua referensi itu, Mahfud menyimpulkan bahwa dirinya harus mengambil keputusan dengan segala risiko dalam rangka menegakkan kebenaran dan akhlak di bidang politik dengan mendukung dan menjadi Ketua Tim Pemenangan Prabowo-Hatta.

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved