Dyathra Silvana Baten: Tersenyum dengan Mata

Gagal membawa pulang mahkota Puteri Indonesia 2014 tidak membuat Dyathra Silvana Baten berkecil hati.

Penulis: Alfred Dama | Editor: omdsmy_novemy_leo
Dyathra Silvana Baten: Tersenyum dengan Mata - Diva.jpg
istimewa
Dyathra Silvana Baten
Dyathra Silvana Baten: Tersenyum dengan Mata - Dyathra_Silvana_Baten_01.jpg
istimewa
Dyathra Silvana Baten
Dyathra Silvana Baten: Tersenyum dengan Mata - Dyathra_Silvana_Baten_2.jpg
ist
Dyathra Silvana Baten

POS-KUPANG.COM, KUPANG --- Gagal membawa pulang mahkota Puteri Indonesia 2014 tidak membuat Dyathra Silvana Baten berkecil hati. Namun dengan mempersembahkan gelar Puteri Kepulauan Bali dan Nusa Tenggara, sudah cukup bagi gadis yang biasa dipanggil Diva ini pulang ke NTT dengan kepala tegak.

Namun untuk meraih prestasi itu tidaklah muda, sebab sama seperti peserta lainnya, gadis yang memiliki tinggi bdan 171 cm ini harus masuk karantina selama 10 hari dengan agenda kegiatan yang sangat padat. Meski lelah, mereka tetap bersemangat dan tersenyum.

Menurut si cantik yang biasa disapa Diva ini , mereka diajarkan senyum menggunakan mata agar terlihat lebih tulus. Maksudnya? Simak wawancara Pos Kupang dengan Diva di kediamannya belum lama ini.
 ---------------------------------------------------

Bagaimana perasaan Anda saat tiba di tempat karantina dan bertemu sesama puteri dari daerah lain?

Perasaan awal pastinya gugup sih. Jadi, pertama, bagaimana saya harus menghadapi finalis lainnya dari berbagai daerah di Indonesia. Dalam pikiran saya adalah apa yang harus saya lakukan sehingga ketika berkenalan dengan mereka bisa menimbulkan kesan yang baik.

Dan, juga selama 10 hari ke depan ini bagaimana caranya bersosialisasi dengan teman-teman yang lain. Kedua, perasaan tidak pede (percaya diri). Saya merasa diri dari NTT sementara teman-teman lain datang dari Jawa, Sumatera, Kalimantan dan seluruh Indonesia. Karena dalam pikiran saya, teman-teman dari daerah lain anggap kita sebelah mata saja. Tapi ketika saya membawa diri dengan baik, saya memperkenalkan diri bahwa saya dari NTT, ternyata sambutannya beda. Ada yang bilang "Oh.. ini dari NTT".

Jadi mereka langsung antusias dengan NTT. Jadi, ada yang bilang "Oh NTT yang Pulau Komodo itu". Memang NTT lebih dikenal karena Komodo, mereka langsung antusias  dan ini membuat saya senang.  Syukurlah mereka tidak memandang sebelah mata,  jadi mereka mau berkenalan menerima saya untuk berteman. Dan,  akhirnya dalam 10 hari itu, kita jadinya berteman baik dan membuat kita terus sama-sama dan kompak.

Siapa teman pertama Anda di acara itu?

Peserta yang saya kenal pertama itu namanya Fesca Veronika dari Gorontalo. Ceritanya, ketika saya duduk, saya langsung tahu karena dia itu teman lama saya. Saya kenalan dengan dia  saat saya ikut Pemilihan Duta Wisata Indonesia di Bali tahun 2012.

Saat itu saya duta wisata NTT dan dia duta wisata  Gorontalo. Saat itu kita sudah teman baik. Tapi yang paling akrab itu namanya Friska Etmanda dari Kalimantan Barat, kebetulan dia juga  Putri Kepuluan di Kalimantan.

Kenapa bisa berteman akrab dengan Puteri Kalimantan Barat?

Kita ini punya nomor urut. Setiap hari selalu ada materi dan kita duduk juga berdasarkan urutan. Jadi, saya nomor urut 24, teman ini 25. Di setiap sesi, kami sudah diatur untuk duduk sesuai nomor urut, jadinya kami sering ngobrol, sharing dan kami merasa cocok. Sampai sekarang kami masih bersahabat. Kebetulan juga, dia masih saudara dengan Duta Wisata Kalimantan Barat yang bersama saya di Bali itu.

Apa kesan Anda tentang teman-teman sesama puteri?

Semua ramah-ramah karena harus menunjukkan sosok image seorang puteri yang selalu humble (rendah hati). Ini yang membuat saya dan teman-teman merasa nyaman selama 10 hari karantina.

Meski kita di bawa tekanan bahwa dalam 10 hari ini, kita harus mengikuti kegiatan yang padat dan puncaknya pada grand final nanti di mana kita harus menghadapi ribuan penonton dan jutaan permirsa televisi.  Jadi bagaimana kita harus menampilkan yang terbaik, jadi semuanya bersaing untuk menjadi yang terbaik, tapi kita juga saling suport meski dalam nuansa komepetisi.

Meskipun kita bersaing untuk mendapat mahkota Puteri Indonesia tapi kita juga tetap bersahabat dan saling mendukung. Menurut  saya persahabatan itu benar-benar terjalin dengan baik walaupun dalam suasana kompetisi.

Bagaimana rasanya dalam 10 hari itu?

Capek juga, jam 05.00 kita sudah harus siap. Ketika keluar kamar sudah harus cantik, berpakaian rapi sesuai dengan tema. Jadi, pada malam sebelumnya sudah dikasih tahu bahwa besok kita akan berkunjung ke sini, terus ada materi ini.

Busana yang harus kita kenakan adalah bleser dan rock atau batik dari daerah masing- masing. Jadi, kita siapkan, dan pas jam 05.00 sudah siap keluar, sudah cantik. Kemudian breakfast, ada materi, acara ini terus bersambung.

Jadi, jadwalnya padat. Bahkan pada hari terakhir, kita masih berkunjung ke salah satu media yaitu ke Metro TV atau Media Grup. Di sana kita melihat kegiatan di media cetak dan media televisi.

Bagaimana Anda menjaga kebugaran?

Kita diberi asupan vitamin dan buah-buahan. Jadi, capek tidak kelihatan dan karena kita juga diajarkan untuk tetap tersenyum.  Walaupun capek, kalau ditanya jangan mengeluh. Kalau ditanya "putri-putri capek nggak"  jawabannya tidak dan tetap tersenyum.

Dalam keadaan apapun tetap tersenyum. Kami selalu diajarkan untuk tetap tersenyum. Senyum itu tidak sekadar senyum di bibir. Mereka mengajarkan senyum dari mata. Jadi, bagaimana tatapan itu memancarkan senyum.

Pada malam grand final, waktu dipanggil disaksikan banyak orang dan siaran langsung televis. Perasaan Anda waktu itu?

Bangga dan bersyukur. Awalnya pas mau pertama kali keluar 38 finalis itu, saya melihat penonton banyak sekali. Gedung itu benar-benar meriah, sementara saya sendiri tidak tahu  bahwa dari NTT ada ibu Adinda Lebu Raya (istri Gubernur NTT), ada pak Paul Liyanto (anggota DPD RI), ada bapak Jimmy Sianto (anggota DPRD NTT), kemudian Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan.

Sebelumnya saya tahu cuma ada mama dan make up artis saya. Saya berdoa  kepada Tuhan berharap semua masyarakat NTT menonton TV dan mendukung saya dengan doa dan voting, dan di sini wakilnya juga dua.

Jadi, kita  tampil itu total dua jam, tapi dibagi dalam durasi beberapa menit. Jadi, saya berpikir sekali seumur hidup, saya harus menampilkan NTT yang terbaik.

Saat di panggung masih gugup juga?

Perasaan gugup itu hilang. Yang ada adalah kepercayaan diri yang luar biasa bahwa saya adalah NTT. Saya datang sebagai diva menampilkan NTT yang terbaik. Jadi, dengan rasa percaya diri, saya jalan, tersenyum. Sampai pengumuman itu, rasa gugup benar-benar hilang. Yang timbul rasa percaya diri untuk memberikan yang terbaik.

Bagaimana rasanya tidak masuk sepuluh besar?

Setiap orang inginkan masuk 10 besar, terus lima besar hingga menjadi Puteri Indonesia. Tapi saya berpikir mungkin Tuhan punya rencana lain. Saya tetap optimis karena masih ada gelar atribut yang lain.

Jadi, tidak hanya Puteri Indonesia karena ada juga atribut yang lain seperti Puteri Kepulauan, Puteri Berbakat, kemudian ada Puteri Inteligensia, tapi itu untuk sarjana. Jadi saya cuma berharap bisa dapat Puteri Kepulauan. Saya memang ingin pulang NTT membawa selempang baru.

Bagaimana rasanya nama Anda disebut sebagai Puteri Kepuluan Bali Nusra?

Memang ada sedikit kekeliruan, mungkin kami yang di panggung kurang dengar. Jadi, waktu itu saya sempat mendengar NTB atau NTT, jadi kurang jelas, tapi saya terlanjur maju. Jadi, masih sempat lihat NTB, jadi saya berpikir apakah itu benar dan setelah dikonfirmasi lagi bahwa benar yang mendapat gelar Puteri Kepulauan itu NTT.

Akhirnya saya bersyukur, meski tidak masuk 10 besar tapi dapat selempang Puteri Kepulauan. Mendapat gelar atribut itu berarti nama saya sudah masuk dalam catatan Puteri Indonesia yang meraih atribut, jadi bangga juga. Meski tidak masuk 10 besar tapi dapat atribut baru sebagai Puteri Kepulauan Bali Nusra. Bangga karena ada selempang baru.

Sulit juga meraih gelar itu?

Menurut saya gelar kepulauan itu susah. Jadi, untuk mendapat gelar ini harus mendapat banyak voting dari masyarakat NTT. Saya berpikir ternyata masyarakat NTT sangat mendukung saya dengan terus memvote saya dan akhirnya bisa terpilih juga.  Ternyata dukungan dari NTT sangat banyak.

Waktu ke Jakarta, berapa pasang pakaian atau gaun yang dibawa?

Dari sini tidak bawa apa-apa, tapi dari ibu gubernur sudah siapkan perancang di sana. Jadi, kami tidak bawa apa-apa tapi sudah ada dua perancang yaitu  Musa Widyaatmoko dan  Terru Sunarto.

Dua perancang ini sudah diminta untuk siapkan baju untuk saya dan saya mendapat delapan baju dari Widyatmoko, karena dia memang perancang khusus untuk tenunan ikat, satu gaun dari Terry Sunarto.

Terry ini perancang terkenal di sana dan perancang busana untuk lima besar Puteri Indonesia. Jadi, saya merasa bersyukur karena ibu gubernur benar-benar mendukung sampai menyiapkan sembilan baju untuk saya. Sebelumnya saya sempat ketemu ibu juga (Ny. Frans Lebu Raya).

Ibu bilang, Puteri NTT itu mewakili NTT, jadi dia anak saya, saya tidak mau anak saya tampil setengah-setengah. Saya mau dia ke sana untuk tampil dan menampilkan NTT yang terbaik. Akhirnya ibu gubernur telepon perancang untuk siapkan baju yang terbaik untuk saya.

Berapa pasang yang dipakai?

Memang baju yang diberikan itu saya gunakan sehari-hari dan itu ada nilai plusnya. Teman-teman saya peserta pemilihan Puteri Indonesia 2014 mengagumi baju yang saya pakai. Mereka bilang "Diva, baju tenunan dari NTT bagus-bagus ya".

Saya bangga di situ karena dari daerah lain juga tertarik dengan baju yang saya pakai.  Berarti dengan hal-hal kecil seperti cara berpakaian saya memakai tenun ikat  bisa menunjukkan bahwa NTT punya keunikan melalui tenun ikat.

Hal ini membuat saya tambah semangat ikut kegiatan karena sekaligus mempromosikan tenunan ikat NTT. Ada permintaan pakai blaser dengan rok tapi saya lebih suka pakai tenun ikat. Jadi, 10 hari itu saya pakai tenun ikat.

Waktu bertemu puteri-puteri yang lain, apakah Anda menceritakan tentang NTT?

Iya, kita selalu menceritakan tentang daerah asal kita dan saling tanya juga tentang daerah lain. Saya juga bercerita tentang NTT. Mereka bertanya "di NTT ada apa sih?" Ketika saya mau jawab sudah ada yang jawab "oh di NTT itu ada Komodo.

" Saya bilang kok tahu, mereka bilang tahu dong. Jadi sebenarnya mereka sudah tahu dan ingin sekali ke sana (Komodo). Bahkan mereka sudah tahu beberapa tempat lain di Komodo seperti pink beach. Jadi saya tinggal jelaskan beberapa tempat wisata yang belum tahu. 

Hanya mereka belum tahu bahwa di NTT juga ada spot-spot menyelam seperti di Alor dan lainnya yang memiliki keindahan taman laut.  Mereka bilang di Papua ada Raja Ampat, bagus katanya, lalu saya bilang di NTT juga ada di Alor, ada juga Taman Laut Riung. Ini yang mereka tertarik dan terus bertanya-tanya tentang wisata NTT. Bahkan ada yang penasaran langsung browsing cari tempat- tempat wisata di NTT.

Jadi, saya benar-benar memanfaatkan 10 hari itu untuk mempromosikan NTT, setidaknya kepada sesama teman-teman puteri ini. Dan, mereka antusias untuk ingin lebih tahu tentang NTT.

Apa pesan Diva untuk remaja NTT?

Jadi remaja itu harus berpikir bagaimana bisa menampilkan NTT. Misalnya, seorang perempuan yang tertarik dengan modeling ikut Puteri NTT atau ikut Duta Wisata memperkenalkan pariwisata dan kebudayaan NTT. 

Kalau mereka tidak ikut, bisa dengan cara lain  promosikan NTT, misalnya melalui media sosial, dari hal-hal kecil saja. Facebook bagi anak-anak NTT bukan hal yang asing, bisa melalui media ini memperkenalkan NTT, misalnya mengupload keindahan budaya dan alam NTT. Ada juga melalui instagram, twitter dan lainnya. Banyak kemudahan di media sosial yang memungkinkan kita memperkanalkan NTT.

DATA DIRI
-----------------

* Nama   : Dyathra Silvana Baten
* Tempat Tanggal Lahir:  Kupang 22 Oktober 1993
* Aktivitas  : - Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi, Fisip Undana
                   - Karyawan Bank BRI Kupang
* Hobi       : Modeling dan baca dengar musik, memasak.
* Tinggi, berat : 172 Cm,  54 Kg
* Ayah :  Rudy Geogo Baten
* Ibu    : Atik Salomy Baten
* Anak pertama dari tiga bersaudara

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved