Balonku Ada Lima
SENANG sekali musim kampanye kali ini. Dapat kaos berwarna-warni mejikuhibiniu alias merah jingga kuning hijau biru nila ungu.
SENANG sekali musim kampanye kali ini. Dapat kaos berwarna-warni mejikuhibiniu alias merah jingga kuning hijau biru nila ungu. Cara pakaiannya juga sederhana saja, tergantung musim. Musim biru pakai biru, musim kuning pakailah kuning, musim merah pasti pakai merah, dan lain-lainnya. Lagu Balonku Ada Lima juga tenar di lapangan. Sayangnya tidak ada yang mau meletus, semuanya mau terbang.
"Meletus balon hijau, tarrrr! Hatiku amat kacau, balonku tinggal empat kupegang erat-erat."
***
"Tidak bisa begitu dong lagunya," Rara yang pertama kali protes. "Pokoknya bagaimana caranya supaya tidak ada balon yang meletus. Pokoknya jangan sampai balonku yang meletus ya! Empat meletus, satu saja yang terbang mengudara mengitari kota."
"Ayo nyanyi!" Jaki mulai. "Balonku ada lima, rupa-rupa warnanya. Merah kuning kelabu. Merah muda dan ungu. Meletus balon hijau, tar tar tar."
"Merah kuning kelabu. Merah muda dan ungu. Bagaimana mungkin yang meletus balon hijau? Dari mana itu?" tanya Benza.
"Pokoknya terserah warna apa yang meletus. Yang penting bukan balonku," sambung Rara lagi. "Pokoknya kalau sampai balonku yang meletus, lihat saja nanti," Rara mengancam, dan entah siapa yang diancam.
"Balonku juga tidak boleh meletus," Jaki tidak mau kalah! "Semua boleh tar tar tar meletus, balonku harus terbang tinggi mengitari tanah airku Flobamora." Tampaknya Jaki dan Rara tidak mau kalah, tidak mau balon meletus. "Balonku harus menang. Soalnya dia yang terbaik," katanya sambil berteriak-teriak takut kalah.
"Balonku yang harus menang. Balonku jauh lebih baik dari balonmu," teriak Rara. "Balonku yang paling hebat, pokoknya pasti bisa membawa kesejahteraan lahir batin bagi NTT. Pokoknya bisa bawa angin surga ke NTT ini. Balon yang lain, lewat!" Rara membuat gerakan potong leher di ujung kata-katanya.
***
"Lucu benar para laki-laki ini. Baru mulai kampanye sudah pasang jurus bakulai," Nona Mia tertawa sendiri mendengar pertengkaran dan memperhatikan tingkah laku teman-temannya. "Bahkan jauh sebelum kampanye sudah baku jual satu sama lain. Rara yang ketakutan setengah mati karena takut kalah. Jaki yang sampai gelisah tidak karuan dan mulai sebar sms yang sesungguhnya merendahkan martabat dirinya sendiri. Rara yang rem makan tidak berani bergerak gara-gara kalah sebelum mulai.
Benza yang ringan-ringan saja karena tujuannya memang bukan menang tetapi cari tenar untuk tujuan lain yang menurutnya jauh lebih unggul dibandingkan sekedar balon. Jaki yang berjuang sejak zaman dulu kala dan sudah pasti balonnya kalah tetapi merasa pasti menang. Wah, ada-ada saja!"
"Hai, Nona Mia," teriak Rara. "Coba kalau kamu yang jadi balon. Aku pasti pilih kamu. Bukankah kamu mirip Rikke Dyah Pitaloka balon dari Jabar yang memang pintar dan tenar. Yang meskipun kalah tetapi kalahnya beda-beda tipis. Tetapi kalau kamu yang maju, aku yakin kamu pasti menang. Sebagai balon, kamu akan menjadi balonku yang tidak mungkin pecah. Balonku akan terbang tinggi ke angkasa. Aduh, Nona Mia ke mana saja kamu selama ini?"
"Cari balon yang warnanya paling bagus!" jawab Nona Mia.
"Kamu pegang balon yang warna apa?" tanya Benza.
***
"Balonku ada lima, rupa-rupa warnanya. Persis ketika zaman Taman Kanak-Kanak dulu, aku cari yang warnanya paling bagus dan hasilnya semua bagus, bukan? Setelah dewasa ternyata aku tetap menyanyi Balonku Ada Lima. Bagus semuanya, bagus visi misinya, bagus renstranya, bagus renjanya, bagus tujuan dan cita-citanya, bagus janji-janjinya, dan terutama baguuuuus mimpi-mimpinya. " jawab Nona Mia dengan serius.
"Curang benar kamu, Nona Mia!" sambar Rara. "Kamu harus pilih satu balon yang menurutmu paling bagus warnanya. Seperti aku ini."
"Kamu ternyata tukang gombal ya," jawab Nona Mia. "Biasanya yang gombal itu ketahuan gombalnya. Kemarin aku lewat di belakang rumahmu, semua warna balon ada di jemuranmu. Kamu ikut semua kampanye bukan? Warna balonmu ganti-ganti warna, bukan? Jangan bohong deh. Politik zaman sekarang sudah bohong bin bohong jangan ditambah lagi dengan kebohonganmu. Ngaku sajalah!"
"Sumpah Nona Mia! Balonku hanya satu warna!"
"Sumpah pocong? He he he," Nona Mia tertawa terbahak-bahak. "Susah benar berhadapan dengan laki-laki seperti kamu yang takut kalah dan jadi biang kerok permusuhan di mana-mana. Kamu juga kan Jaki, kamu juga kan Benza?"
***
Akhirnya semuanya mengaku terus terang. Kalau memang balonku ada lima, dan rupa-rupa warnanya. Pakai semua kaus pakai semua warna. Tiap kampanye ada di lapangan hijau. Dapat makan-minum, dapat transport, bahkan dapat kaus sampai selusin. Tidak percaya? Lihat saja di jemuran di belakang rumah.
"Kami ikut denganmu, Nona Mia!" kata Benza.
"Yang penting dalam bilik suara nanti, pilih satu saja yang Anda yakin paling jitu, paling pantas, dan paling pasti membawa pencerahan!"
"Oke, balonku ada lima, rupa-rupa warnanya. Meletus balon. Tar tar tar."*