Brigjen Ricky HP Sitohang: Ubah Mindset dan Cultureset

Brigjen Sitohang pernah menjabat Kapolres Alor tahun 1999 dan Direskrim Polda NTT tahun 2006. Kali ini pimpinan Polri kembali menugaskan Ricky HP Sitohang di bumi Flobamora. Tentu ini suatu kepercayaan yang harus dijalankan dengan baik.

SIKAP santai, namun tegas langsung tergambar saat berbincang-bincang dengan Ricky HP Sitohang, S.H.  Suami dari Paulina RHT Sitohang ini tidak lain Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Nusa Tenggara Timur saat ini. Dia baru saja mulai mengemban tugas dan tanggung jawab ini, namun dia bukanlah orang baru di bumi Flobamora.

Brigjen Sitohang pernah menjabat Kapolres Alor tahun 1999 dan Direskrim Polda NTT tahun 2006. Kali ini pimpinan Polri kembali menugaskan Ricky HP Sitohang di bumi Flobamora. Tentu ini suatu kepercayaan yang harus dijalankan dengan baik.

Saat ditemui di Kupang belum lama ini, Ricky HP Sitohang berbicara banyak hal tentang tugas yang akan dijalankannya di NTT. Menurutnya, tugas Polisi adalah melayani dan tentunya polisi harus bisa merasakan apa yang diinginkan masyarakat.

Tentunya, mindset dan cultureset polisi harus diubah secara perlahan. Dan, diharapkan polisi menjadi responsif untuk melaksanakan tugas pelayanan tersebut. Berikut petikan wawancara Pos Kupang dengan Ricky HP Sitohang.
 
Anda kembali bertugas di NTT. Apa yang akan ingin Anda lakukan?
Ya, kita harus cepat dan tanggap dengan apa yang dirasakan masyarakat. Kita harus bisa berada di tengah-tengah masyarakat untuk merasakan apa yang dirasakan masyarakat. Sehingga pada saat keluhan masyarakat muncul, kita sudah responsif.

Kita tanggap ambil langkah solusi untuk mencari yang diharapkan masyarakat. Dalam penegakan hukum saya meminta seluruh anggota untuk menciptakan rasa keadilan bagi para pencari keadilan itu sendiri. Dari mana pun latar belakang yang bersangkutan, harus berpihak pada penegakan hukum yang benar. Jangan kita berpihak pada yang salah walaupun dia mungkin orang yang berpunya.

Tetapi berpihaklah pada pencari keadilan. Siapa pun dia, dalam penegakan hukum kita jangan pandang bulu. Bahwa semua sama di mata hukum, pemberlakuannya juga harus sama di mata hukum tersebut. Biar orang miskin yang tidak punya apa-apa sekalipun, dia perlu diberikan perlindungan hukum. Jangan memberikan perlindungan hukum bagi orang-orang tertentu, tetapi bagi seluruh masyarakat NTT.

Bagaimana dengan sikap anggota polisi saat menertibkan masyarakat?
Memang perlu ada ada perubahan mindset Polri supaya mereka merasa polisi dalam dirinya sendiri dan memolisikan masyarakat. Walaupun dia sudah jadi polisi, dia kadang-kadang lupa bahwa dia itu polisi. Bagaimana dia memolisikan dirinya sendiri baru dia memolisikan masyarakat dan lingkungannya. Kalau dia (polisi)  sudah bisa melakukan itu, berarti sudah betul-betul bisa merasakan aman dan tertib.

Karena masing-masing pihak sudah bisa memolisikan dirinya sendiri, makanya diajak untuk turut serta bersama-sama menciptakan suasana aman dan tertib. Tentunya saya sangat berharap stakeholder yang ada bisa mendukung satu sama lain.

Bagaimana kerja sama dengan TNI?
Saya yakin TNI dan Polri mempunyai visi dan misi yang sama dalam mengamankan negara RI. Itu domain yang kita lihat nanti pada saat berkaitan dengan masalah keamanan dalam negeri dan pertahanan, itu urusan TNI. Tetapi bila berkaitan dengan masyarakat, itu urusan polisi. Bagaimana keamanan dan ketertiban itu bisa berjalan dengan baik dan masyarakat bisa mendapatkan rasa aman. Saya kurang setuju bila ada yang memisah-misahkan TNI dan Polri. Saya tidak suka itu. TNI dan Polri dalam tanggung jawab terhadap negara sama-sama dan bahu-membahu. Sejarahnya seperti itu.

Tapi sekarang masyarakat menganggap polisi kasar.
Jadi kondisi SDM polisi dari segi kinerja juga harus diubah. Bukan hanya mengubah mindset saja, tetapi cultureset-nya juga harus diubah. Budaya-budaya yang tidak sesuai dengan bangsa Indonesia harus segera dikikis dan diselaraskan. Mengubah budaya berperilaku anggota yang tadinya banyak orang merasa takut dengan polisi karena sifatnya jadi seorang polisi yang arogan. Kita sekarang berpolisi yang sifatnya humanis. Yang tadi antagonis kita ubah menjadi protogonis.

Jadi jangan kesannya action terus. Tetapi kesan pendekatan kekeluargaan, kita harus tegas, bukan keras. Tegas tapi humanis, dan masyarakat tahu tegas itu bukan keras, bukan kasar. Tetapi bagaimana caranya, maka harus bersikap humanis, ngomong, mengajak masyarakat supaya mengerti dan patuh hukum.

Apakah ini sudah dilakukan?
Tentu ada kurang lebihnya. Walaupun pimpinan satuan wilayah sudah mencoba untuk mengubah mindset dan cultureset-nya. Kita lihat apa yang mereka lakukan. Tentunya penambahan penguatan sumber daya manusia harus terus dilakukan secara bersinambungan. Tidak stagnan. Apalagi semakin hari semakin berjalan di era globalisasi. Iptek tidak bisa dipungkiri. Kalau si polisi tidak mau berpacu dengan itu, maka mereka akan tergilas. Kemudian pengetahuan tentang teknologi nanti berkaitan dengan pelanggaran teknologi itu sendiri. Kita berbicara cyber pasti ada cyber crime. Kita berbicara IT, pasti ada pelanggaran IT-nya. Ini harus dipacu. Ada kesempatan menyekolahkan, kami sekolahkan.

Anda tahu bahwa banyak warga NTT yang suka miras apalagi ada tradisi yang selalu terkait dengan miras. Menurut Anda? 
Kondisi yang ada di NTT tidak bisa dipungkiri miras sangat mendominasi. Saya tidak menafikan masalah tradisi adat. Tetapi adat itu bisa diselaraskan dengan tidak mengabaikan aspek penegakan hukum dan aspek kenyamanan. Jangan kiranya penggunaan miras itu menjadi legitimasi seolah-olah bahwa sah dan halal. Dan dibuat ajang pertemuan yang bermuara pada mabuk-mabuk dan endingnya terjadi keributan dan akhirnya tindak kriminal terjadi.

Ini yang kami hindarkan. Untuk itu, saya tidak akan tolerir. Saya akan tetap menggunakan hukum positif yang tertinggi di negara kita. Bahwa yang melanggar ketertiban umum, mabuk-mabukan dan pengguna minuman keras bahkan narkoba, kita lihat, dikenakan sesuai undang-undang yang berlaku. Kadang-kadang kebijakan itu dinilai tidak populer. Tapi saya yakin masih banyak masyarakat yang menginginkan kenyamanan, ketertiban.

Banyak juga anggota yang suka miras?
Bagi saya, polisi harus memberikan contoh. Dan, anggota saya yang melakukan perbuatan yang saya larang itu seperti pesta miras mabuk-mabuk bahkan membuat keributan dan ketidaknyamanan kepada warga setempat saya sudah perintahkan Kabid Propam, proses paling lama satu minggu sidang disiplin. Masukkan ke sel tahanan selama 21 hari. Saya harus tegas ini. Kalau tidak dikasih contoh, nanti Kapolda dibilang omong saja. Di Alor setelah saya kunjungan ke sana, ada anggota yang melakukan hal itu langsung ditahan hingga 21 hari. Apalagi anggota saya yang terlibat narkoba, tentu kami tindak.

Apa tindakannya bila anggota terlibat narkoba?
Kata yang manis cuma satu saja. Pecat dan proses hukum pidana. Saya harap  majelis hakim di pengadilan memberikan hukuman yang terberat. Kenapa terberat, karena dia aparat penegak hukum yang justru memberikan contoh tidak baik. Saya tidak pernah berpihak pada anggota polisi yang melakukan tindakan seperti itu. Tetapi saya akan membela anggota saya apabila dia sudah melaksanakan tugas semaksimal mungkin tetapi belum mendapatkan keadilan, saya akan bela mati-matian.

Anda bicara tentang mindset. Apakah sekarang sudah ada peruahan?
Iya, mindset itu sudah mulai berubah. Contoh, di tengah jalan sekarang sudah mulai ada polisi bertebaran banyak. Coklatkan jalan raya. Mengatur lalu lintas bukan urusan lalu lintas saja. Sabara muncul, perwira muncul untuk mengatur semua sehingga masyarakat melihat polisi di NTT banyak dan mereka bertugas mengamankan, kami memberikan kenyamanan di jalan raya.

Jangan cuma kau ngendon di kantor saja. Perwira-perwira saya minta turun. Jangan kau menjadi perwira pangkodamar (panglima komando dari kamar). Perintah dari HT setelah itu ngorok dia. Kalau komando lapangan seperti itu, bagi saya, tidak laku dong.

Kalau komandan di lapangna siap terjun 24 jam ke lapangan?
Saya datang ke sini untuk memberikan pelayanan yang terbaik, dan saya coba lakukan. Meski mendapatkan kendala khususnya anggota yang mau cari enaknya. Sekarang tidak ada alasan bagi reserse dan intel pada jam 9 malam harus apel malam. Perwira yang tertua pimpin untuk memberikan arahan yang benar.

Setelah mereka di lapangan cek dan ricek di mana posisi mereka. Apa yang sedang mereka lakukan? Sentuh mereka, bila perlu seperti yang saya lakukan ini, bahwa Kapolda mau duduk lesehan di pinggir jalan, makan nasi goreng seharga Rp 20 ribu, tapi kumpul dengan anggota polisi yang preman maupun dinas. Sambil makan nasi goreng, saya berikan pengarahan dan gambaran dan situasi dan minta masukan dari mereka dan apa yang sudah kami lakukan dengan situasi seperti itu.

Para perwira dan bintara terkaget-kaget yang zamannya seperti model juragan lompat semua. Dan, saya sudah buktikan pada saat saya duduk jam 11 malam di lesehan itu, saya panggil semua dir (direktur) operasional dan saya tunggu di Gong Perdamaian, di lesehan sini. Saya hanya pakai celana pendek. Mereka itu lompat semua.

Anda relatif baru bertugas sebagai Kapolda, dan tidak lama ada anggota Polres  Kupang Kota yang gugur dalam tugas. Kemungkinan dibunuh, apa yang Anda rasakan?
Tentu saya sedih dan kehilangan, tapi saya tidak terpaku pada apa saya sebulan kerja di sini. Itu hanya namanya masalah waktu, bisa saja saya serah terima jabatan dan besok terjadi seperti itu. Tapi siapa pun anak buah saya mengalami seperti itu, patut mendapatkan penghargaan.

Dan saya kontak Mabes Polri, dia naik pangkat luar biasa. Kalau ditanya hati saya ya, saya geram. Bagaimana harga diri dan wibawa Polri? Saya sedih, saya kehilangan anggota. Saya kasihan pada istri dan anak-anaknya yang harus kehilangan bapaknya dan saya berpikir langkah apa yang saya lakukan. Makanya saya mempercepat proses ini. Saya betul-betul serius karena saya ingin kasus ini betul-betul tuntas, sehingga kasus ini diambil alih penanganannya oleh Polda NTT.

Langkah ke depan agar kasus yang menimpa anggota ini tidak terulang lagi, bagaimana?
Saya sudah lakukan antisipasi. Saya membuat reorganisasi tentang keberadaan mereka. Membuat pencerahan. Kapan pun dan di mana pun peristiwa ini tidak boleh terjadi. Tentunya saya harapkan kepada anggota agar masalah ini tidak terulang. Untuk itu, perlu kewaspadaan tiap anggota mencermati setiap pelaku yang dicurigai.

Apalagi pelaku yang sudah berkaliber dan sudah residivis, langkah pertama mestinya penggeledahan terhadap yang bersangkutan sebelum mengambil langkah selanjutnya agar tidak terjadi peristiwa seperti itu. Jangan sampai sudah tertikam baru sadar ternyata pelaku memegang senjatanya. Kenapa tidak diperiksa dahulu dan mungkin itu kelemahan anggota kita dan tingkat kewaspadaan kita kurang. Kita jangan terlalu percaya diri sebagai polisi bahwa yang dihadapkan tidak berani melakukan perlawanan.

Akibatnya bisa seperit itu. Siapa pun harus diwaspadai apalagi di tempat gelap, siapa tahu dia membawa senjata tajam bahkan senjata api. Namanya pelaku kejahatan kaliber seperti itu pasti membawa senjata minimal untuk melindungi diri saat kondisi terjepit. Kalau terjepit, pelaku bisa saja gunakan senjata untuk membela dirinya. Dan ini harus dicermati polisi. Sangat disayangkan teknik ini tidak digunakan. Kalau mau jadi polisi, jadilah polisi yang mawas diri, jadilah polisi yang betul korek, kritis dan waspada dalam mencermatai masalah di depannya.

Sebagai Kapolda, saya lihat Anda sering  bepergian tanpa ada foreder. Kalaupun ada, foreder yang biasanya berada di depan, malah pengawalannya berada di belakang.
Sederhana saja. Memang saya Kapolda, tetapi saya juga sebagai masyarakat pengguna jalan situasi dan kondisi jalan yang di Kupang ini kan tidak seperti di Jakarta. Kenapa kita harus berlebih-lebih dan dikawal seketat itu di depan sana. Sementara kalau saya lakukan polisi lalu lintas yang berada di perempatan jalan dia sudah monitor posisi Kapolda. Berarti setidak-tidaknya lima menit sebelum saya sampai segala jurusan harus distop.

Bayangkan kalau lima menit saya belum sampai kemudian distop macetnya seperti apa, padahal Kapolda hanya lewat sekelebat dan selesai. Berarti ini memberikan contoh tidak baik kepada masyarakat. Ini juga supaya turut merasakan apa yang dialami warga. Jadi di lampu merah yang ditentukan undang-undang itu saya harus berhenti. Memang ada protap pengawalan Kapolda, tetapi cukup di belakang saja. Dia berfungsi pada saat kemacetan betul-betul sudah terjadi. Setelah itu, dia balik ke posisi belakang mobil Kapolda.

Makanya saya tidak mau ada pengawalan khusus seperti foreder itu. Tidak usahlah. Sudahlah kita sama-sama pengguna jalan dan sama-sama manusia dan kebetulan saya jadi Kapolda.

Anda seorang Kapolda, kenapa juga harus antre di lampu merah saat berada di lampu pengatur lalu lintas?
Biar saya turut merasakan bahwa saya pembayar pajak. Bahwa saya pengguna jalan umum dan di depan saya juga pengguna jalan umum. Berarti memiliki hak yang sama. Kan yang naik kendaraan juga manusia, jadi sama-sama kita menggunakan jalan. Bukan berarti mobil lambang bintang satu diberikan skala prioritas, ya tidak. Pengawalan itu berlaku pada saat protokoler. Umpamanya upacara atau kunjungan kerja. Itu wajib dikawal. Kalau ke kantor biasa, masa harus dikawal seperti itu. Jangan sampai mau makan malam juga harus seperti itu. (alfred dama/muhlis al alawi)

Data Diri
Nama                : Ricky HP Sitohang, S.H
Tempat/Tanggal Lahir    : Medan, 22 Mei 1958
Pangkat                           : Brigadir Jenderal
Jabatan                            : Kapolda NTT
Istri                    : Paulina RHT Sitohang

Riwayat Jabatan
- Danton Sabhara Polda Metro Jaya, 1983
- Pasub Unit Patko Polda Metro Jaya, 1984
- Kasub Unit III Patko Polda Metro Jaya, 1985
- Kaunit Judi Susila Polres Jakarta Selatan, 1988
- Wakapolsek Jaga Karsa Polres Jakarta Selatan, 1988
- Wakapolsek Kebayoran Baru Polres Jakarta Selatan, 1989
- Kapolsek Metro Ciputat Polres Jakarta Selatan, 1989
- Guru Muda Pusdik Sabhara Lemdiklat Polri, 1994
- Kasubbag Lat Opsjarlat Pusdik Sabhara Lemdiklat Polri, 1997
- Kapolres Alor Polda NTT, 1999
- Pamen Sespim Polri, 2000
- Kabag Serse Um Dit Serse Polda Maluku, 2001
- Kapolres Maluku Tengah, 2001
- Dirsamapta Polda Maluku, 2003
- Penyidik Utama Dit V/Tipiter Bareskrim Polri, 2005
- Katim V/ Jatekting Bid Pkan (TNCC) Bareskrim Polri, 2006
- Direskrim Polda NTT, 2006
- Kanit III Dit III/ Kor dan WCC Bareskrim Polri, 2007
- Pamen Bareskrim Polri, 2008
- Kabid Kumdang Div Binkum Polri, 2009
- Kapus Provos Div Propam Polri, 2010
- Karo Provos Divpropam Polri, 2010
- Kapolda NTT, 2011

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved