Oleh Maria Matildis Banda
Bukan Asmara
PIKIRAN tiga orang anggota dewan tentang dana aspirasi masyarakat alias dana asmara berbeda-beda. Yang pasti, ketiganya yakin ini bukan dana aspirasi, bukan asmara. Ini namanya dana pembangunan yang belum terjaring melalui mekanisme musyawarah perencanaan pembangungan yang biasa disingkat dengan musrenbang. Tinggal ditempel dengan des menjadi musrenbang tingkat desa, cam camat, kab kabupaten, prop propinsi, dan nas nasional.
PIKIRAN tiga orang anggota dewan tentang dana aspirasi masyarakat alias dana asmara berbeda-beda. Yang pasti, ketiganya yakin ini bukan dana aspirasi, bukan asmara. Ini namanya dana pembangunan yang belum terjaring melalui mekanisme musyawarah perencanaan pembangungan yang biasa disingkat dengan musrenbang. Tinggal ditempel dengan des menjadi musrenbang tingkat desa, cam camat, kab kabupaten, prop propinsi, dan nas nasional.
"Ini bukan dana asmara, tetapi dana pembangunan," Rara meyakinkan Benza yang tidak termasuk dalam barisan pengguna dana asmara eh bukan asmara.
"Bukan asmara! Nomenklaturnya bukan itu. Ini semua demi kepentingan rakyat. Benar-benar demi kepentingan rakyat, gitu deh!" Jaki menyambung.
"Aku bingung mau kupakai untuk ada dan melalui SKPD yang mana nantinya," Nona Mia bertopang dagu benar-benar kebingungan.
***
Benza yang sejak tadi memperhatikan isi perbincangan ketiga temannya, diam-diam berpikir. Apa sebenarnya yang ada di dalam pikiran dan hati mereka? Rupanya penting sekali nomenklatur atau nama yang tepat untuk buah semangka, katakan semangka. Untuk buah jeruk katakan jeruk, untuk buah duren katakan duren. Jangan bolak balik. Meskipun buah semangka berdaun sirih atau jeruk bisa makan jeruk atau duren berkulit duri berisi daging, harus jelas nomenklaturnya biar tidak salah petik. Sebab dimanipulasikan dengan cara apa pun semangka tetap semangka, jeruk tetap jeruk, dan duren tetap duren.
"Betul bukan Benza? Mana ada sih semangka berdaun sirih. Bukankah semangka adalah semangka dari akar sampai buah. Jadi bukan asmara ya tetap bukan asmara. Bagaimana mungkin yang bukan dicap ya dan yang ya dicap bukan. Jelas sekali nomenklaturnya bukan?"
"Bukan!" Jawab Benza tanpa senyuman.
"Lho, bagaimana sih?" Jaki yang lama tinggal di Jawa spontan bicara dengan logat Jawa yang cukup kental. "Aku mau jujur lho, bahwa semua ini bukan asmara. Ini kukatakan dengan sejujur-jujurnya lho, ndak pake bo'ong."
***
"Terus mau kamu apain dana asmara eh bukan asmara itu?" Tanya Benza dengan tenangnya sambil menatap satu persatu Jaki, Rara, dan Nona Mia.
"Aku benar lho, ndak pegang duitnya. Duitnya semua ada di SKPD terkait. Misalnya aku pingin bangun jembatan, ya di kantor PU urusannya. Bangun Puskesmas, di Dinas Kesehatan, mau sumbang buku-buku pelajaran atau perpustakaan, di Dinas Pendidikan, mau beri bantuan antisipasi bencana ya di Dinas Sosial. Mau pendidikan politik ya di Kesbanglimas. Kalau mau urus TKI dan TKW yang aku larinya ke Dinas Nakertrans, dan seterusnya..." kata Jaki panjang lebar.
"Dari mana kamu tahu aspirasi rakyat tentang pendidikan politik misalnya?" Tanya Benza lagi.
"Lho, sampeyan ini gimana sih. Bukan aspirasi tetapi kepentingan rakyat! Ngomong yang benar kenapa sih?" Jaki panas kepala.
"Terus mau kamu apakan dana asmara eh dana rakyat itu?"
"Kalau aku sih tahun ini dengan kantor PU saja. Perbaiki semua jembatan rusak di wilayah pemukiman pendukung saya. Ini sesuai dengan aspirasi eh bukan aspirasi rakyat ketika aku kunjungi beberapa waktu lalu. Jembatan dicat, dibagusin dengan warna-warna yang sesuai warnaku. Tahun depan, urusanku dengan Dinas Pendidikan. Aku pingin bangun perpustakaan di semua wilayahku, ini juga aspirasi eh bukan asmara rakyat kecil yang haus akan informasi melalui buku-buku. Tahun berikutnya, hmm 2013 dan 2014 aku ingin kerja sama dengan Kesbanglimas khusus menyangkut sosialisasi pemilu, supaya masyarakat tidak pilih kucing dalam karung. Ya, misalnya mereka pasti pilih aku bukan? Aku ini bukan kucing dalam karung lho. Begitulah rencanaku. Ingat! Mekanismenya jelas, bukan asmara tetapi rakyat!"
"Kalau aku hanya mau berhubungan dengan Dinas Sosial," kata Rara tidak mau kalah. "Lihat saja, setiap tahun selalu ada bencana bukan? Banjir, longsor, gagal panen, lapar, diare, demam berdarah dan lain-lain. Masyarakatku harus diberi perhatian khusus setiap tahun. Aku ingat yang pilih aku kemarin ada seribu orang. Sudah aku data semuanya. Melalui dinas sosial aku ingin semua pendukung itu mendapat bantuan cuma-cuma, setiap tahun. Ini sesuai aspirasi eh bukan aspirasi mereka tetapi suara rakyat. Ingat bukan asmara tetapi anggaran pembangunan rakyat," Rara bangga sekali membayangkan dana asmara eh bukan asmara yang akan digunakannya.
***
"Bagaimana rencanamu Nona Mia?" tanya Benza.
"Aku belum tahu bagaimana penjaringan mekanisme aspirasi eh permintaan eh keperluan rakyat. Siapa yang urus, bagaimana kesepakatannya, indikator apakah yang menunjukkan bahwa rakyatku memerlukan ini atau itu..." Nona Mia bingung. "Mungkin sebaiknya aku tanya ke ketua partai, ketua fraksi, atau ketua komisi, atau bagaimana ya? Aku belum tahu!"
"Yang pasti bukan asmara bukan?" tanya Benza.
"Bukan! Bukan asmara!" Rara dan Jaki menyambung.
"Bukankah bukan asmara namanya kalau bukan demi harapan dan permintaan pembangunan rakyat yang membutuhkannya bukan?" kata Jaki lagi.
"Bukan!" Benza menyambung.
"Bukankah demikian?"
"Ya, bukan!"
"Oooh...bukan?"