Penanganan kasus Anak Berhadapan dengan Hukum Berorientasi Kepentingan dan Masa Depan Anak
Penanganan kasus anak berhadapan dengan hukum harus berorientasi pada kepentingan dan masa depan anak. Oleh karena itu, pendekatan restorative justic
Penulis: Ryan Nong | Editor: Ferry Ndoen
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ryan Nong
POS-KUPANG.COM | KUPANG -- Penanganan kasus anak berhadapan dengan hukum harus berorientasi pada kepentingan dan masa depan anak. Oleh karena itu, pendekatan restorative justice (keadilan restoratif) dilakukan sebagai upaya untuk menjamin masa depan anak.
Hal ini bertujuan untuk mencari penyelesaian yang adil yang menekankan kepada pemulihan pada keadaan semula dan bukan pada upaya pembalasan dendam.
Demikian diungkapkan tim peneliti dari LPPM Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang pada Workshop Simulasi hasil penelitian tentang penerapan restorative justice dalam penanganan kasus anak berhadapan dengan hukum di Polres/Polresta daratan Timor yang dilaksanakan di Neo Aston Hotel, Senin (22/7/2019).
• Gubernur NTT Ajak Caleg Terpilih DPRD NTT Bersama Bangun NTT
Ketua tim peneliti, Dr Renny M. Masu SH,MH kepada POS-KUPANG.COM menjelaskan, penerapan restorative justice dalam proses penanganan kasus anak berhadapan dengan hukum dilakukan dengan orientasi kepentingan terbaik bagi anak.
"Orientasinya adalah demi kepentingan terbaik bagi anak karena sistem peradilan pidana anak juga sudah kasih landasan yang kuat," ungkap Dr Reny.
• Boomber Maung Bandung Ezechiel usai Cetak Gol untuk Kemenangan Persib, Begini soal Bobotoh
• BREAKING NEWS: Wisatawan Asing asal Australia Digigit Anjing di Maumere, Sikka-NTT
Ia mengatakan, dalam hasil penelitian mereka telah menemukan ada dua kecenderungan model keadilan restoratif yang ditetapkan dalam penanganan kasus anak oleh Polres/Polresta di daratan Timor, mulai dari Polres Kupang Kota, Polres Kupang Kabupaten, Polres TTS, Polres TTU dan Polres Belu.
Model penerapan tersebut, jelasnya terdiri dari penerapan restorative justice sebelum penyidikan dan restorative justice saat dimulainya penyidikan oleh penyidik PPA Satreskrim Polres bersangkutan.
Untuk penerapan restorative justice sebelum penyidikan, proses perdamaian atau mediasi dilaksanakan sebelum penyidikan dilaksanakan oleh penyidik dan mediasi melibatkan pelaku, korban, tokoh masyarakat dan tokoh agama serta aparat pemerintah seperti kepala desa. Namun, untuk penerapan model ini hanya dapat dilakukan dengan pertimbangan berdasarkan jenis kasus dan usia anak berhadapan dengan hukum.
Sedangkan untuk restorative justice saat dimulainya penyidikan, mediasi awal dilaksanakan oleh pihak penyidik melalui diversi setelah meminta pertimbangan dari pemK dan Peksos.
Ia mengatakan, restorative justice merupakan jalan keluar bagi upaya untuk menghindarkan anak dari permasalahan penjatuhan pidana yang bersifat tercela, menderitakan dan memenjarakan anak. Penerapan restorative justice, lanjutnya, dikonritkan wujud, mekanisme dan tatacaranya dalam bentuk penerapan diversi.
Penelitian yang dilaksanakan oleh Dr Reny R Masu SH, MH bersama dengan anggota tim yang terdiri dari Dr Apriana Fanggidae SE, MSi, Dr Cindy Soewarlan SPi MPi dan Dr Orpa G Manuain SH, MH ini mendapat dukungan dari Kemenristekdikti. (*)