Terkait Penetapan Kadis PMD dan Kabid Pemdes PMD SBD Jadi Tersangka, Ini Kajian Akademisi

dugaan tindak pidana korupsi sebab belum menemukan alasan kuat dibalik penetapan tersangka untuk kedua oknum tersebut.

Penulis: Gecio Viana | Editor: Rosalina Woso
zoom-inlihat foto Terkait Penetapan Kadis PMD dan Kabid Pemdes PMD SBD Jadi Tersangka, Ini Kajian Akademisi
POS KUPANG/GORDY DONOFAN
Kepala Pusat Layanan Pengembangan Kapasitas, Legal Drafting dan AntiKorupsi Undana, Bill Nope,.SH.,LL.M

Terkait Penetapan Kadis PMD dan Kabid Pemdes PMD SBD Jadi Tersangka, Ini Kajian Akademisi

POS-KUPANG.COM | KUPANG -- Pihak Polres Sumba Barat telah menetapkan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Sumba Barat Daya, Aleks Saba Kodi dan Kepala Bidang Pemerintahan Desa pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Sumba Barat Daya, Rinto Danggaloma sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana korupsi pada kegiatan bimbingan teknis desa tahun anggaran 2019 yang akan berlangsung di Jakarta tanggal 11-15 Juli 2019.

Atas hal tersebut, Akademisi dari Fakultas Hukum (FH) Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang sekaligus Ketua Pusat Anti Korupsi Undana, Bill Nope SH, LLM memberikan kajiannya terkait hal tersebut.

Dihubungi per telepon pada Jumat (5/7/2019) malam, Bill mengatakan, dari pemberitaan Pos Kupang, pihaknya belum menemukan indikasi adanya dugaan tindak pidana korupsi sebab belum menemukan alasan kuat dibalik penetapan tersangka untuk kedua oknum tersebut.

ZODIAK HARI INI! Ramalan Zodiak Sabtu 6 Juli 2019, Aries Bergairah, Scorpio Jadi Bahan Gosip

TAHAJUD! Ini Bacaan Doa Sholat Tahajud, Niat, Tata Cara, Salat Tahajud Sesuai Ajaran Rasulullah

VIRAL! Video Gubernur NTT Viktor Laiskodat Marahi Atlet yang Jongkok di Lapangan, Atlet Kok Malas!

"Masalah kita mau bilang pasti korupsi juga kita belum dapat alasannya apa. Tapi dugaan saya kick back. Tapi terlalu dini menetapkan tersangka," paparnya.

Dugaan adanya pola kick back yang akan dilakukan, jelas Bill, yang mungkin dijadikan alasan untuk mengtersangkakan kedua oknum tersebut.

Bill menjelaskan, pola kick back adalah fee yang diterima panitia penyelenggara tingkat daerah dari penyelenggara kegiatan pusat.

"Dari segi analisis, kenapa harus ke Jakarta dengan anggaran per orang Rp 13.5 juta dalam satu desa per orang di mana 11 juta disetor ke sana (panitia pusat). Lalu Rp 2.5 juta sebagai uang saku. Rp 5 Juta untuk dana kontribusi. Nah dana kontribusi ini yang akan dipakai panitia di Jakarta untuk kegiatan seperti bayar pemateri dan lainnya dan akan diberikan kembali biasanya Rp 1 juta. Nah ini namanya pola kick back yang mungkin dipakai sehingga polisi tetapkan tersangka. Tapi kajian ini masih umum dan kita tidak boleh meraba-raba. Ini masih kesimpulan prematur," katanya.

Dicontohkannya, dalam pola kick back, lazimnya uang kontribusi akan tertulis dalam kwitansi sebesar Rp 5 juta, sedangkan pihak panitia hanya menerima Rp 3 juta. Sisa dana Rp 1 juta akan dikembalikan ke panitia lokal atau dalam hal ini pihak PMD.

"Biasanya penyusunan anggaran ini rawan korupsi dan korupsi bisa dimulai sejak perencanaan anggaran. Ketika mereka beralasan ada di APBDes maka aman, tapi korupsi terjadi ketika panitia mengambil uang yang telah terkumpul itu lalu beli tiket dan kembalikan uang saku. Kan tadi disebutkan ada uang tiket, uang saku, uang kontribusi. Nah di sini lah rawan korupsi atau kita sebut kick back," jelasnya.

Dandim TTU Pimpin Anggotanya Tanam 5.000 Anakan Mahoni dan Jambu Mente di Desa Tuntun

ZODIAK CINTA Minggu 7 Juli 2019, Cancer Jaga Jarak Scorpio Ingin Bebas Leo Suka Berfantasi

"Rp 5 juta merupakan ung kontribusi dari peserta. Nanti panitia kegiatan hanya terima Rp 3 juta dan sisa Rp 2 juta dikembalikan ke panitia lokal SBD (PMD SBD) dalam hal ini PMD atau kadis tapi nota kontribusi tetap Rp 5 juta. Ini bisa jadi modus korupsi," tambah dia.

Pihaknya pun mempertanyakan dua bukti yang dijadikan pihak kepolisian untuk menetapkan kedua oknum tersebut sebagai tersangka.

Menurutnya, penetapan tersangka terhadap kedua oknum tersebut terkesan terburu-buru.

"Saya penasaran dua alat bukti ini apa?
Padahal kadis bilang uang masih utuh. Dan uang sementara disimpan di nomor rekening pak kadis untuk memudahkan transfer uang lalu kabid masih fokus cari tiket PP. Nanti kalau dia sudah setor Rp 5 juta tertulis dalam kwitansi dan hanya memberikan Rp 3 juta itu baru korupsi," paparnya.

Pihaknya pun menyayangkan kenapa bimtek harus dilakukan di Jakarta yang membutuhkan anggaran cukup besar.

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved