Berita NTT Terkini
Kisah Sukses Petani Mete Ilepadung, dari Budak Tengkulak Naik Tahta Jadi Raja di Pasaran
Kisah Sukses Petani Mete Ilepadung, dari Budak Tengkulak Naik Tahta Jadi Raja di Pasaran
Penulis: Adiana Ahmad | Editor: Kanis Jehola
Kisah Sukses Petani Mete Ilepadung, dari Budak Tengkulak Naik Tahta Jadi Raja di Pasaran
POS-KUPANG.COM, KUPANG — Persoalan modal usaha menjadi kendala bagi petani dan pelaku usaha kecil menengah di NTT dalam memulai atau mengembangkan usaha. Mereka kesulitan akses ke lembaga jasa keuangan atau perbankan untuk mendapatkan dana karena terhambat jaminan. Kendala itu juga yang dialami para petani mente di Ilepadung, Kecamatan Lewolema, Kabupaten Flores Timur.
Kacang mente yang dihasilkan para petani binaan Romo Emanuel Temaluru, Pr ini hanya untuk konsumsi sendiri. Kalau pun dijual harganya sangat rendah karena sistem ijon yang dimainkan para tengkulak . Padahal mereka (petani) merupakan pemilik produk tapi tengkulak yang menikmati hasil.
Tengkulak bertindak seperti majikan dan para petani seperti jongos atau budak karena tidak memiliki otorits atau kemandirian dalam menentukan harga dari produk mente yang mereka hasilkan.
• Puskesmas di Kota Kupang Buka Posko Selama Liburan
Sampai akhirnya pada 2017 lalu, Jamkrindo datang dan bertindak seperti dewa penyelamat. Lembaga penjaminan milik Negara ini melihat potensi yang begitu besar seharusnya mampu meningkatkan derajat kehidupan masyarakat di Ilepadung.
Kepala Bagian Penjaminan Jamkrindo Cabang Kupang, Asep Rudi Kurniawan ditemui dalam sebuah kesempatan di Kupang, 13 Desember 2018 lalu, menuturkan, Jamkrindo menjatuhkan pilihan pada Petani Mete karena kacanag mete merupakan produk unggulan di Provinsi NTT dan diakui masyarakat di luar NTT. “Di situ kami ingin tahu profil petani mete di NTT. Kita diberi akses ke petani mete. Lalu kita kumpulkan data profil petani mete, kita lakukan analisas kelayakan usaha, juga masalah yang dialami petani mete di NTT. Dalam analisis itu, kita itemukan, ada masalah pada akses perbankan dan pasar. Akibatnya, petani terpaksa ke tengkulak atau rentenir,” kata Asep.
• Anggota Satgas Pamtas RI-RDTL Yonif 741/GN Terima Senpi Janis Springfield
Asep mengungkapkan, kebetulan Jamkrindo mempunyai program kemitraan. Niat itu ternyata disuport Kantir pusat Jamkrindo. “Kita menemukan petani mete di Lewoharang, Desa Ilepadung yang layak untuk kita bina dan berikan pendamping. Tahap pertama 19 orang, tahap kedua 19 orang, jadi total 38 orang,” ungkap Asep.
Asep mengatakan, sasaran dari program kemitraan tersebut, petani terhindar dari tengkulak atau rentenir dengan harapan suatu saat para petani di desa itu bisa naik kelas dan bisa bermitra dengan perbankan. Tidak sekedar bantuan modal, Jamkrindo juga melakukan pembinaan dan pendampingan melalui pertemuan rutin setiap bulan.
Bersinergi dengan Pembina Petani Mete di Ilepadung, Romo Emanuel Temaluru, Pr dan kelompok tani mete yang sudah ada, Jamkrindo mulai membangun dan menata kembali manajemen pengelolaan kacang mete di daerah itu.
Romo Emanuel mengungkapkan, sebelum menjadi mitra Jamkrindo, para ketua kelompok tani dibekali pengetahuan tentang manajemen bisnis oleh Jamkrindo di Jakarta. Ilmu yang mereka dapatkan dari Jamkrindo disosialisasikan kepada petani mete di Ilepadung. Lalu mereka mulai dari apa yang sudah ada. “Kami mulai menyadari petani mete selama ini ditipu oleh rentenir. Harga mete dibeli dengan harga murah, Rp 16.000 sampai Rp 18.000 per kg. Dengan Program Kemitraan ini, banyak petani mete yang masuk kelompok dan disana kami berjuang bersama. Dampaknya juga ke mutu. Setelah ada kerja sama dengan Jamkrindo, mutu kacang mete lebih baik dan ini berdampak pada harga. Satu kilogram mete di tingkat petani naik menjadi Rp 21.000,00 sampai Rp 22.000,00 per kilo gram,” ungkap Romo Emanuel.
Meningkatnya harga mete ini juga berdampak pada kehidupan perekonomian petani mete di desa itu. “Sudah ada petani yang bisa bangun rumah sehat, ada tujuh petani yang sudah bisa kuliahkan anak sampai ke Jawa,” kata Romo Emanuel.
Kerja sama dengan Jamkrindo, katanya, juga melahirkan kesadaran berkelompok. Dari 30 orang yang terhimpun dalam kelompok pertama, masing-masing telah rekomendasikan petani yang layak untuk bentuk kelompok kedua. Dan saat ini sudah ada 20 orang yang akan masuk dalam kelompok kedua. Orang-orang yang masuk ke kelompok kedua, jelas Emanuel, tidak gampang. “Kita interogasi sampai hal-hal kecil, sampai orang yang kita rekomendasikan benar-benar clear dari kredit macet dan masalah lainnya. Setiap anggota yang merekomendasikan anggota baru bertanggung jawab penuh terhadap calon anggota yang direkomendasikan di kelompok kedua,” demikian Romo Emanuel.
Emanuel mengungkapkan, saat ini petani mete tidak lagi sekedar menjual mete gelondongan tapi sudah dalam bentuk kacang mete. “Ada dua kelompok yang sudah sampai tingkat vakum yakni kelompok Punaliput dan St.Antonio,” katanya.
Sementara Ketua Kelompok Petani Mete Punaliput, Gabriel Maran mengungkapkan, kerja sama kemitraan dengan Jamkrindo memberikan keuntungan lebih karena bunga pinjaman yang sangat rendah. “Bayangkan, setahun bunga pinjaman hanya dibebankan tiga persen (3%) dengan besarnya pinjaman sampai Rp 70 juta,” kata Maran.
Maran mengklaim, kacang mete di desanya merupakan yang terbaik dan ke depan secara perlahan petani di desa itu tidak lagi mengirim mete gelondongan tapi dalam bentuk kacang mete dengan harga yang lebih tinggi.