Berita Nasional
Masih Ingat Buku Pelajaran 'Ini Budi', Begini Kehidupan Pengarangnya Siti Rahmani Rauf
Masih ingat buku pelajaran Bahasa Indonesia 'Ini Budi', begini kehidupan pengarangnya Siti Rahmani Rauf.
POS-KUPANG.COM - Masih ingat buku pelajaran Bahasa Indonesia 'Ini Budi', begini kehidupan pengarangnya Siti Rahmani Rauf.
Buku pelajaran Bahasa Indonesia tingkat Sekolah Dasar (SD) tahun 1980-an ini sangat dasyat pengaruhnya di jaman itu.
Tentu kalian masih ingat kalimat-kalimat ini: "Ini Budi, ini ibu Budi, ini bapak Budi."
Bagi Anda yang duduk di bangku kelas 1 sekolah dasar (SD) antara tahun 1980-1990an, kalimat tersebut mungkin tidak asing di telinga.
Baca: Jimin BTS Disamakan dengan Tokoh Budi Pada Buku Pelajaran Bahasa Indonesia Tingkat SD, Kok Bisa?
Ya, kata-kata Budi dan keluarganya digunakan para guru untuk mengajari muridnya membaca. Siti Rahmani Rauf adalah sosok di balik kalimat populer ini.
Ia membuat pembelajaran buku paket kelas 1 SD dengan metode Struktur Analitik Sintetik (SAS) bersama rekannya pada tahun 1980-an. Hampir semua sekolah di Indonesia menggunakan pedoman itu dan masih tetap populer sampai sekarang.
Selama ini Siti tinggal di daerah Tanah Abang, Jakarta Pusat dan ditemani putrinya yang bernama Karmeni Rauf (63).
"Iya ini nenek yang buat Ini Budi," kata Siti pelan, beberapa tahun lalu sebelum Siti meninggal dunia.

Pada masa tuanya, semangat membaca Siti tak pernah luntur, ia masih sering membaca novel-novel Belanda.
Biasanya, Siti bangun di tengah malam untuk membaca, lalu tidur di siang harinya. Menurut penuturan Karmeni, ibunya sering kali mengigau ingin mengajar di malam hari.
"Ayo siapin baju, Ibu mau ngajar. Ayo anak-anak kerjain PR, kerjain tugas, jangan bandel ya," ujar Karmeni menirukan igauan ibunya.
Siti yang dilahirkan di Sumatera Barat menjadi guru di daerah tersebut mulai tahun 1938 sampai 1953. Kemudian pada tahun 1954, ia pindah ke Jakarta bersama suami dan anak-anaknya sampai sekarang.
Terkait dengan pembuatan buku Ini Ibu Budi, Karmeni menuturkan bila itu berdasarkan permintaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud). Saat buku selesai dicetak, ia ditanya ingin meminta bayaran berapa.

Namun, Siti tak mau dibayar dengan uang karena hanya ingin berangkat haji. Ia memang cinta dengan dunia pendidikan dan mengutamakan agama dibanding materi.
Siti dan anaknya masih berharap buku itu dipakai kembali untuk mengajar membaca anak-anak SD.