Berita Kota Kupang Terkini
Paroki St. Yoseph Naikoten yang "Membelah Diri"
Tahun ini, Paroki St. Yoseph Naikoten genap berusia 50 tahun. Menyongsong Pesta Emas ini, panitia kegiatan telah menggelar berbagai acara
Penulis: PosKupang | Editor: Kanis Jehola
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ambuga Lamawuran
POS-KUPANG.COM | KUPANG - Tahun ini, Paroki St. Yoseph Naikoten genap berusia 50 tahun. Menyongsong Pesta Emas ini, panitia kegiatan telah menggelar berbagai acara sejak 6 Januari 2018.
Selama setengah abad pelayanan, Paroki St. Yoseph Naikoten telah menjadi sentral dari beberapa paroki-paroki yang terbentuk kemudian. Fakta ini, oleh Daniel Hurek disebut sebagai "membelah diri".
Dan Hurek, selain sebagai anggota Dewan Kota Kupang, juga merupakan Ketua KUB Kuanino 4b St. Lusia.
Baca: BMKG Beri Peringatan Dini Waspadai Gelombang Tinggi di Sejumlah Perairan NTT
"Saya katakan bahwa Gereja St. Yoseph ini membelah diri," ujarnya kepada POS-KUPANG.COM, Sabtu (27/10/2018).
Dulu, katanya, cakupan pelayanan gereja St. Yoseph sangat luas. St. Yoseph Naikoten memberikan pelayanan kepada umat, dari kawasan Assumpta sampai Sikumana. Namun dengan berjalannya waktu, banyak terjadi perubahan.
Baca: Ribuan Umat St. Yoseph Naikoten Songsong Pesta Emas
"Assumpta, St. Familia, Tofa, Sikumana, dulu masuk paroki di sini. Sekarang mereka telah membentuk paroki sendiri. Dan soal jumlah umat, menurut saya, Assumpta lebih banyak," katanya.
Dan kembali mengenang masa-masa menjadi mahasiswa, sewaktu dia bersama beberapa temannya cukup aktif dalam kegiatan-kegiatan di gereja St. Yoseph.
"Ada perbedaan antara tahun 85-an dengan sekarang," ujarnya.
Pada waktu itu, sebagai besar umat terdiri dari kalangan mahasiswa. Ini terjadi lantaran dua tempat yang menjadi konsentrasi warga kota, yaitu gedung Universitas Nusa Cendana (lama) dan kantor Gubernur NTT.
"Waktu itu, tempat-tempat itu ada dalam wilayah paroki ini. Jadi, banyak sekali mahasiswa yang memilih tinggal di sekitar sini. Dan, aktivitas waktu itu sangat ramai," katanya.
Dan mengakui, waktu telah berubah. Sekarang, yang lebih banyak tinggal di paroki ini adalah generasi pertama.
"Orang tua yang berumur 50 sampai 60, saya katakan sebagai generasi pertama. Anak-anak mereka adalah generasi kedua. Dan generasi kedua kebanyakan hidup di tempat-tempat atau paroki lain," katanya.
Dia berharap, pihak paroki bisa memberikan penguatan terhadap kaum muda.
"Zaman telah berubah. Begitu banyak perkembangan teknologi. Dan gereja harus bisa memberikan penguatan kepada generasi muda. Ada tiga hal, yaitu penguatan iman, keterampilan hidup, dan pemberdayaan ekonomi," harapnya. (*)