Berita Kota Kupang
Rosmariani tentang Penerapan K3: Regulasi Bagus, Komitmen Pelaksanaannya Kurang
Regulasi penerapan K3 (kesehatan dan keselamatan kerja) pada proyek konstrusi di Indonesia dinilai sudah sangat bagus dibandingkan dengan negara lain.
Penulis: Ryan Nong | Editor: Kanis Jehola
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ryan Nong
POS-KUPANG.COM | KUPANG - Regulasi penerapan K3 (kesehatan dan keselamatan kerja) pada proyek konstrusi di Indonesia dinilai sudah sangat bagus jika dibandingkan dengan negara-negara lain.
Namun, persoalan di lapangan seringkali timbul karena rendahnya komitmen dari pelaksana jasa konstrusksi dan pihak pendukung dalam proyek konstruksi.
Baca: Puluhan Polisi Berjaga di Swiss Belin Hotel, Ada Apa Ya?
Hal ini diungkapkan akademisi dan peneliti Universitas Indonesia DR Rosmariani Ariffudin ST, MT, pada Seminar Nasional Tantangan Asosiasi Profesi dalam Meminimalisasi Kecelakaan Konstruksi dalam rangka Munas ke IV Asosiasi Tenaga Teknik Indonesia (ASTTI) di Aston Hotel & Convetion, Selasa (24/7/2018) siang.
Rosmariani mengungkapkan, dibandingkan dengan Negara lain, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukannya, elemen dalam regulasi penerapan K3 pada proyek konstruksi dinilai paling lengkap.
"Pada penelitian kita, regulasi sudah sangat bagus, elemen kita paling lengkap, bahkan jika dibandingkan dengan negara lain," jelasnya.
Persoalannya ada pada ketiadaan komitmen yang baik dari pelaksana jasa konstruski dan pendukungnya.
"Kita tidak punya komitmen, kita juga tidak punya reward dan punishment system yang baik untuk mengawal semua regulasi ini," ungkap peneliti yang juga merupakan dosen pada Universitas Hasanudin Makasar ini.
Ia menyebut dalam K3, elemen pertama yang penting adalah komitmen. Terutama komimen pada dan terhadap penggunga jasa konstruksi. Hal ini yang kerapkali membuat kualitas pekerjaan menjadi menurun.
"Dalam K3 elemen pertama ada pada komitmen, yang paling pertama ada pada pengguna. Kita menemukan berdasarkan penelitian yang kita buat, kontraktor kalau kerja untuk orang luar biasanya bagus tetapi kalau dengan pemerintah kita (Indonesia) hasilnya biasa, kita bisa lihat sendiri," paparnya.
Berkaitan dengan komitmen itu, ia juga mencontohkan pada persoalan sertifikasi. Ia mendapati bahwa ada banyak sekali kasus dimana sertifikasi hanya dijadikan sebagai kertas (bahan) syarat belaka untuk meloloskan lobi atau tender proyek.
"Kita ingin mengawasi, tapi sering juga kita temukan sertifikasi ini hanya buat tender, contohnya sertifikasi kontraktor si A yang dipakai untuk tender, tetapi ketika ngecek di lapangan ternyata yang kerja si C,itu yang tidak benar," ungkapnya. (*)
