Wanita Dikurung dalam Ruangan Sempit oleh Orangtua Selama 15 Tahun, saat Ditemukan Begini Kondisinya
Yasutaka dan Yukari tega mengurung putri mereka sendiri dalam sebuah ruangan sempit yang hanya berukuran 3 meter persegi.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti | Editor: Pravitri Retno Widyastuti
POS-KUPANG.COM -- Sepasang suami istri asal Osaka, Jepang ditangkap polisi karena telah melakukan penganiayaan terhadap anak mereka sendiri.
Yasutaka Kakimoto (55) dan Yukari Kakimoto (53) tega mengurung putri mereka sendiri, Airi (33), dalam sebuah ruangan sempit yang hanya berukuran 3 meter persegi.
Mereka bahkan hanya memberi makan Airi sehari satu kali.
Parahnya, Yasutaka dan Yukari telah memperlakukan Airi seperti itu selama 15 tahun.
Dilansir dari Daily Mirror, Kamis (28/12/2017), pasangan suami istri tersebut percaya Airi memiliki penyakit jiwa yang bisa membuatnya melakukan tindak kekerasan.

Baca: Ingin Mirip David Beckham, Pria Ini Rela Habiskan Biaya 363 Juta, Nyawanya bahkan Hampir Melayang
Baca: Motor Hilang Kendali, Pengendara Ini Terjatuh dan Tertabrak Masuk ke Kolong Truk, Lihat Kondisinya
Oleh karena itu mereka berdua tega melakukan penganiayaan yang mengerikan itu.
Pada 18 Desember 2017 lalu, Airi ditemukan tewas oleh orangtuanya.
Yasutaka dan Yukari pun melaporkan kematian Airi pada Sabtu (23/12/2017) pada polisi.
Saat ditemukan petugas, jasad Airi sangat kurus dan tinggal kulit beserta tulang.
Memiliki tinggi 145 cm, Airi hanya memiliki berat badan 19 kg.
Dari hasil penyelidikan, diketahui kematian Airi disebabkan karena kelaparan dan kedinginan.
"Putri kami sakit jiwa sejak ia berusia 16 atau 17 tahun. Ia menjadi kasar dan kami memutuskan untuk mengurungnya," jelas orangtua Airi saat investigasi.
Polisi menjelaskan Yasutaka dan Yukari membangun ruangan khusus Airi yang pintunya hanya bisa dibuka dari luar.
Baca: Israel Abadikan Donald Trump jadi Nama Stasiun di Yerusalem
Ruangan sempit itu juga dilengkapi toilet dan kran air yang bisa diminum.
Di Jepang, orang-orang keterbelakangan mental dan fisik dianggap sebagai aib keluarga.
Publik pun akan menilai berbeda pada sebuah keluarga jika ada anggotanya yang memiliki kondisi khusus.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)