Dinas Lingkungan Hidup NTT Beberkan Hasil Pemantauan di 12 Rumah Sakit Soal Limbah Medis
Dinas Lingkungan Hidup Provinsi NTT membeberkan hasil temuannya dan memberikan rekomendasi untuk ditindaklanjuti.
Penulis: Edy Hayong | Editor: Agustinus Sape
Laporan Wartawan Pos-Kupang.com, Edy Hayon
POS-KUPANG.COM | KUPANG - Dinas Lingkungan Hidup Provinsi NTT dalam rapat evaluasi pemantauan pengelolaan limbah medis untuk 12 rumah sakit di Kota Kupang, membeberkan hasil temuannya dan memberikan rekomendasi untuk ditindaklanjuti.
Hasil temuan menunjukkan secara umum penyimpanan limbah medis melampaui batas waktu yang disyaratkan bahkan untuk beberapa rumah sakit terus menumpuk karena tidak memilki alat insinerator atau alat pengolah lainnya, insinerator rusak.
Baca: Sekda Kabupaten Kupang Motivasi PNS dengan Menceritakan Pengalamannya
Dinas Lingkungan Hidup NTT melalui press release yang dikirim kepada Pos Kupang, Senin (4/12/2017), menyebutkan, rapat evaluasi yang dipimpin Kepala Dinas Drs. Benyamin Lola, M.Pd, didampingi Kepala Seksi Limbah, Frans Sola, menjelaskan, pada tanggal 30 November 2017 telah dilakukan rapat evaluasi hasil pemantauan pengelolaan limbah medis diikuti oleh 12 rumah sakit di Kota Kupang sebagai penghasil limbah dan pimpinan Instansi/Lembaga terkait baik di tingkat Provinsi Nusa Tenggara Timur maupun Kota Kupang.
Dari evaluasi itu telah dirumuskan bahwa dari 12 rumah sakit di Kota Kupang, 7 rumah sakit (RS. Mamami, RS Leona, RS AU EL Tari, RS Kartini, RS TNI AL Samuel Moeda, RSUD Prof DR. W.Z. Johannes, RSUD S.K. Lerik) belum memiliki izin penyimpanan sementara dan fasilitas penyimpanan sebagaimana diisyaratkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor :P.56/Menlhk-Setjen/2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah B3 dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Baca: Peradi Ditunjuk Sebagai Kuasa Hukum BPN Malaka
Secara umum, penyimpanan limbah medis melampaui batas waktu yang disyaratkan bahkan untuk beberapa rumah sakit terus menumpuk karena tidak memiliki alat insinerator atau alat pengolah lainnya, Insinerator rusak, Pembuangan limbah medis secara bebas sudah sulit dilakukan karena diawasi oleh masyarakat.
Pengelolaan limbah medis untuk kegiatan pengumpulan dan penyimpanan tidak dilakukan oleh tenaga khusus yang terampil dan terlatih sehingga pengelolaan limbah medis yang dilakukan cenderung sama dengan limbah domestik umumnya.
Ditambahkan, dalam rapat itu diketahui pengolahan limbah medis secara thermal menggunakan insinerator oleh sejumlah rumah sakit dan perusahaan PT CITRA KUPANG sampai saat ini belum memiliki izin dari kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI sehingga sepatutnya tidak diteruskan sebab menyalahi ketentuan yang berlaku.
Baca: UU Jasa Konstruksi Beri Rasa Aman, Begini Penjelasannya
Kerjasama pengelolaan limbah medis sebagaimana yang sudah dilakukan oleh rumah sakit Siloam dan Mamami dengan Pihak Ketiga berijin merupakan upaya penanganan masalah yang dianggap tepat untuk jangka pendek walaupun belum bisa diikuti oleh rumah sakit lainnya karena pertimbangan biaya.
Kenyataan menunjukan bahwa volume limbah medis sisa pembakaran menggunakan insinerator yang ada masih cukup tinggi jauh dari efisiensi pembakaran yang diharapkan yakni 99,95 % dan tidak dilakukan tahapan pengolahan selanjutnya melalui proses enkapsulasi atau inertisasi untuk selanjutnya dilakukan penimbunan.
Rumah sakit sebagai penghasil limbah medis Bahan Berbahaya Beracun (B3) khususnya limbah medis belum tertib dalam urusan administrasi dan pelaporan sebagai sebuah kewajiban yang harus dipenuhi.
Terhadap rumusan itu, telah dibuatkan rekomendasi dalam rangka penanganan masalah serta meminimalisir dampak negatif terhadap lingkungan maka direkomendasikan beberapa hal sebagai berikut.