Kasus Tambang di NTT
Sampai Mati Kami Tetap Tolak Tambang
Sebanyak 40 KK masyarakat Kampung Tureng Bawer, Desa Legur Lai, Kecamatan Elar, Kabupaten Matim, menolak tambang sampai titik darah penghabisan.
POS-KUPANG.COM, BORONG -- Sebanyak 40 kepala keluarga (KK) masyarakat Kampung Tureng Bawer, Desa Legur Lai, Kecamatan Elar, Kabupaten Manggarai Timur (Matim), menolak tambang sampai titik darah penghabisan.
"Kami tolak tambang hingga kami mati. Kami akan melakukan pagar jalan dengan kayu, hingga mati dan dikuburkan di jalan tersebut," tegas Bernadus Antus, mewakili keluarga besar tolak tambang dan warga lainnya di Kampung Tureng, Kamis (28/8/2014).
Antus menyebut alasan masyarakat memblokir jalan dan membuat pagar badan di jalan menuju lokasi tambang yang dikerjakan oleh PT Manggarai Manganese (MM) sebagai bentuk penolakan terhadap eksplorasi dan eksploitasi tambang di wilayah itu.
Antus menyampaikan, ada sejumlah alasan sehingga masyarakat menolak tambang. Pertama, tambang akan menjungkirbalikkan bumi. Kedua, wilayah tambang adalah tanah ulayat warga Tureng dan warga Desa Golo Lijun. Ketiga, lokasi tambang berada di wilayah hutan lindung yang banyak mata airnya.
"Lokasi tambang berada di wilayah tanah ulayat kami. Tambang akan merusak bumi dan lokasi tambang adalah hutan yang banyak mata air. Jika itu sampai diesploitasikan, dengan sendirinya semua mata air kering, persawahan kami tercemar," tutur Antus.
Beberapa warga lainnya mengatakan, pembongkaran pagar pemblokiran jalan ketika rombongan kecamatan dan kepolisian tiba pada tanggal 24 Agustus 2014, bukan berarti warga sudah mengizinkan dan menerima pihak PT MM terus melakukan eksplorasi dan eksploitasi, tetapi warga menolak hingga titik darah penghabisan.
"Kami masyarakat di sini hanya memiliki pendidikan tertinggi SMP. Itu saja pengetahuan kami untuk menolak tambang, kami tidak tahu perbuatan lain. Kami blokir jalan bagi kendaraan PT MM yang masuk ke lokasi tambang. Kami di Kampung Bawer Tureng ini satu keluarga besar dan sekarang ada 50 KK. Dari 50 KK, ada 40 KK yang tolak tambang dan 10 KK yang pro terhadap tambang. Dan ada 28 orang anggota keluarga mereka yang kerja di perusahaan tambang," ungkap warga.
Warga mengatakan, dampak dari tambang mangan tersebut buah kemiri kena penyakit kehitam-hitaman, padi di ladang dan sawah kekuning-kuningan. Warga mengatakan, hutan untuk lahan tambang seluas 23.010 hektar. Lahan tambang itu meliputi sebagian wilayah Desa Legur Lai dan Desa Golo Lijun, serta Desa Golo Lebu.
Pada tiga desa itu pihak PT MM sudah mengantongi izin usaha pertambangan (IUP) berupa tambang mangan dengan masa berlaku empat tahun sejak 7 Desember 2009 dan berakhir 7 Desember 2013.
"Masa izin eksplorasi sudah selesai. Tetapi, eksplorasi terus berlanjut. Pada tanggal 19 Frebuari 2014 kami demo di kantor bupati. Waktu itu bupati tidak ada, hanya wakil bupati yang menerima kami. Wakil bupati mengatakan kepada kami bahwa belum ada IUP baru, itu baru kami tahu," kata warga.
Mereka juga menjelaskan, pada tanggal 26 Mei 2014 pimpinan PT MM bersama dua anggota brimob datang melakukan pendekatan kepada warga memberikan permohonan maaf karena mereka telah melakukan eksplorasi tambang tanpa sepengetahuan warga.
"Waktu itu tua teno kami Aloisius Janu tidak menerima pendekatan adat dan budaya dari perusahaan. Meraka membawa pulang ayam, rokok, tuak dan uang Rp 100.000," tutur warga.
Antus dan warga lainnya mengungkapkan, selama PT MM melakukan eksplorasi tambang tidak ada bantuan kepada masyarakat Tureng Bawer. Hanya rehab tiga sumur air minum, tetapi tidak berfungsi sampai sekarang.
Antus menjelaskan, tanggal 24 Juli 2014 ketika ada pertemuan antara warga dengan unsur Pemkab Matim dan pimpinan PT MM, disampaikan bahwa PT MM melakukan eksplorasi mangan disetujuhi oleh tua teno dan masyarakat setempat yang dibuktikan dengan penandatanganan.
"Akan tetapi, buktinya tidak ada tanda tangan dari tua teno. Kami juga tidak pernah melihat tua teno menandatangani persetujuan itu. Kami hanya tanda tangan tahun 2010 ada pembersihan jalan masuk ke kampung ini. Waktu itu kami tanda tangan bukan untuk persetujuan tambang," ujar beberapa warga.