Bentrokan Adonara

Bupati Flotim: Sepertinya Kami Dijebak

Bupati Flores Timur, Yoseph Lagadoni Herin, S.Sos mengatakan, pemerintah telah berupaya optimal dengan turun

Editor: Alfred Dama
zoom-inlihat foto Bupati Flotim: Sepertinya Kami Dijebak
Net
Yosni Herin, Bupati Flores Timur - NTT
POS KUPANG.COM, LARANTUKA -- Bupati  Flores Timur, Yoseph Lagadoni Herin, S.Sos mengatakan, pemerintah telah berupaya optimal dengan turun langsung menemui semua pihak dan mengajak untuk berdialog secara terus menerus tapi hasil akhirnya tetap perang.

"Kita akan koordinasikan kembali. Saya juga sudah mengkomunikasikan masalah ini dengan pak gubernur.  Dan, kondisi seperti ini, tidak ada cara lain adalah pendekatan hukum dan keamanan," tegas Yosni begitu Yoseph Lagadoni Herin disapa.

Seperti diketahui, perang tanding jilid III pecah di Adonara, Flores Timur, Selasa (13/11/2012). Warga Lewonara dikepung dan diserang warga Lewobunga menggunakan senjata rakitan, bom rakitan, panah dan sejumlah senjata tajam lainnya.  Akibatnya, satu tewas dan 19 orang luka-luka, baik warga Lewonara maupun warga Lewobunga. Selain korban manusia, dua kendaraan truk, delapan sepeda motor dan sejumlah rumah terbakar.

Pengepungan dan serangan itu menyebabkan satu orang warga Lewonara tewas dan 13 orang lainnya luka berat dan ringan. Peristiwa ini terjadi usai paha kemaha atau penetapan tapal batas di Got Hitam, Dusun Riangbunga, Kecamatan Adonara Timur, yang selama ini menjadi sengketa antara warga Desa Lewonara dan warga  Lewobunga. Sekitar lima orang warga Lewobunga mengalami luka berat dan ringan. Warga yang tewas, yakni Laos Hege. Ia diduga dihantam menggunakan benda tumpul persis di tengkuk (leher bagian belakang).

Salah satu tokoh masyarakat Lewonara, Demon, kepada wartawan menyampaikan kekecewaannya atas keberpihakan aparat keamanan dalam insiden itu. "Kami dikepung. Sepertinya kami dijebak untuk menyerahkan diri kami untuk dibunuh. Aparat tidak bekerja serius melakukan sweeping senjata dengan radius tertentu termasuk orang-orang yang tidak berkepentingan untuk masuk ke wilayah Paha Kemaha.  Sementara kami dilarang membawa senjata dan itu kami turuti. Tapi, kenapa yang lain bawa senjata didiamkan hingga kejadian seperti ini.  Dan, lebih parah lagi, saat dentuman bunyi senjata rakitan yang ditujukan untuk membunuh orang Lewonara, aparat keamanan diam saja.  Padahal, jumlah aparat keamanan sekitar 400 personel  tapi seakan-akan tidak ada aparat yang terlihat. Kami kecewa dengan kerja aparat keamanan. Sebaiknya, aparat keamanan pulang saja. Dan, biarkan Nayu Baya (saudara kakak beradik, red)  dari dua belah pihak untuk menjaga keamanan," kata Demon.

Ia meminta aparat keamanan bertanggung jawab  atas kejadian yang  menewaskan dan melukai warga Lewonara.  "Kita minta mereka bertanggung jawab.  Luka akibat warga kami yang tewas karena timah panas aparat belum sembuh, namun datang lagi kasus pembiaran pembunuhan terhadap kami datang lagi," katanya.

Sejumlah tokoh Lewonara mengatakan,  bertambahnya korban maka proses negosiasi yang dilakukan pemerintah sulit untuk diteruskan. Perang akan terus bergejolak.

"Proses negosiasi sudah sulit. Ke depan pasti akan terjadi perang," kata sejumlah tokoh masyarakat Lewonara yang enggan menyebutkan namanya. (iva)

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved