Dr. Ir. Semuel Littik: Mencari Solusi Pembangunan Perikanan NTT
Ke depannya, jika Tuhan berkenan, saya ingin mencalonkan diri sebagai Gubernur NTT dalam Pilkada berikut. Keinginan ini bukan karena motivasi kenyamanan hidup dan popularitas, tapi karena kemauan memberikan yang terbaik dari diri saya kepada bumi dan rakyat NTT demi kesejahteraan rakyat NTT.
WILAYAH perairan di Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan kekayaan yang belum digali untuk dimanfaatkan bagi kepentingan masyarakat daerah ini. Nyatanya, wilayah laut NTT masih menjadi hiasan dan kebanggaan semata bagi warga Flobamora.
Padahal bila kekayaan laut ini dikelola secara baik, maka bisa memberikan kontribusi untuk kemajuan ekonomi NTT.
Dr. Ir. Semuel A. M. Littik, M.Sc, putra NTT yang menjadi dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura Ambon dan Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada Universitas Satya Negara Indonesia-Jakarta ini mengatakan, untuk mengembangkan perikanan yang perlu dilakukan adalah meningkatkan kualitas dan kuantitas lulusan pendidikan perikanan mulai dari jenjang sekolah lanjutan hingga pendidikan tinggi.
Selanjutnya adalah serius dalam bisnis perikanan dengan memoderenisasi fasilitas penangkapan ikan. Ini merupakan sedikit dari solusi yang bisa dikembangkan di NTT.
Perhatian Dr. Ir. Semuel A. M. Littik, M.Sc terhadap NTT tak berhenti meski ia hidup di tanah rantau. Bahkan, ada keinginan untuk kembali dan membangun bumi Flobamora. Berikut perbincangan Pos Kupang dengan Samuel Littik.
Sebagian besar wilayah NTT terdiri dari lautan. Bagaimana Anda melihat potensi perikanan laut dan darat di Nusa Tenggara Timur?
Dari segi geografi memang NTT adalah wilayah kepulauan, yakni wilayah yang lautannya lebih luas dari daratan, dan memiliki banyak pulau kecil. Potensi perikanan laut NTT pasti lebih besar dilihat dari luasnya laut dibanding perikanan darat yang membutuhkan air tawar (apalagi air tawar termasuk langka di NTT). Namun perlu diingat, perikanan laut sifatnya usaha musiman sebab ada musim barat di mana nelayan tidak bisa beroperasi karena gelombang dan cuaca yang berbahaya untuk keselamatan pelayaran. Dengan demikian, potensi perikanan laut NTT harus dipandang sebagai usaha musiman dengan tingkat risiko yang tinggi.
Dengan kondisi laut yang luas, apa yang harus dilakukan agar investasi dalam bidang perikanan ini bisa menjadi hal yang menarik bagi investor?
Usaha perikanan laut di NTT termasuk masih tradisional dengan wilayah operasi yang terbatas karena ukuran tonase kapal yang relatif kecil (5 - 30 GT). Untuk usaha skala kecil seperti ini, investasi yang dibutuhkan lebih pada pengadaan dan pemeliharaan sarana penangkapan ikan. Investasi seperti ini bisa ditangani oleh pemerintah karena sudah ada program-program nasional melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan dan dari Pemda NTT serta Pemkab/Pemkot yang ada. Lagipula wilayah operasi penangkapan skala kecil umumnya dekat dengan pantai sehingga sumberdaya ikannya juga terbatas. Jadi sebaiknya tidak mengundang investasi luar dalam usaha perikanan kecil tersebut sebab bisa mematikan usaha nelayan yang kurang modal, dan nelayan kecil tidak dalam posisi bersaing dengan pemilik modal besar. Ruang usaha kecil ini cukup jadi perhatian dan pekerjaan pemerintah saja.
Jika investor besar yang diundang, maka diminta mengembangkan usaha perikanan tangkap lepas pantai (lebih dari 12 mil) sampai ke Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang berjarak 200 mil dari pantai. Penangkapan ikan di wilayah lepas pantai membutuhkan kapal berbobot di atas 100 GT. Akan tetapi, di luar 12 mil, wewenang perizinan ada pada pemerintah pusat, bukan Pemda NTT.
Apa yang bisa dilakukan Pemda?
Paling yang dapat dilakukan Pemda adalah mengundang investor untuk membuka sarana pelabuhan perikanan yang lengkap dengan prasarana pengawetan ikan dan fasilitas ekspor. Mengingat wilayah perairan Indonesia sudah dipilah-pilah ke dalam 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP), maka Pemda NTT perlu pendekatan dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan menyangkut investasi pelabuhan perikanan untuk WPP Laut Timor karena NTT berhadapan dengan Australia dan Timor Leste sebagai sasaran pemasaran. Keberadaan pelabuhan perikanan untuk ekspor dari NTT akan meningkatkan lapangan kerja dan pendapatan daerah sekaligus memudahkan pengawasan dan pengamanan wilayah laut perbatasan oleh TNI-AL (Lantamal di Kupang).
NTT dengan kondisi laut yang luas tentu memilliki hasil laut yang baik. Namun kenyatannya, masih ada ikan asin di pasaran NTT (ikan asin/ikan teri/ikan kering dari Sulawesi dan Kalimantan).
Perikanan adalah bisnis berbasis ikan sebagai komoditi, seperti pertambangan adalah bisnis berbasis batuan, minyak, gas dan logam mulia sebagai komoditinya. Semua bisnis membutuhkan produksi, pengolahan dan pemasaran. Dari sudut bisnis, keberadaan produk perikanan dari daerah atau Negara lain di NTT adalah hal yang wajar selama ada pembeli. Jika masih banyak produk ikan dari luar NTT yang dibeli oleh masyarakat NTT, maka harus dipertanyakan apakah produksi ikan di NTT sendiri belum mencukupi kebutuhan, atau harganya kemahalan disbanding ikan dari daerah lain. Ini soal selera pembeli dan keinginan pasar.
Bagaimana Anda melihat upaya pemerintah NTT menjadikan NTT sebagai propinsi kepulauan bisa mengandalkan laut untuk kemajuan ekonomi?
Saya sangat salut pada Pemda NTT yang secara gencar mempromosikan laut sebagai andalan ekonomi NTT, bahkan Pemda NTT aktif dalam Forum Provinsi Kepulauan yang diberi tambahan Dana Alokasi Khusus dari Kementerian Keuangan karena luas lautnya. Upaya apapun yang dilakukan Pemda NTT harus didukung oleh kabupaten/kota di NTT serta seluruh elemen masyarakat agar benar-benar dapat mencapai hasil untuk kemakmuran rakyat NTT. Tentunya dalam Rencana Pembangunan NTT dibutuhkan keseriusan untuk meletakkan laut dalam paradigma lahan bisnis tadi. Mulai dari sisi produksi yang konsisten, teknologi pengolahan yang memberi nilai tambah pada produk hingga jaringan pemasaran yang luas dari lokal hingga internasional. Jika mengandalkan produksi tradisional saja, tidak akan terasa dampak ekonomi yang dimaksud. Apalagi SDM nelayan pada umumnya belum berpendidikan memadai (tamatan SD) sehingga harus ada program terobosan untuk mengaitkan pendidikan perikanan di daerah ini dengan program pemberdayaan nelayan dan usaha perikanan tangkap skala kecil.
Anda mendengar tentang program Gerakan Masuk Laut (Gemala) di NTT, tapi kelihatannya kurang serius dilaksanakan. Apa komentar Anda?
Saya tidak tahu persis apa kendalanya. Pada tahun 1999, saya pernah menulis opini di sebuah koran lokal di Kupang bahwa nelayan NTT umumnya adalah saudara-saudara kita dari Sulawesi, khususnya Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara (istri saya berdarah Bugis dan saya kuliah perikanan di Universitas Hasanuddin Makassar sehingga saya paham jiwa laut orang Sulawesi Selatan). Sebagai putra asli NTT, setahu saya masyarakat asli NTT pada umumnya tidak berorientasi ke laut. Kita berorientasi ke darat dalam bentuk berburu hewan, memelihara hewan di darat dan bercocoktanam. Oleh sebab itu, apapun gerakan Pemda untuk menuju ke laut sebagai andalan ekonomi membutuhkan sentuhan-sentuhan budaya tertentu, terutama pada generasi muda NTT yang masih kuat orientasinya bekerja di darat. Para budayawan perlu dilibatkan untuk mengubah orientasi budaya sebuah masyarakat. Upaya mengalihkan orientasi generasi muda dari darat ke laut juga harus melibatkan para pendidik melalui pengajaran kurikulum muatan lokal kelautan di sekolah-sekolah dasar hingga lanjutan atas di NTT.
Apa yang harus atau bisa dilakukan agar potensi laut NTT bisa benar-benar bermanfaat bagi NTT?
Secara umum, potensi laut yang bermanfaat untuk NTT hanya dalam wilayah 12 mil dari pantai. Lebih dari jarak itu sudah masuk wilayah kewenangan pemerintah pusat. Oleh sebab itu, selain mengusahakan modernisasi sarana penangkapan ikan milik nelayan, perlu secara serius diwujudkan hubungan antara pendidikan perikanan di tingkat menengah hingga perguruan tinggi dengan peningkatan mutu bisnis perikanan rakyat itu sendiri. Potensi pariwisata laut NTT juga sangat baik, khususnya yang terkenal sekarang adalah Pulau Komodo dan laut sekitarnya, dan Pulau Lembata dengan upacara penangkapan paus. Tentunya wilayah-wilayah pantai yang indah untuk menyelam dan rekreasi lainnya perlu ditata dan dijaga kualitas lingkungannya. Promosi pariwisata laut NTT perlu ditingkatkan bersamaan dengan promosi kain tenun yang unik. Semua potensi tersebut harus dijaga melalui upaya pengendalian kerusakan dan pencemaran pantai karena usaha perikanan yang ada masih mengandalkan penangkapan ikan dekat pantai.
Menurut Anda, hasil laut apa saja yang bisa menjadi andalan NTT?
Secara tradisional di NTT diproduksi ikan laut dan rumput laut. Saya senang produksi rumput laut NTT makin meningkat sehingga dapat dijadikan alternatif menambah pendapatan bagi nelayan dan masyarakat pesisir di NTT. Selain kedua hasil tersebut, sebaiknya dikembangkan budidaya kerang-kerangan karena banyak perairan pantai di NTT masih relatif bersih dari pencemaran. Adanya budidaya kerang mutiara di beberapa daerah NTT menunjukkan bahwa budidaya kerang-kerangan dapat diandalkan karena sesuai dengan kondisi perairan lokal. Tentu saja dari segi bisnis perlu disiapkan pengolahan dan pemasarannya sehingga terintegrasi. Hasil laut yang penting dan sekarang diperhatikan pemerintah adalah produksi garam. Sekali lagi, dibutuhkan cetak biru bisnis garam tersebut agar benar-benar menguntungkan petani dan berkesinambungan (tidak bisa terus-menerus mengandalkan bantuan modal pemerintah).
Selain perikanan, ada juga budidaya rumput laut. Bagaimana Anda melihat prospek usaha yang satu ini?
Prospek budidaya rumput laut sangat baik sebab banyak sekali industri lain yang memakai rumput laut sebagai bahan dasar, seperti di industri farmasi, industri bahan kecantikan, industri makanan, dll. Cara memproduksi rumput laut juga sederhana sehingga mudah diterapkan. Dari sisi bisnis, peningkatan produksi rumput laut tersebut harus disertai dengan upaya pengolahan agar produk yang dijual nilainya lebih mahal disbanding menjual rumput laut mentah. Juga dibutuhkan upaya menerobos pasar nasional dan internasional sehingga harga rumput laut di tingat petani tidak berfluktuasi atau malah terlalu rendah.
Di NTT masih juga ada nelayan yang menangkap ikan dengan bahan peledak atau bom. Apa dampak bom ikan terhadap terumbu karang dan ekosistem bawah laut?
Bom bukan alat penangkapan ikan, tetapi alat untuk menghancurkan rumah ikan, yaitu terumbu karang. Bayangkan jika rumah tempat tinggal kita dibom dan hancur, maka ada kemungkinan kita mati, luka atau menyingkir dari situ dan mencari tempat lain. Hal ini juga terjadi pada kawanan ikan yang rumahnya dimusnahkan oleh bom. Sebagian mungkin mati, ada yang menyingkir ke tempat lain atau luka-luka. Jika ikan luka atau pergi, maka tidak ada lagi ikan yang bertelur dan beranak-pinak di lokasi yang hancur tersebut. Dalam jangka waktu tertentu, tidak ada lagi ikan di lokasi tersebut, kecuali dilakukan rehabilitasi pada terumnbu karang yang sudah rusak. Itulah sebabnya wilayah NTT termasuk lokasi pemulihan terumbu karang dalam proyek pengelolaan terumbu karang (Coral Reef Management Project atau COREMAP) yang didanai Bank Dunia beberapa tahun terakhir (proyek tahap kedua sudah selesai tahun lalu).
Perlu berapa lama untuk memperbaiki kerusakan terumbu karang akibat bom ikan tadi?
Terumbu karang terbentuk ratusan tahun sehingga untuk memulihkannya perlu ratusan tahun juga. Kenyataan ini membuat kita harus menjaga terumbu karang yang ada sebagai anugerah Tuhan yang dititipkan untuk anak-cucu kita yang sudah ada maupun yang belum lahir di NTT. Sayang sekali generasi mendatang hanya bisa melihat foto-foto saja.
Menurut Anda, apakah NTT atau Kupang sudah layak ada semacam pabrik pengalengan ikan?
Pabrik pengalengan tergantung kemampuan pasokan ikan sebagai bahan baku. Itupun jenis ikan yang dikalengkan harus sesuai permintaan pasar, seperti ikan tuna dan ikan sardin. Setahu saya, pabrik-pabrik pengalengan ikan tuna sudah banyak yang tutup di Indonesia sebab kekurangan bahan baku. Produksi ikan tuna kita makin menurun karena jumlah ikan tuna di lautan juga makin berkurang setelah ditangkap terus selama bertahun-tahun. Bahkan industri pengolahan ikan asin dan pindang di Jawa terpaksa mengimpor ikan karena pasokan ikan dari dalam negeri tidak mencukupi. Oleh sebab itu, pabrik pengalengan di NTT mungkin belum layak, kecuali ada investor yang mau menanggung resiko rugi.
Anda putra NTT, apakah Anda berpikir untuk kembali ke NTT untuk membangun?
Kedua orang tua saya asli dari Rote, saya lahir di Kupang, punya keluarga besar di NTT, ada kebun dan sawah milik orang tua di sana (walau kecil-kecilan), dan makanan NTT adalah favorit saya. Oleh sebab itu, saya tentu selalu memikirkan NTT dan berkiprah sedapat mungkin walau berada lama di luar negeri dan luar NTT. Sebagai dosen di Universitas Pattimura Ambon, saya pernah menjadi dosen kontrak di Undana tahun 1999-2002 untuk membantu pembukaan Jurusan Perikanan UNDANA, tanpa dibayar, karena biaya transportasi Ambon-Kupang pp saya tanggung sendiri dan saya tinggal di rumah orangtua jika bertugas di Kupang, hanya transportasi di darat dan makan siang ditanggung Undana.
Ijazah master saya dipakai oleh Undana untuk mendaftarkan jurusan tersebut ke Kementerian Pendidikan Nasional agar diakui.
Bahkan ketika sudah berada di Australia untuk studi doktor, saya sempat pulang ke Kupang untuk membantu ujian sarjana perikanan pertama di Undana tanpa bayaran. Saya melakukannya dengan kebanggaan dan ucapan syukur karena saya anak NTT dan karakter saya dibentuk di NTT.
Tahun 2008 lalu, saya memfasilitasi pertemuan antara Kedubes Australia, Bupati Rote Ndao, Kemlu RI dan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI membicarakan solusi agar nelayan-nelayan Rote tidak ditangkap oleh pemerintah Australia jika mereka melanggar perbatasan kedua Negara.
Apa rencana Anda ke NTT?
Ke depannya, jika Tuhan berkenan, saya ingin mencalonkan diri sebagai Gubernur NTT dalam Pilkada berikut. Keinginan ini bukan karena motivasi kenyamanan hidup dan popularitas, tapi karena kemauan memberikan yang terbaik dari diri saya kepada bumi dan rakyat NTT demi kesejahteraan rakyat NTT. Sebagai pendidik, saya berharap jika dipilih menjadi Gubernur NTT, fokus pembangunan adalah peningkatan mutu SDM melalui perbaikan sistem pendidikan dasar dan menengah secara menyeluruh sebab mutu sekolah-sekolah di NTT masih termasuk rendah jika dilihat dari hasil Ujian Nasional yang buruk. Jika generasi muda NTT tidak dididik dengan baik, saya khawatir akan muncul generasi baru yang tidak memiliki integritas dan karakter yang membanggakan keluarga dan daerahnya.
Bagaimana bila keinginan itu belum terwujud?
Jika belum diperkenankan Tuhan untuk menjadi Gubernur NTT, tentu masih banyak bidang lain yang bisa saya jadikan saluran untuk ikut membangun NTT walau hanya kontribusi kecil dan tak terlihat siapa-siapa. Pada prinsipnya, saya selalu ingin kembali ke NTT sebagai pengabdi rakyat karena saya adalah rakyat NTT dan dianugrahi Tuhan dengan kehidupan untuk menjadi anugrah bagi bangsa dan negara Indonesia, termasuk untuk NTT tercinta.(alfred dama)
Data Diri
Nama: Dr. Ir. Semuel A. M. Littik, M.Sc.
Tempat/Tanggal Lahir: Kupang 28 Mei 1964
Pendidikan:
SD Negeri Naikotan II Kupang tahun 1976
SMP Negeri 4 (sekarang SMPN 3) Oepura Kupang tahun 1980
SMA Negeri 3 Malang (Jawa Timur) tahun 1983
S1 dari Jurusan Perikanan, Fakultas Peternakan UNHAS Makassar tahun 1988.
S2 Master of Science (M.Sc.) dari Jurusan Biologi, Simon Fraser University, Kanada, tahun 1996
S3 (Ph.D.) dari Jurusan Mikrobiologi, James Cook University, Australia tahun 2005.
Keluarga:
Istri Liena Littik/Andi Hamzah
Anak-anak: Patrick Littik (mahasiswa, 18 tahun)
Gloria Littik (kelas 1 SMA, 16 tahun)
Martin Littik (kelas 1 SMP, 12 tahun)
Alamat Rumah:
Kompleks Perumahan Palem Ganda Asri Blok B3 No. 7
Karang Tengah, Kota Tangerang, Provinsi Banten
Jabatan dan Pekerjaan:
* Dosen PNS pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Pattimura di Ambon (1989 hingga sekarang)
* Diperbantukan sebagai pejabat Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada Universitas Satya Negara Indonesia, Jakarta (2007-2009)
* Diperbantukan sebagai pejabat Pembantu Rektor Bidang Akademik, Kemahasiswaan dan Alumni pada Universitas Satya Negara Indonesia, Jakarta (2009-2013)
Pengabdian Mayarakat melalui:
* Wakil Direktur Yayasan Salawaku Maluku di Ambon (1999-2005/menangani hak-hak pertanahan masyarakat adat, menangani anak-anak jalanan di Kota Ambon dan membantu pengungsi di Ambon ketika terjadi kerusuhan berdarah.
* LSM-LSM lain di bidang lingkungan hidup, anak-yatim piatu, dlsb.
* Sekertariat Nasional Mitra Bahari, Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Jakarta, sebagai Koordinator Bidang Kajian Kebijakan Publik di bidang pengelolaan pesisir, laut dan pulau-pulau kecil.
* Universitas Satya Negara Indonesia: memfasilitasi pertemuan antara Kedubes Australia, Bupati Rote Ndao, Deplu RI dan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI membahas penangkapan nelayan Rote oleh pemerintah Australia, tahun 2008 di Jakarta.