Opini
Opini: Menagih Keadilan Fiskal untuk NTT di Tengah Paradoks Transfer ke Daerah
Keadilan fiskal yang seharusnya menjadi roh kebijakan nasional justru tergeser oleh logika ekonomi politik yang memberikan privilage
Dalam jangka panjang kejelasan satuan biaya, integrasi urusan wajib, dan pemisahan tegas antara DAU dan DAK menjadi kunci mengembalikan rasionalitas kebijakan fiskal.
Paradoks ini seharusnya menempatkan desentralisasi sebagai utopia ideal yang menggambarkan kepercayaan negara kepada daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri.
Jika terjadi hambatan, akar persoalannya ada pada lemahnya sistem pendampingan, pengawasan, dan pengendalian yang dilakukan oleh pusat.
Kembalinya naluri resentralisasi hanya akan memperlemah daerah dan mengingkari semangat reformasi pemerintahan yang telah dibangun sejak dua dekade lalu.
Tidak mungkin republik ini berkembang kuat bila daerah-daerah yang lemah dibiarkan berjalan sendiri tanpa dukungan fiskal yang memadai.
NTT sebagai salah satu provinsi dengan kapasitas fiskal paling rentan mengajukan suara kritis bukan untuk mendebat negara, melainkan untuk mengingatkan bahwa prinsip keadilan fiskal adalah fondasi persatuan.
Ketika fiskal gagal memantulkan prinsip keadilan, maka yang retak bukan hanya sistem anggaran tetapi juga kepercayaan publik terhadap janji-janji konstitusi.
Inilah saatnya pemerintah pusat melihat kembali cermin fiskal yang semakin pudar untuk mengembalikan Indonesia pada jalur keadilan dan gotong royong yang sejati.
Karena hanya dengan itu, amanat kesejahteraan umum dapat diwujudkan bagi seluruh rakyat termasuk membangun masa depan dari tanah Nusa Tenggara Timur. (*)
Simak terus artikel POS-KUPANG.COM di Google News
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kupang/foto/bank/originals/Ester-Theresia-Clarita-Tallo.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.