Opini

Opini: Tari Bidu Tais Mutin, Pesan Damai dari Tanah Malaka yang Menembus Waktu

Tarian ini bukan sekadar pertunjukan seni. Ia adalah kisah hidup masyarakat Malaka, kisah tentang damai yang lahir dari kelembutan.

Editor: Dion DB Putra
DOKUMENTASI PRIBADI PIETER KEMBO
Pieter Kembo 

Gerakannya begitu menawan hingga menyentuh hati para penjajah. Mereka pun perlahan ikut menari bersama.

“Dengan kelembutan, Seran Berek Afau mampu meredam kekerasan tanpa senjata,” ungkap seorang sesepuh Malaka.

Bersama sahabatnya, Blasius Seran Lalak, Seran Berek mengajak tiga perempuan pertama — Ina Bete Lalak, Ina Bei Seuk, dan Iba Bei Hoa Perek — untuk menari. 

Dari sinilah tarian itu dikenal dengan nama Bidu Tais Mutin, tarian selendang putih, simbol perdamaian dan persaudaraan.

Dari Lupa Menuju Kebangkitan

Setelah masa penjajahan berakhir, tarian ini sempat menghilang dari kehidupan masyarakat. 

Namun pada tahun 1996, seorang perempuan bernama Kornelia Seuk Seran menggagas kembali Tari Bidu Tais Mutin

Ia mencari Seran Berek Afau dan memohon diajari langsung gerakannya.

Dengan semangat pelestarian, Kornelia mulai mengajarkan tarian ini di sekolah-sekolah dan sanggar-sanggar seni di Malaka.

“Bagi saya, menari Bidu Tais Mutin bukan sekadar gerakan, tapi doa dan warisan kasih,” tutur Kornelia.

Perjuangannya membuahkan hasil luar biasa. Pada tahun 2023, Tari Bidu Tais Mutin berhasil mencatatkan Rekor MURI setelah menampilkan 2000 penari secara serentak di halaman Kantor Bupati Malaka

Sebuah rekor yang membangkitkan semangat generasi muda untuk belajar dan mencintai budaya sendiri.

Dari Malaka untuk Dunia

Kini, Tari Bidu Tais Mutin tak hanya tampil di panggung lokal. Dengan dukungan Pemerintah Kabupaten Malaka melalui bidang kebudayaan, tarian ini telah tampil di berbagai daerah di Nusa Tenggara Timur dan bahkan di Timor Leste — mulai dari Oekusi, Maliana, hingga Dili.

Festival budaya rutin digelar untuk menjaga eksistensinya, sementara sanggar-sanggar tari terus melatih generasi baru agar tarian ini tetap hidup dan berkembang.

Filosofi Luhur: Kekerasan Takluk oleh Kelembutan

Lebih dari sekadar keindahan gerak, Tari Bidu Tais Mutin mengajarkan nilai universal: bahwa kekerasan dan peperangan dapat dikalahkan oleh kelembutan dan cinta kasih.

Selendang putih yang digerakkan dengan jari-jari lentik adalah simbol tawaran hidup damai. 

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved