Sekolah Kedinasan

Kemenkes Disarankan Mendirikan Sekolah Kedinasan Dokter Spesialis

Editor: Ryan Nong
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

LUNCURKAN PROGRAM - Gubernur NTT Melki Laka Lena luncurkan secara resmi Program Pendampingan Siswa/i untuk mengikuti Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Melalui Jalur UTBK, TNI/POLRI dan Sekolah Kedinasan Tahun 2025 ditandai dengan pemukulan gong pada Kamis (27/3/2025)

POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) disarankan untuk mendirikan sekolah/perguruan tinggi kedinasan untuk mencetak dokter spesialis, bukan melalui rumah sakit pendidikan.

Hal itu disampaikan oleh pakar pendidikan dari Universitas Islam Negeri Prof KH Saifuddin Zuhri (UIN Saizu) Purwokerto Prof H Fauzi. 

“Pemberian gelar akademik sepenuhnya menjadi kewenangan perguruan tinggi. Rumah sakit (RS) pendidikan, meskipun berperan penting sebagai tempat praktik, tidak memiliki otoritas untuk memberikan gelar tersebut,” kata Prof H Fauzi sebagaimana dikutip dari Antara.

Dia mengemukakan hal itu menanggapi permohonan uji materi terhadap sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang diajukan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto bersama tiga pemohon lainnya kepada Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurut dia, gelar akademik merupakan bentuk pengakuan atas pencapaian akademis seorang mahasiswa. Oleh karena itu, hanya lembaga pendidikan yang menyelenggarakan proses pendidikan formal yang berhak memberikan gelar.

"Gelar akademik itu diberikan oleh lembaga akademik. Dalam hal ini, perguruan tinggi yang memang diberi kewenangan oleh negara untuk menyelenggarakan proses pendidikan," katanya.

Ia mengatakan perguruan tinggi memiliki wewenang penuh mulai dari memberikan kompetensi sesuai bidang keilmuan, hingga mengakui capaian akademis seseorang melalui pemberian gelar, baik S1, S2, maupun S3, juga berlaku untuk pendidikan vokasi dan profesi termasuk pendidikan spesialis/subspesialis bagi dokter.

Sementara lembaga di luar perguruan tinggi, seperti sekolah dan rumah sakit, umumnya berperan sebagai tempat praktik atau pendalaman.

Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) UIN Saizu itu mencontohkan perguruan tinggi yang tergabung dalam Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) pun membutuhkan sekolah mitra sebagai laboratorium atau tempat praktik dan pendalaman bagi calon guru.

Dalam konteks pendidikan kedokteran, rumah sakit menjadi mitra bagi fakultas kedokteran untuk memberikan pengalaman empiris kepada para calon dokter umum/gigi maupun calon dokter spesialis/subspesialis karena kampus bukanlah tempat untuk merawat pasien.

Meskipun mahasiswa melakukan praktik di rumah sakit, penilaian akhir atau yudisium tetap menjadi kewenangan kampus karena pihak rumah sakit hanya berwenang menilai praktik yang dilakukan, bukan memberikan gelar.

"Mahasiswa kedokteran diterjunkan ke rumah sakit mitra untuk mendalami praktik. Tapi, bukan berarti rumah sakit itu yang meluluskan dan memberikan gelar," katanya menegaskan.

Baca juga: Pemenuhan Kuota CPNS 2025 Lewat Sekolah Kedinasan

Selain itu, kata dia, rumah sakit merupakan entitas yang bergerak dalam pelayanan kesehatan, bukan lembaga pendidikan yang melaksanakan tridharma perguruan tinggi.

Terkait dengan hal itu, dia mengatakan jika Kementerian Kesehatan memerlukan kebutuhan khusus dokter spesialis/subspesialis, solusi yang paling tepat adalah mendirikan perguruan tinggi kedinasan di bawah kewenangan Kemenkes, bukan melalui rumah sakit pendidikan.

Hal yang sama juga telah dilakukan oleh Kementerian Keuangan yang memiliki Politeknik Keuangan Negara Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (PKN STAN) atau Kementerian Dalam Negeri yang mendirikan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).

“Perguruan tinggi kedinasan ini akan memiliki kewenangan penuh untuk menyelenggarakan pendidikan dan memberikan gelar akademik, sama seperti perguruan tinggi pada umumnya,” kata Prof Fauzi.

Sebelumnya, Dekan Fakultas Kedokteran Unsoed Purwokerto Dr M Mukhlis Rudi Prihatno bersama seorang dokter spesialis dan dua mahasiswa mengajukan permohonan uji materi Pasal 187 Ayat (4) dan Pasal 209 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan ke Mahkamah Konstitusi pada 13 Agustus 2025.

Dekan Fakultas Kedokteran Unsoed Purwokerto Dr M Mukhlis Rudi Prihatno mengatakan UU Kesehatan memunculkan masalah hospital-based (berbasis rumah sakit) dan university-based (berbasis perguruan tinggi), terutama untuk pendidikan spesialis. (*)

 


Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

 

Berita Terkini