POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Penolakan terhadap Revisi Undang-Undang TNI terus berlangsung hingga hari ini, Senin (7/4/2025). Masyarakat sipil memilih berkemah di depan Gedung DPR RI sebagai bentuk aksi penolakan.
Tak sedikit diantara para peserta aksi baru datang dan bergabung dalam aksi sepulang bekerja. Salah satunya Al, seorang pekerja swasta yang tergabung dalam aksi berkemah di depan Gedung DPR RI pada Senin (7/4/2025).
Dia mengaku akan tetap bekerja seperti biasa dan kembali bergabung dalam aksi damai di depan kompleks parlemen usai menyelesaikan pekerjaannya.
“Saya sendiri juga mungkin besok enggak langsung bisa hadir, karena besok bekerja dulu. Jadi digantikan sama orang lain dulu. Kita pun enggak bisa menjumlahkan atau menghitung, karena pastinya dari sosial media akan datang lagi, datang lagi, datang lagi,” ujar Al dikutip dari Kompas.com.
Al mengatakan, aksi ini tidak diorganisasi oleh kelompok mana pun. Dia dan peserta lain hadir atas kesadaran masing-masing sebagai bagian dari masyarakat sipil yang menolak disahkannya RUU TNI.
“Kita dari kolektif masyarakat sipil biasa aja, enggak terikat dari aliansi manapun,” ucapnya.
Pengamatan Kompas.com di lokasi, tiga tenda berwarna merah dan hitam didirikan tepat di depan gerbang besi setinggi kurang lebih dua meter yang membatasi akses ke Kompleks Parlemen.
Di bagian depan tenda-tenda tersebut, tikar digelar dan digunakan oleh para peserta untuk duduk, berbincang, atau membaca buku.
Meski tak menampakkan spanduk atau poster protes, mereka menyatakan tujuan utama aksi ini adalah mendesak pembatalan UU TNI yang telah disahkan pada 20 Maret 2025 lalu.
“Tuntutannya kita ingin membatalkan rancangan Undang-Undang TNI yang sudah disahkan. Prioritasnya, skala prioritasnya di situ, karena walaupun masih banyak isu yang perlu dijawab, tapi kita ingin membatalkan Undang-Undang TNI,” tegas Al.
Ia menerangkan, aksi berkemah dipilih karena dianggap sebagai metode protes yang lebih aman, di tengah meningkatnya kekhawatiran atas tindakan represif terhadap demonstrasi besar-besaran.
“Kalau misalkan kita menggelar aksi yang besar dengan skala yang besar, itu sangat risiko untuk memakan korban jiwa ataupun korban luka. Dan kita ingin belajar, mencoba menggunakan metode lain yang sekiranya bisa lebih baik atau bisa lebih aman dan kita coba,” ungkap Al.
Al menegaskan bahwa aksi ini terbuka untuk siapa pun yang ingin berpartisipasi, termasuk seniman atau komunitas masyarakat lainnya. Tidak ada batasan maupun sekat antar kelompok.
“Kita juga terbuka untuk berbagi kelompok masyarakat atau kelompok seniman yang ingin bergabung. Kita bisa menyuarakan pendapat sesuai dengan apa yang biasa dilakukan, misalnya seniman bermusik atau teater,” jelasnya.
Al meyakini bahwa para peserta akan terus berdatangan setiap harinya, bergantian berkemah dan melakukan aksi demonstrasi selama tuntutan mereka belum dipenuhi.
“Sampai UU TNI dibatalkan,” tegasnya.
Diketahui, RUU TNI disahkan menjadi undang-undang lewat rapat paripurna DPR pada Kamis (20/3/2025). Meski RUU TNI sudah disahkan, gelombang protes terus terjadi di berbagai daerah, tak jarang aksi unjuk rasa itu diwarnai kekerasan oleh aparat.
RUU TNI ini mencakup perubahan empat pasal, yakni Pasal 3 mengenai kedudukan TNI, Pasal 7 soal tugas pokok TNI, Pasal 53 soal usia pensiun prajurit, serta Pasal 47 berkaitan dengan penempatan prajurit aktif di jabatan sipil. (*)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS