Flores Timur Terkini

Komunitas Adat Tolak Relokasi Korban Erupsi Lewotobi Flores Timur ke Hutan Lindung

Editor: Rosalina Woso
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

GUNUNG API - Gunung Api Lewotobi Laki-laki didokumentasi dari Desa Pululera, Kecamatan Wulanggitang, Flores Timur Senin (27/1/2025). 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Paul Kabelen

POS-KUPANG.COM, LARANTUKA-Komunitas adat Desa Boru dan Boru Kedang, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur, Pulau Flores, NTT, melayangkan surat permohonan penolakan rencana relokasi korban letusan Gunung Lewotobi Laki-laki ke hutan lindung Wukohlewoloro.

Surat dengan Nomor 001/FKA/01/2025 pada tanggal 18 Januari 2025 dibubuhi tanda tangan 12 kepala suku. Diantaranya suku Liwu, Boruk, Lewar, Plue, Hikon, Soge, Tapun, Lewuk, Watu, Iri, Mau, dan Weran.

Masing-masing mereka yang menandatangani surat itu adalah, Simon Kupo Liwu, Darius Don Boruk, Hendrikus Lolon Lewar, Antonius Fiser Plue, Andreas Lanang, Andreas Suli Soge, Marianus Tapun, Agustinus Beda Lewuk, Kristoforus Ratu Iri, Nikolaus Buto Watu, Yohanes Jamin Mau, dan Yohanes Mean Weran.

Dalam suratnya, Komunitas Adat Boruk Tana Bojang Kebokilibatu menegaskan bahwa tidak akan tinggal diam jika rencana relokasi tetap dipaksakan di dalam kawasan hutan lindung di Wukohlewoloro, salah satu dari tiga lokasi relokasi yang disiapkan Pemerintah Daerah Flores Timur.

Baca juga: Lirik Lagu Daerah NTT  dari Flores Timur Berjudul Rae Lango

"Apabila pernyataan kami ini tidak ditanggapi, kami akan menduduki wilayah ini dan siap mempertahankan," demikian pernyataan yang diterima wartawan, Jumat, 31 Januari 2025.

12 kepala suku tergabung dalam Forum Komunitas Adat Nian Ue Wari Tanah Kera Pu. Surat ini dialamatkan ke Ketua DPRD Provinsi NTT, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan NTT, Penjabat Bupati Flores Timur, Ketua DPRD Flores Timur, Kepala BPBD Flores Timur, dan Kepala UPTD KPH Flores Timur.

Komunitas adat menyoroti beberapa alasan utama yang menjadi dasar penolakan mereka terhadap rencana relokasi yang masih dalam upaya Pemerintah.

Menurut mereka, hutan lindung Wukolewoloro bukan sekadar kawasan hijau, tetapi memiliki peran penting sebagai daerah resapan air yang menopang kehidupan masyarakat sekitar. 

Beberapa mata air vital seperti Wair Topo, Wair Matan, Kali Raga, dan Wai Ba bergantung pada ekosistem hutan itu. Jika relokasi dilakukan, mereka khawatir sumber air akan terganggu bahkan mengancam kehidupan masyarakat setempat.

Selain itu, paparnya, kondisi geografis hutan lindung Wukolewoloro yang berbukit curam membuat kawasan ini rentan terhadap longsor dan banjir.

Jika didirikan permukiman baru, aliran air dari daerah tersebut bisa berdampak buruk bagi permukiman serta lahan pertanian dan irigasi di Bawalatang dan Watomanuk, mencakup lebih dari 200 hektare dan menjadi tumpuan ekonomi warga Boru dan Boru Kedang.

Penjabat Bupati Flores Timur, Sulastri Rasyid, belum memberikan komentar saat dikonfirmasi via whatsapp. Begitu pula Kepala Pelaksana (Kalak) BPBD Flores Timur, Fredy Moat Aeng.

Diberitakan sebelumnya, Pemerintah Pusat serius merelokasi warga dari zona bahaya ke tempat aman dengan jumlah 2.700 unit rumah dan diperuntukan bagi enam desa. Zona aman berada di atas 7 kilometer dari pusat Gunung Lewotobi Laki-laki.

Rencana relokasi kian nyata saat Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Maruarar Sirait bersama Kepala BNPB, Letnan Jenderal TNI Suharyanto melakukan survei di Kecamatan Titehena tanggal 13 November 2024.

Lokasi yang disurvei terletak di sekitar Desa Kobasoma, salah satu lokasi selain dari hutan lindung Wukolewoloro yang direncanakan oleh Pemkab Flores Timur.(*)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS

 

Berita Terkini