POS-KUPANG.COM, KUPANG - Ipda Rudy Soik memberikan kronologi dugaan penimbunan bahan bakar minyak (BBM) subsidi yang berujung pemecatan terhadap Ipda Rudy Soik dari anggota kepolisian.
Rudy menjelaskan, penanganan penyelidikan BBM subsidi berdasarkan surat Perintah Nomor Sprin/661/V\/2024/Polresta Kupang Kota Ipda Rudy Soik.
"15 Juni 2024, saya bersama AKP Yohanes Suardi selaku Kasat Serse menghadap Kapolresta Kupang Kota Kombes Pol Aldinan Manurung untuk menyampaikan kelangkaan minyak subsidi jenis solar untuk nelayan NTT. Saat itu Kapolresta perintahkan melakukan penyelidikan dengan melibatkan semua perwira Reskrim," ujarnya, Senin (14/10).
Selanjutnya, pada 22 Juni 2024 seorang anggota Subdit IV Krimsus Polda NTT yang menangani kejahatan BBM, mendatanginya di kediamannya di JI. Semangka, Kota Raja, Kota Kupang.
"Jika Abang menangkap BBM di Kota Kupang maka akan berdampak kepada Krimsus Polda NTT," kata Rudy Soik mengutip pembicaraan dari seorang anggota Krimsus Polda NTT saat itu.
Masih di hari yang sama lanjut Rudi Soik, sekitar pukul 20.00 Wita, Rudy Soik bersama Kasat Serse Polresta Kupang Kota menghadap Kapolresta Kupang Kota Kombes Pol Aldinan Manurung di Bandar Udara EI Tari Kupang. Saat itu sedang terjadi kebakaran lahan di dekat area bandara.
Pertemuan tersebut untuk menyampaikan mengenai kedatangan anggota Krimsus Polda NTT itu dan kembali mengulang apa yang disampaikan anggota Krimsus Polda NTT tersebut.
"Sudah Rud, tindak lanjut penyelidikan. Jika Direktur Reskrimsus Kombespol Benni Hutajulu menghubungi, itu urusan saya untuk menjelaskan. Kamu tegak lurus'," kata Rudy mengutip Kapolresta Kupang Kota Kombes Pol Aldinan.
Sejak tanggal 22 hingga 24 Juni 2024, Rudy mengaku memberi perintah ke jajaran Jatanras Polresta Kupang Kota melalui WhatsApp grup untuk memberikan informasi mengenai BBM ilegal di Kota Kupang. Pada tanggal 25 Juni 2024, tiga anggota Reskrim Polresta Kupang Kota menghadap dan melaporkan ke Rudi Soik bahwa seorang yang bernama Ahmad Ansar diduga bermain dalam BBM subsidi.
"Tiga anggota Reskrim Polres Kupang Kota menghadap dan melaporkan kepada saya bawah residivis bernama Ahmad Ansar sudah mulai main minyak. Dimana pembelian minyak subsidi mulai tanggal 15 Juni 2024 dengan modus menggunakan barcode nelayan," katanya.
Pada hari yang sama, Rudy bersama 11 anggota Kepolisian langsung melakukan pengecekan tempat penampungan minyak milik Ahmad Ansar di Kecamatan Alak, Kota Kupang. Dalam perjalanan ke lokasi, Rudy mendapat informasi bahwa Ahmad Ansar sudah menyetor sejumlah uang kepada anggota Reskrim Polresta Kupang Kota.
Setidaknya ada uang Rp 4 juta yang menurut informasi didapat. Dia kemudian mengumpulkan sejumlah anggota kepolisian untuk berkumpul di restoran terdekat yakni Masterpiece yang letaknya dekat Polda NTT.
"Untuk melakukan konfirmasi kepada Kasat Serse AKP Yohanes Suardi karena secara etika perwira, saya berpangkat di bawah Kasat Serse tidak etis jika menanyakan terkait informasi setoran uang koordinasi minyak Rp 4 juta melalui telpon. Maka saya menelpon Kasat Serse AKP Yohanes Suardi untuk bertemu dan makan siang bersama anggota di Restoran MP," katanya.
Dari tempat itu, Rudy menyampaikan, saat kembali dari lokasi penampungan milik Ahmad dan 13 anggota Polresta Kupang Kota berkumpul di restoran MP. Saat itu, pihaknya didatangi anggota Propam Polda NTT.
Ada Penyuapan
Sehari setelahnya, Rudy mengecek perizinan penampungan minyak milik Ahmad Ansar di Dinas Perikanan Provinsi NTT. Dia mendapat informasi dengan nama Law Agwan, seorang pengusaha kelahiran Cilacap yang memiliki lebih dari 6 kapal penangkap ikan. Kemudian, Rudy bersama anggota Jatanras melakukan penyelidikan dan mendatangi rumah Ahmad Ansar. Proses itu berlangsung 27 Juni 2024.
"Saya bertanya kepada saudara Ahmad Ansar, apakah pada tanggal 15 Juni 2024 pernah membeli minyak jenis solar dan benar pernah memberikan uang kepada anggota saya Bripka Muhamad Kalumba?," tanya Rudi Soik kepada Ahmad Ansar.
Saat itu lanjut Rudi Soik bahwa Ahmad Ansar menjawab pernah membeli minyak subsidi jenis solar dan sudah memberikan uang koordinasi Rp. 4,000.000, kepada Bripka Muhamad Kalumba.
“Kemudian saya bertanya kepada Ahmad Ansar 'Aba ada kerja apa kok beli minyak jenis solar?' Ahmad Ansar menyampaikan bahwa saat itu (bulan Juni 2024) kerja kapal ikan dan sudah 2 (dua) kali memberikan minyak kepada Algajali," tambah dia.
Rudy bertanya lagi kepada Ahmad Ansar mengenai sarana pembelian minyak dan Ahmad memberikan jawaban bahwa pembelian menggunakan barcode nelayan miliknya. Namun, kata Rudy, setelah di cek Ahmad justru tidak memiliki kapal ikan ataupun lampara. Sehingga tidak patut menggunakan barcode nelayan.
Rudi sempat memberitahu Ahmad agar tidak boleh lagi melakukan kegiatan niaga minyak subsidi lagi.
"Selama ini saudara berkomunikasi dengan siapa?" tanya Rudi kepada Ahmad Ansar dan dijawab selama ini mempunyai hubungan baik dengan Krimsus Polda NTT dan berkomunikasi baik dengan oknum Propam Polda NTT Aiptu Untung Patipelohi.
Rudy lalu memerintahkan anggotanya untuk memasang police line di tempat maupun di wadah penampungan milik Ahmad Ansar. Menurut Rudy, Ahmad saat itu tidak keberatan untuk memasang police line.
"Setelah memasang garis polisi pada tempat Ahmad Ansar dan atas informasi Ahmad Ansar yang menyebutkan nama Algajali, maka saya bersama anggota bergerak ke tempat penampungan minyak milik saudara Algajali," lanjutnya.
Tiba di kediaman Algajali, Rudy mengaku meminta anggotanya untuk menunjukkan surat perintah tugas dan menjelaskan maksud kedatangannya bersama aparat Kepolisian.
Rudi sempat menanyakan perizinan usaha, namun, Algajali menjawab sudah memberikan uang Rp 15 juta kepada Kanit Tipider.
"Selama ini yang bersangkutan kerja sama dengan Krimsus Polda NTT dan minyak Krimsus Polda NTT illegal. Kemudian saya menyampaikan kepada Algajali untuk menginformasikan kepada Krimsus dan Kanit Tipidter bahwa Pak Rudy Soik ada datang pasang police line untuk tidak boleh kerja lagi," katanya.
Rudy mengaku meminta Algajali untuk memperlihatkan tempat penampungan minyak dan setelah diperiksa ternyata kosong.
"Saat itu saudara Algajali mengatakan bahwa hari Jumat sebelumnya (tgl 21 Juni 2024) Krimsus Polda NTT sudah suruh saya tiarap," sambung Rudi Soik lagi.
Setelah dua tempat itu dipasangi garis polisi, Rudy membuat video dan mengirim ke Kasat Reskrim Polresta Kupang Kota AKP Yohanes Suardi dan Kapolresta Kupang Kota Kombes Pol Aldinan Manurung.
"Dan Kapolresta Kupang Kota menjawab WA saya 'Panggil mereka dan buatkan berita acara pemeriksaan," kata Rudy.
Tanggal 28 Juni 2024, Rudy menginterogasi Ahmad Ansar terkait pembelian minyak jenis solar dan meminta Ahmad membawa dokumen-dokumen dan/atau termasuk perizinan namun Ahmad tidak mengantongi izin.
Setelah melakukan pemeriksaan kepada Ahmad Ansar, Rudy dan Kasat Serse AKP Yohanes Suardi dipanggil Kapolresta Kombes Pol Aldinan Manurung dan menyampaikan bahwa beliau sudah dihubungi Dirkrimsus Polda NTT Kombespol Benni Hutajuluk dan Kabidpropam Polda NTT Kombespol Sormin.
"Setelah kami bercerita di ruangan Kapolresta, beliau menyampaikan kalau nanti intervensi Polda semakin kencang, kita masing-masing cari selamat," kata Rudy.
Sehari kemudian, dia mendapat informasi bahwa pada saat memasang police line di tempatnya Ahmad dan Algajali, telah dilaporkan secara resmi oleh oknum anggota Propam Polda NTT pada tanggal 27 juni 2024.
Menurut Rudy, sebelum peristiwa itu mencuat, ada informasi bahwa Ahmad Ansar menyuap anggota Polda NTT sebesar Rp 30 juta.
"Yang kemudian anggota Sabara Polda NTT tersebut diproses disiplin sedangkan Ahmad Ansar dan barang buktinya dikembalikan tanpa proses hukum pidana," katanya.
Ahmad Ansar, kata Rudy, pernah di tangkap terkait kasus penimbunan BBM illegal sejumlah 6 ton. Selain itu, Ahmad juga pernah diperiksa terkait pengambilan minyak illegal ditempat penampungan yang dilakukan oleh perusahan pengangkut minyak industri dan barang bukti di temukan di perbatasan Timor Leste.
"Setelah penyelidikan yang dilakukan saya dan tim ini, muncul serangkaian laporan terhadap saya yang akhirnya digunakan sebagai dasar untuk memprosesnya secara hukum," ujarnya.
Dia mengatakan, terdapat beberapa tuduhan yang diarahkan ke dirinya. Selain Rudy dan Kasat Serse John (Yohanes) Suhardi, terdapat 50 anggota Polda NTT yang disebut tidak masuk kantor selama dua hari. Namun, hanya Rudy yang diproses hukum, sementara yang lain tidak mengalami konsekuensi serupa.
“Saya juga dituduh meninggalkan tempat tugas tanpa izin," tambah dia.
Rudy juga difitnah terhadap sesama anggota polisi. Tuduhan ini muncul setelah dirinya mencoba menyampaikan bahwa anggota polisi di Krimsus diduga terlibat dalam mafia BBM ke pihak Propam Polda NTT.
"Sebagaimana telah disebutkan oleh Algajali dan pengakuan Ahmad selama penyelidikan. Hal ini juga terbukti di persidangan Algajali mengaku bahwa benar ada kerja sama dengan Krimsus Polda NTT dan menyuap anggota polisi," ujarnya.
Menurut Rudi, rangkaian persoalan itu merupakan ketidakadilan dalam kasus itu. Rudy mempertanyakan pimpinannya yang memberikan perintah demikian.
"Mengapa hanya saya yang dijadikan target tindakan hukum, sedangkan pihak-pihak lain yang terlibat dalam kasus penimbunan minyak bersubsidi ini tidak diusut lebih lanjut. Bahkan, laporan-laporan yang dilayangkan terhadap saya berasal dari pihak-pihak oknum Polisi yang nama mereka mempunyai korelasi kedekatan," katanya.
Bantah Intimidasi
Kabid Propam Polda NTT, Kombes Pol. Robert Sormin, S.I.K., membantah informasi yang beredar bahwa Ipda Rudy Soik diintimidasi selama sidang Kode Etik Profesi Polri.
“Terhadap persidangan tidak ada intimidasi dalam bentuk apapun. Dalam persidangan sebelum pelaksanaan sidang, kita sampaikan haknya dan kita jelaskan sebelum dimulai proses persidangan apakah saudara pelanggar Ipda Rudy Soik mengajukan eksepsi atau tidak dan dijawab oleh beliau tidak,” kata Somin pada Minggu (13/10) malam.
Dijelaskan Somin dalam sidang telah dijelaskan hak yang bersangkutan. Di persidangan sebelum pembacaan tuntutan dan putusan, Rudi Soik mengajukan keberatan terhadap beberapa poin.
“Saat diberikan kesempatan untuk memberikan pertanyaan kepada para saksi, kita juga berikan dengan catatan tidak melakukan pertanyaan yang bersifat pemeriksaan. Itu sudah kita jelaskan dan beliau menyetujui. Tidak ada intimidasi seperti yang disampaikan,” tegas Sormin.
Sormin juga menambahkan pendamping (kuasa hukum) Ipda Rudy Soik, merasa kecewa terhadap tindakan yang dilakukan Ipda Rudy Soik dalam proses persidangan.
Dia juga menyampaikan sanksi PTDH ini bukan karena pemasangan police line melainkan prosedur yang tidak sesuai SOP dan rentetan kasus lainnya.
“Bukan karena police line di PTDH tetapi karena mekanisme prosedur penanganan yang tidak sesuai SOP, yang dilakukan Ipda Rudy Soik".
Sormin juga menambahkan Ipda Rudy melampaui batas kewenangannya, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Urusan Pembinaan Operasi (KBO) Satreskrim Polresta Kupang Kota.
“KBO tugasnya melakukan evaluasi administrasi dan evaluasi penanganan tindak pidana, itu yang diatur dalam perkap struktur organisasi Polri. Dia melampaui batas kewenangan itu. Ini diakui oleh yang bersangkutan (Ipda Rudy) dalam persidangan,” ujarnya.
Berdasarkan putusan Ipda Rudy Soik, anggota Polda NTT dijatuhi sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dari dinasnya sebagai anggota Polri usai sidang kode etik profesi Kepolisian yang digelar 10 dan 11 Oktober 2024.
Menanggapi informasi pengajuan banding, Kabidkum Polda NTT, Kombes Pol. Taufik Irpan Awaluddin mengatakan pihaknya belum menerima berkas banding dari Ipda Rudy Soik.
“Untuk kasus PTDH ini yang bersangkutan belum mengajukan banding. Ada kesempatan 30 hari untuk mengajukan berkas banding, termasuk memori banding,” ujarnya Minggu (13/10). Seraya menambahkan seandainya berkas banding telah diterima lanjut Taufik, akan diproses lebih lanjut.
Algajali Tak Kenal Ahmad Ansar
Algajali Munandar mengaku tidak mengenal Ahmad Ansar, seseorang yang disebut Ipda Rudy Soik sebagai 'pemain' dalam dugaan penimbunan bahan bakar minyak atau BBM bersubsidi di Kota Kupang.
Rudy Soik merupakan anggota Polri yang selama ini berdinas di Polda NTT. Rudy mengaku sudah melakukan rangkaian pengumpulan keterangan, dan sudah memasang garis polisi di dua titik yakni di kediaman Ahmad Ansar maupun Algajali.
"Di sidang waktu sama-sama di Polda, saya juga sudah jelaskan ke pimpinan sidang. Ahmad sama saya tidak pernah kenalan sampai saat sudah viral kasus ini," kata Algajali bersama kuasa hukumnya, Bildad Thonak, Senin (14/10).
Menurut Algajali, dirinya saat sedang diperiksa di Polda NTT sempat diberitahu oleh penyidik bahwa Ahmad berada di ruang sebelah dan sedang dilakukan pemeriksaan dalam kasus yang sama.
"Kebetulan dia (Ahmad Ansar) di sebelah, di situlah saya tahu Ahmad itu," katanya.
Algajali membantah dirinya memberikan sejumlah uang kepada anggota kepolisian di Polda NTT. Klaim Rudy Soik yang mengaku memiliki rekaman pemberian uang itu, ditantang Algajali untuk membuktikannya.
"Kalau memang dia (Rudy Soik) bisa bilang itu rekaman saya, silahkan dia tunjukkan rekaman yang ada dan saksi yang ada di situ," kata dia.
Menurutnya, drum yang kemudian diberi garis polisi oleh Rudy Soik adalah pembelian dari orang lain, yang sebelumnya pernah terlibat dalam persoalan penimbunan BBM dan kasusnya juga sudah ada keputusan pengadilan.
Drum kosong yang ada di kediamannya sampai saat ini masih ada. Algajali justru menyebut, pemasangan garis polisi itu juga tidak menyeluruh. Bahkan dirinya juga sempat membantu aparat kepolisian saat penyitaan barang bukti.
"Dari pengambilan barang itu dia tidak ada. Barang bukti drum itu dibuang saja," kata dia.
Bildad Thonak menambahkan, kliennya Algajali tidak terlibat sama sekali dalam kasus yang dialami Rudy Soik. Drum kosong yang ada di rumah Algajali adalah persoalan sebelumnya yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap pada tahun 2023 lalu.
"Kasus ini bermuara pada satu titik di mana, Pak Rudy menghubungi mau patroli atau apalah istilahnya. Beliau (Algajali) sendiri yang memberikan informasi, ini rumah saya di sini. Datang dan periksa," ujarnya.
Baginya pemasangan garis polisi oleh Rudy Soik justru tidak mendasar. Justru Rudy mem-framing ada penangkapan pelaku penimbunan BBM oleh Algajali.
Bildad Thonak juga menyebut Algajali membuat laporan polisi dengan terlapor Rudy Soik dalam dugaan tindak pidana pemfitnahan dan pencemaran nama baik terhadap Algajali selaku kliennya.
"Sehingga ini menjadi jelas dan menjadi terang karena ada suatu prosedur hukum yang dilakukan penegak hukum untuk mencari kebenaran yang hakiki dari segala macam perdebatan yang terjadi," kata Bildad.
Dengan laporan itu, maka paling tidak dugaan pemfitnahan dan pencemaran nama baik itu tidak lagi terjadi yang akan merugikan Algajali. Dia mengatakan, laporan itu disampaikan pada Senin 14 Oktober 2024.
Dari laporan kasus itu, Bildad berharap agar kepolisian bisa membantu menuntaskan kasus ini agar publik bisa menilai kebenaran atas rentetan peristiwa yang sangat merugikan kliennya.
"Kami merasa betul bahwa klien kami benar, tidak tersangkut paut sama sekali persoalan BBM ilegal sebagaimana yang disampaikan Pak Rudy Soik atau beropini di publik," ujarnya.
Reformasi Polri Segera
Kasus pemecatan Ipda Rudy Soik, seorang polisi yang sebelumnya bertugas sebagai KBO Satreskrim Polresta Kupang (NTT), menyimpan tanda tanya besar. Mengapa seorang anggota Polri yang mengemban tugas kelembagaan dalam membuka kebocoran subsidi BBM untuk nelayan malah dipecat?
Mengapa pemasangan police line yang mendapatkan persetujuan dari Kapolres Kota Kupang malah dikriminalkan oleh Polda NTT? Mengapa para serse yang membuka kasus BBM malah dimutasi semua dari wilayah Polresta Kupang?
Masyarakat sipil di Indonesia semakin gerah dengan kelambanan Pemerintah RI dan DPR RI dalam melakukan reformasi total di tubuh POLRI yang semakin harisemakin korup. Sejak peristiwa Sambo, kepercayaan terhadap POLRI menurun drastis.
Seharusnya momentum peristiwa Sambo membuat Polri lebih giat membenahi institusi kepolisan, mulai dari tingkat Mabes Polri hingga jajaran Polri di tingkat Polda dan Polres, untuk memastikan aksi kriminal tidak terjadi di tubuh kepolisian. Namun pembenahan itu belum terjadi, masih saja ada “Sambo-Sambo kecil” di Polda dan Polres yang memanfaatkan kewenangannya sebagai penegak hukum mencari keuntungan dengan menimbun dan memperdagangkan BBM Bersubsidi.
Pembangkangan yang dilakukan di tubuh Polda NTT ini aneh sekali, karena Kapolri Listyo Sigit Prabowo telah memerintahkan kepada seluruh jajaran Polri untuk tidak ragu memberikan sanksi tegas kepada pihak manapun yang menyalahgunakan BBM bersubsidi, termasuk jika ada anggota kepolisian yang terlibat dalam memperdagangkan BBM bersubsidi.
Pemecatan Ipda Rudy Soik adalah korban dari kuatnya jaringan mafia BBM yang diduga dibekingi aparat keamanan, yang tidak Ingin pendapatan haram mereka terusik.
Berkenan dengan peristiwa itu maka Aliansi Warga NKRI Tuntut Reformasi Polri dengan ini menyatakan tujuh poin sikap.
Pertama, kami meminta agar Presiden RI terpilih, DPR RI, dan Kompolnas RI serius melakukan reformasi di tubuh Polri agar kanker ganas korupsi dan penyelewengan kekuasaan di tubuh Polri segera dibasmi dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Upaya pemberantasan korupsi dan pembenahan sistem Polri agar tidak mudah melakukan penyelewengan kekuasaan harus segera dilakukan secara nasional.
Kedua, langkanya BBM bersubsidi untuk para nelayan merupakan persoalan serius, sehingga segala jenis penyelewengan yang mengganggu harkat hidup nelayan perlu dibuka tanpa terkecuali. Untuk itu kami sebagai warga negara menuntut agar kasus amputasi total untuk unit Reskrim Polresta Kupang yang dilakukan Polda NTT yang sudah berlarut-larut sejak Juli 2024 ini diambil alih oleh ‘badan yang bermartabat’ yang ditunjuk oleh negara.
Ketiga, kuat dugaan keterlibatan oknum polisi dalam skandal BBM bersubsidi di wilayah NTT tak hanya merupakan persoalan oknum tetapi telah merupakan persoalan struktur dan lembaga kepolisian di Provinsi NTT. Untuk itu kasus ini membutuhkan perhatian serius dari Kepala Negara saat ini maupun Kepala Negara terpilih.
Keempat, kelangkaan BBM bersubsi tak hanya dirasakan oleh nelayan NTT, tapi juga dirasakan warga yang berdiam di wilayah perbatasan (Kab.TTU, Belu, Malaka) hingga wilayah Kab.Sabu Raijua, Kab.Sumba Barat Daya, dan Kab.Sumba Barat. Kuat diduga kelangkaan BBM bersubsidi ini di Wilayah Timor Barat yang berbatasan langsung dengan Timor Leste ini ada hubungannya dengan mafia BBM di wilayah NTT, untuk itu kami meminta pemerintah serius menangani kasus mafia BBM.
Kelima, Polda NTT dan Polres se-NTT perlu dibersihkan agar kembali mempunyai martabat.
Keenam, Polda NTT segera membatalkan putusan sidang kode etik tertanggal 11 Oktober 2024 yang menjatuhkan sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat kepada Ipda Rudy Soik, dan mengaktifkan kembali sebagai anggota Polri.
Ketujuh, aliansi akan mengumpulkan seluruh kasus terkait kejanggalan penanganan kepolisian di seluruh Indonesia dan akan menyerahkan kepada Panitia Reformasi POLRI yang dibentuk oleh Kepala Negara terpilih. (fan/cr19).
Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS
POS KUPANG/IRFAN HOI
KETERANGAN - Ipda Rudy Soik saat memberikan keterangan mengenai persoalan yang dialami hingga berujung pemecatan, Senin (14/10). INZERT- Kabid Propam Polda NTT, Kombes Pol. Robert Sormin, S.I.K memberikan keterangan terkait kasus PTDH Ipda Rudy Soik.