POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi mengingatkan Komisi Pemilihan Umum untuk menjaga kemurnian suara hasil pemilihan demi memastikan integritas dan legitimasi proses demokrasi.
Peristiwa hilangnya dokumen C-Hasil DPR di 20 tempat pemungutan suara di Daerah Pemilihan Banten II saat kotak suara dibuka, seperti yang dipersoalkan oleh Partai Demokrat dalam perkara sengketa hasil pemilu legislatif, harus menjadi pelajaran agar tidak terulang dalam proses-proses demokrasi berikutnya.
”Data yang berasal dari TPS adalah data mahkota karena merupakan sumber awal perolehan suara yang didapatkan. Keaslian dan validitasnya harus tetap terjaga dengan baik. Pada titik ini, kecermatan, ketelitian, dan kehati-hatian menjadi sangat penting,” kata Hakim Konstitusi Guntur Hamzah saat membacakan pertimbangan hukum dalam perkara sengketa hasil Pemilihan Legislatif 2024 yang diajukan oleh Partai Demokrat, Senin (19/8/2024). Sidang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo.
Dalam perkara tersebut, Demokrat mempersoalkan hasil penyandingan ulang perolehan suara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di 120 TPS di Dapil Banten II untuk pemilu DPR. Penyandingan suara PDIP tersebut merupakan perintah MK saat mengabulkan sebagian permohonan Demokrat pada sengketa pemilu sebelumnya.
Penyandingan suara dilakukan dengan membandingkan dokumen C.Hasil-DPR dengan D.Hasil Kecamatan-DPR. Namun, saat hal tersebut dilakukan, KPU Kota Serang tidak berhasil menemukan dokumen C.Hasil-DPR di 20 TPS sehingga KPU memutuskan untuk membuka kotak suara dan menghitung ulang perolehan suara di 20 TPS tersebut.
Hasilnya, suara Demokrat berkurang akibat ditemukannya suara Demokrat yang tidak sah (189 suara). Adapun suara PDIP bertambah.
Baca juga: Jokowi Minta Mahkamah Konstitusi Jadi Wasit yang Adil, Tangani Sengketa Pemilu 2024
Melihat hal tersebut, Demokrat mempersoalkan pembukaan kotak suara tersebut dan meminta agar suaranya dikembalikan seperti semula yang ditetapkan KPU melalui SK Nomor 360/2024 (suara sebelum sengketa).
Dalam pertimbangannya, MK menilai, pembukaan kotak suara di 20 TPS tersebut tidak mengurangi esensi perintah MK yang meminta diadakannya penyandingan suara.
MK memahami tindakan pembukaan kotak suara itu karena ada kondisi khusus atau stagnasi data penyandingan suara di 20 TPS.
Terlebih, kata Guntur Hamzah, proses penghitungan suara ulang tersebut juga merupakan bentuk purifikasi suara yang diperoleh langsung dari para pemilih di TPS.
MK justru menilai, pelaksanaan putusan MK sebelumnya sudah memenuhi prinsip transparansi dan keadilan (fairness). Tindakan KPU dilakukan atas dasar putusan MK.
Dengan pertimbangan tersebut, MK menolak permohonan Demokrat yang meminta suaranya di Dapil Banten II dikembalikan menjadi 142.279 suara.
Demokrat justru dinilai tak konsisten karena setelah penyandingan suara justru meminta suaranya dikembalikan seperti SK KPU 360/2024.
Dengan adanya putusan ini, artinya PDIP berhasil mempertahankan satu kursi DPR dari Dapil II Banten yang semula dipersoalkan oleh Demokrat.
Hanya saja, dari peristiwa hilangnya C.Hasil-DPR tersebut, MK menekankan pentingnya menjaga keutuhan dan keamanan kotak suara serta semua dokumen di dalamnya.
Hal tersebut menjadi tugas krusial bagi KPU, pengawas pemilu, dan aparat keamanan karena hilangnya data pada tahapan tersebut dapat memengaruhi keaslian dan validitas data pada jenjang di atasnya.
”Oleh karena itu, MK menekankan kepada penyelenggara dan pengawas serta pihak keamanan terkait tata Kelola kota suara yang aman dan baik agar kejadian serupa tidak terjadi lagi di kemudian hari sehingga kemurnian surat suara tetap selalu terjaga sejak dari TPS sampai dengan pleno hasil rekapitulasi perolehan suara,” kata Guntur.
Dokumen terselip
Fakta mengenai adanya formulir C.Hasil yang terselip juga ditemukan DKI Jakarta, khususnya di 233 TPS di tujuh kelurahan di Kecamatan Cilincing, yang kemudian dipersoalkan oleh Partai Nasdem.
Pemohon sengketa mempersoalkan KPU Kota Jakarta Utara yang hanya menyelesaikan rekapitulasi suara ulang di 200 TPS dan tidak dapat melaksanakan rekap ulang di 33 TPS dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh MK (15 hari).
Rekapitulasi ulang dilakukan sepanjang pengisian calon anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta Dapil Jakarta 2.
Dalam persidangan terungkap bahwa proses rekapitulasi suara ulang molor dari jadwal yang diperintahkan MK karena KPU Kota Jakarta Utara harus mencari ribuan kotak.
Setelah itu, pihaknya harus menyiapkan C.Plano di 233 TPS yang tersimpan dalam boks kontainer. Hingga waktu yang dijadwalkan, beberapa boks kontainer belum juga ditemukan sehingga proses rekapitulasi tertunda.
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih saat membacakan pertimbangan mengatakan, permasalahan terselipnya formulir C.Hasil tersebut perlu menjadi perhatian yang sungguh-sungguh oleh penyelenggara pemilu.
Meskipun pada akhirnya formulir tersebut ditemukan, hal itu berpeluang mengganggu seluruh rangkaian proses penyelenggaraan pemilihan, dalam perkara yang dimaksud adalah rekapitulasi suara ulang.
MK mengatakan, penyelenggara dan pengawas pemilu seyogianya menerapkan langkah-langkah pengamanan yang lebih ketat, terutama dalam hal sistem dan cara penyimpanan setiap jenis dokumen pemilu. Penyelenggara pemilu perlu menerapkan prosedur standar operasi (SOP) yang jelas dan mudah direalisasikan.
(kompas.id)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS