POS-KUPANG.COM, SOLO - Peneliti dan Pemerhati Terorisme Indonesia, Khoirul Anam memberi analisis soal Jamaah Islamiah yang membubarkan diri. Berikut analisisnya.
Secara pribadi saya yakin sekali dan percaya mereka bubar beneran. Pertama karena keputusan ini berasal murni dari mereka. Tidak ada pihak dari luar yang menekan atau memaksa mereka.
Jadi ini murni keputusan mereka. Ketika saya bertanya kepada petinggi JI, mereka menjawab alasannya satu, karena ilmu. Sejak awal, JI agak berbeda dengan kelompok radikal terorisme lainnya. Menurut pengakuan mereka, JI hanya berlandaskan pada ilmu.
Baca juga: Lipsus - Sabarno Menyerah Setelah 10 Tahun Buron, Jamaah Islamiyan Akhirnya Bubarkan Diri
Alasan dulu mendirikan JI adalah karena ilmu. Jadi sekarang mereka harus membubarkan diri, menyudahi organisasi ini dengan alas an sama, yaitu ilmu. Mereka sudah berusaha lama mengkaji doktrin-doktrin, ajaran yang mereka ikuti, misal tafsir tentang jihad, konsep al wala’ wal bara’.
Kemudian mereka sampai pada keputusan terbaik saat ini, bubar atau membubarkan organisasinya. Proses ini berlangsung lama, bahkan sejak akhir 1990-an. JI kan didirikan bersama-sama oleh Abdullah Sungkar, Abu Bakar Baasyir, dan Abu Rusydan.
Dinamika lalu terjadi. Pada 1999, Abu Bakar Baasyir keluar dari JI, dan merasa sudah membubarkan Jamaah Islamiyah. Alasan keluar dari JI, karena Abu Bakar Baasyir berpandangan jihad yang dilakukan JI seharusnya sudah tidak siri atau rahasia lagi.
Tapi pandangan itu ditentang orang-orang JI. Tahun 2003, ketika sudah terjadi berbagai aksi terror bom yang diikuti penangkapan-penangkapan, wacana pembubaran mencuat lagi. Satu di antara alasan dan pertimbangannya, jika jihad-jihad itu benar di jalan Allah, maka seharusnya jihad itu berhasil dan tidak ada anggota yang tertangkap.
Selain itu bagi JI, musuh besar yang harus diperangi itu penjajah asing, seperti Amerika Serikat yang dianggap menindas umat Islam. Tapi nyatanya, yang jadi korban bukan orang Amerika, bukan tentara Amerika, tapi paling banyak orang Australia, dan bahkan merenggut nyawa orang Indonesia.
Ini hal-hal yang disesalkan. Bagi orang JI, bom Bali (2002) itu bukan aksi JI, karena JI sebagai organisasi tidak pernah member izin atau memerintahkan. Kajian-kajian itu terus berlangsung sejak itu, hingga mencapai titik akhir pada 30 Juni 2024 saat pembacaan Deklarasi Sentul.
Tentu deklarasi itu didahului pertemuan-pertemuan kajian para tokoh JI, dan terakhir digelar di sebuah lokasi di Solo pada 29 Juni 2024. Bagi saya yang juga cukup mengejutkan adalah, apa yang terjadi ini tidak diduga oleh pihak keamanan, dalam hal ini Densus 88 Antiteror.
Maksudnya koq bisa secepat ini. Tapi bagaimanapun ini tentu menggembirakan karena JI adalah organisasi besar di Indonesia, bahkan mungkin terbesar di Asia Tenggara. Saya juga bertemu dengan orang-orang dari Kemenag, dan mereka terkejut tapi juga senang. Tapi tak bisa dipungkiri ada pihak yang terkejut lalu curiga. Curiga jangan-jangan ini gimmick, curiga jangan-jangan ini kamuflase, ini upaya mereka saja supaya tidak terlalu diawasi lagi oleh aparat keamanan.
Tapi saya sangat yakin, ini bukan pura-pura. Mereka akan serius sekali. Buktinya selain pernyataan tegas, mereka juga menulis banyak komitmen. Di antaranya setelah bubar, mereka akan menyerahkan albas atau alat, bahan (peledak), dan senjata yang selama inii pihak kepolisian tidak tahu di mana disimpan.
Saya mendengar belum lama ini, aparat Densus sampe menyelam ke Bengawan Solo, mencari senjata yang dibuang oleh anggota yang memberitahukan titik lokasinya. Mereka juga menyatakan akan menyerahkan para DPO. Ada DPO yang sudah 7-12 tahun dikejar tidak ada, tiba-tiba setelah ada kabar bubar, orangnya muncul menyerahkan diri. (tribun network/Setya Krisna Sumarga)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS