Pilkada 2024

Hasil Survei: Elektabilitas Kaesang dan Luthfi Teratas, Pilkada Jateng Pertarungan Jokowi Vs PDIP

Editor: Agustinus Sape
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kaesang Pangarep dinilai lebih mumpuni jika berduet dengan Ridwan Kamil dalam Pilgub DKI Jakarta. Pasangan ini akan sebanding dengan Anies – Sohibul Iman.

POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Kontestasi Pemilihan Kepala Daerah Provinsi Jawa Tengah diperkirakan bakal berlangsung sengit dan kembali menjadi ajang pertarungan antara Presiden Joko Widodo dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDI-P. Dua tokoh yang diasosiasikan dekat dengan Jokowi, yakni Kaesang Pangarep dan Inspektur Jenderal Ahmad Luthfi, yang memiliki elektabilitas tertatas dalam jajak pendapat Lembaga Survei Indonesia, diprediksi akan berhadapan dengan kandidat yang diusung PDI-P.

Berdasarkan hasil survei dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang digelar 21-26 Juni 2024 di Jawa Tengah, Ahmad Luthfi menduduki posisi paling atas di antara sejumlah nama tokoh yang paling diingat dan dikenal publik (top of mind). Elektabilitas Lutfhi mencapai 5,2 persen, diikuti Kaesang Pangarep (2,5 persen) dan Ketua DPD Jateng Partai Gerindra Sudaryono (2,1 persen).

Ketua DPD PDI-P Jateng Bambang Wuryanto berada di urutan keempat (1,8 persen) diikuti Bupati Kendal yang juga Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar Dico Ganinduto (1,7 persen) dan mantan Gubernur Jateng Taj Yasin Maimoen (1,5 persen). Survei ini dilakukan kepada 1.200 responden warga Jateng, dengan tingkat kesalahan 2,8 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Jika disimulasikan dalam enam nama, Kaesang justru menyalip Luthfi. Kaesang mendapatkan elektabilitas tertinggi, yakni 25,6 persen disusul Luthfi dengan (16,1 persen), Taj Yasin (13,4 persen) dan Bambang Wuryanto (9,7 persen).

Kaesang merupakan putra bungsu Presiden Jokowi yang kini juga menjabat sebagai Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Adapun Luthfi merupakan perwira Polri yang disebut-sebut relatif dekat dengan Jokowi.

Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan dalam jumpa pers daring, Minggu (30/6/2024), mengungkapkan, peta pertarungan di Pilkada Jateng masih cair. Sebab, di antara nama-nama yang cenderung unggul belum ada satu tokoh pun yang elektabilitasnya dominan. Meski demikian, jika dilihat dari hasil survei, setidaknya ada empat nama yang akan bersaing cukup ketat, yakni Kaesang, Luthfi, Taj Yasin, dan Bambang Wuryanto.

Terlepas dari itu, Djayadi ingin menggarisbawahi bahwa terdapat tiga faktor yang dapat memengaruhi peta pertarungan nanti, salah satunya tingkat popularitas. Jika diamati dari hasil survei, elektabilitas Kaesang unggul karena Ketua Umum PSI itu memiliki tingkat popularitas yang paling tinggi dibandingkan nama-nama lain.

Tingkat popularitas Kaesang sudah mencapai 82 persen dengan tingkat kesukaan 70,9 persen. Sementara itu, popularitas Luthfi masih 48,5 persen dengan tingkat kesukaan 70,8 persen. Adapun, popularitas Taj Yasin sekitar 48 persen, tetapi tingkat kesukaannya tinggi sampai 80 persen. Begitu pula tingkat popularitas Bambang Wuryanto masih di bawah 40 persen, tetapi tingkat kesukaan mencapai 62,1 persen.

Faktor kedua ialah dukungan partai politik di akar rumput. Sejauh ini, pemilih mayoritas partai lebih mengarah ke Kaesang dan Luthfi. Hanya PDI-P yang pemilihnya cenderung terbelah antara Kaesang, Luthfi, dan Bambang Wuryanto. Banyak juga pemilih PDI-P yang belum menentukan pilihan.

Faktor ketiga adalah hubungan antara tingkat kepuasan kepada Presiden Jokowi dan tingkat dukungan kepada setiap kandidat. Pemilih Jateng yang menyatakan puas kepada kinerja Jokowi lebih banyak menaruh dukungan kepada Kaesang, baru diikuti Luthfi dan Taj Yasin.

”Jadi, kenapa Kaesang unggul dibandingkan yang lain karena para pemilih Jateng yang puas dengan kinerja Pak Jokowi lebih memilih Kaesang dibandingkan yang lain. Ini menunjukkan kenapa Kaesang unggul saat ini. Selain popularitas paling tinggi, juga karena ada pengaruh Pak Jokowi di situ,” ucap Djayadi.

Hal yang menarik, menurut Djayadi, ketika Kaesang tidak ikut bertarung di Pilgub Jateng, para pemilih yang menyatakan puas kepada kinerja Jokowi ternyata lebih memilih Luthfi. Namun, jika Luthfi dan Kaesang sama-sama maju di Pilgub Jateng, untuk sementara bisa dikatakan Luthfi dan Kaesang berebut pengaruh Jokowi.

”Jadi, alasan lain mengapa peta politik masih seperti tadi karena ada afiliasi atau hubungan antara calon gubernur dan tingkat kepuasan Pak Jokowi,” tutur Djayadi.

Jokowi vs PDIP
Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari berpandangan, Kaesang akan berpeluang menang apabila dimajukan di Pilkada Jateng dibandingkan Pilkada DKI Jakarta. Sebab, di Jateng, sejumlah yang digadang-gadang bakal maju relatif masih baru. Sementara itu, pertarungan Jakarta sangat ketat, apalagi mantan Gubernur Jakarta Anies Rasyid Baswedan maju.

”Kaesang masuk Jakarta itu masuk kolam hiu, sementara di Jateng masih kolam tongkol. Begitu analoginya,” kata Qodari.

Di sisi lain, Qodari memprediksi, peta pertarungan di Pilkada Jateng ini akan mengulang Pemilihan Presiden 2024 lalu. Dari hasil survei LSI tampak dua kandidat di Jateng yang mempunyai aura Jokowi, yakni Kaesang dan Luthfi. Jika menilik Pilpres 2024, ada dua kandidat yang mempunyai aura Jokowi, yakni Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo. Mereka yang puas pada kinerja Jokowi akan memilih Prabowo atau Ganjar.

”Nah, yang menang itu adalah yang asosiasinya paling kuat ke Pak Jokowi. Jadi, kolam suara di Pilpres 2024 bisa terulang kembali di Pilkada Jateng. Akan lain kalau Luthfi bergabung dengan Kaesang, itu sama dengan Prabowo berpasangan dengan Ganjar,” ucap Qodari.

Saat Pilpres 2024, variabel Ganjar memang ke Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri. Namun di Pilkada Jateng nanti, Kaesang dan Luthfi ini tergantung variabel Jokowi dan Prabowo. Sebab, belakangan masih ada nama yang intens muncul, yakni Sudaryono yang merupakan kader Gerindra. ”Jika Luthfi bergabung dengan Sudaryono atau Kaesang bergabung dengan Sudaryono, kalau ini terjadi, menarik. Prabowo gabung dengan Jokowi untuk dukung calon tertentu di Jateng,” tuturnya.

Qodari melanjutkan, berkaca pada Pilpres 2024, bisa dikatakan calon yang didukung Jokowi berbeda dengan calon yang didukung PDI-P. Per hari ini, perseteruan di antara Jokowi dan PDI-P juga sangat terasa karena PDI-P menyatakan siap ”bermusuhan” dengan calon yang didukung Jokowi di Pilkada 2024.

”Jadi tentu akan menjadi menarik, untuk melihat, apakah di Jateng yang menang kandidat dari Koalisi Indonesia Maju atau Pak Jokowi atau kandidat dari PDI-P? Jadi, ini Pak Jokowi versus PDI-P jilid dua, atau Jokowi versus Megawati jilid dua. Apakah Jateng kandang ’Banteng’ (PDI-P) atau kandang Pak Jokowi? Nah, itu akan kita saksikan pada November mendatang,” tegas Qodari.

Sementara itu, Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) Philips J Vermonte menyampaikan, hasil survei LSI ini melanjutkan tren bahwa dalam konteks demokrasi elektoral di Indonesia masih sangat kental kepada faktor individu dan latar belakang orang. Tak heran, Kaesang menjadi figur dengan elektabilitas tertinggi karena ada latar belakang dari keluarga politik, yakni Jokowi.

Ia menyayangkan fenomena ini karena responden tidak melihat faktor yang esensial dalam memilih figur calon pemimpinnya. Dilihat dari alasan pemilih memilih figur pemimpin, mereka tidak menjadikan faktor memahami pemerintahan daerah, serta bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) sebagai alasan utama.

”Jadi memang kenyataannya dalam konteks kita hari ini, pemilihan itu bukan soal apakah seorang kandidat di daerah Jateng dan daerah-daerah lain, yang paling utama bukan soal pemahaman pada pemerintahan atau bersih KKN, tetapi lebih kepada latar belakang keluarga politik,” ucap Philips.

Padahal, jika ditelaah lebih jauh, menurut hasil sejumlah lembaga survei, kinerja Presiden Jokowi atau calon kepala daerah petahana tinggi karena ditopang masifnya bantuan sosial. Ini patut dipahami karena bansos merupakan bantuan yang bisa dilihat secara langsung. Dalam konteks ini, menurut Philips, inkumben sangat diuntungkan.

”Mereka yang punya power juga diuntungkan karena bisa mengelola dan menyalurkan bansos. Karena itu, faktor Pak Jokowi sangat penting paling tidak dalam pilkada ke depan, dalam konteks dilihat dari figur presiden dan berdasarkan survei yang dilakukan lembaga lain, bansos yang menopang penilaian terhadap kinerja Jokowi,” katanya.

Untuk itu, menurut Philips, penting untuk memastikan bahwa pemilihan bisa berjalan tanpa intervensi dari semua kekuatan politik, termasuk kekuatan aparatur negara. Sebab, belajar dari pengalaman terdahulu, dalam kondisi pemilu tanpa intervensi semacam itu, dapat melahirkan pemimpin yang baik.

”Saya kira memang Pemilu 2024 kemarin itu efeknya lumayan buat PDI-P. PDI-P harus berpikir strategis dalam berbagai hal, termasuk dalam pilkada,” ucap Philips.

PDI-P optimistis
Menanggapi faktor Jokowi yang kuat di Jateng, Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto menegaskan, PDI-P berdiri atas kekuatan kolektif yang didasarkan pada ideologi partai dan kepemimpinan strategis yang menyatu dengan kekuatan akar rumput. ”Itu kekuatan partai, bukan kekuatan orang per orang. Dan dengan kekuatan kolektif tersebut, PDI-Perjuangan menyongsong pilkada dengan optimistis,” katanya.

Di dalam Pemilu 2024 saja, lanjut Hasto, PDI-P menghadapi berbagai intervensi kekuasaan dan intimidasi. Namun, PDI-P masih dipercayai oleh rakyat untuk menjadi pemenang pemilu legislatif, baik di pusat maupun di Jateng.

”Tentu saja ini membawa suatu spirit bagi kami untuk bekerja lebih baik, turun ke bawah lebih baik, sehingga pilkada nanti dapat dimenangkan,” ujar Hasto.

Untuk Pilgub Jateng, ia tak memungkiri salah satu nama yang dipertimbangkan untuk diusung adalah Bambang Wuryanto. Sebagai Ketua DPD Jateng, Bambang Wuryanto diyakini memiliki legitimasi yang kuat dan pengakuan kepemimpinan yang kuat di akar rumput. Namun, untuk keputusan final, itu pada waktunya akan disampaikan oleh Ketua Umum PDI-P Megawati.

”Kami lebih mendorong kader dari internal partai karena Jawa Tengah adalah basis PDI-Perjuangan,” tegas Hasto.

(kompas.id)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

Berita Terkini