Ketahanan Pangan

Kementan Ajukan Tambahan Anggaran Rp 25 Triliun untuk Cetak 1 Hektar Sawah Baru 2025

Editor: Agustinus Sape
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sawah yang dibuat Belanda yang gagal dan tidak dilanjutkan lagi di Kampung Wonorejo, Distrik Kurik, Merauke, Papua, Selasa (8/11/2022). Wilayah di timur Indonesia itu pada masa pemerintahan kolonial Belanda (1939-1958) pernah dikembangkan menjadi lumbung pangan untuk wilayah Pasifik Selatan melalui proyek Padi Kumbe-Kurik.

POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Kementerian Pertanian atau Kementan mengusulkan tambahan anggaran tahun anggaran 2025 sebesar Rp 51,63 triliun. Dari jumlah itu, Rp 25 triliun akan digunakan untuk mendukung program Asta Cita di sektor ketahanan pangan presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

Hal itu mengemuka dalam Rapat Kerja Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan Kementerian Pertanian dan Badan Pangan Nasional (Bapanas) yang digelar secara hibrida di Senayan, Jakarta, Kamis (20/6/2024). Rapat itu juga dihadiri petinggi PT Pupuk Indonesia (Persero), Perum Bulog, dan ID Food.

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan, pagu anggaran Kementan Tahun Anggaran (TA) 2025 sangat terbatas, yakni Rp 8,06 triliun. Untuk itu, Kementan mengusulkan tambahan anggaran TA 2025 senilai total 51,635 triliun.

Tambahan anggaran itu akan digunakan untuk menopang program atau kegiatan reguler sebesar Rp 26,625 triliun. Sisanya, Rp 25 triliun, akan digunakan untuk mendukung program Asta Cita presiden dan wakil presiden terpilih.

”Program Asta Cita tersebut khususnya berupa pencetakan 1 juta hektar sawah baru,” ujarnya dalam rapat kerja itu.

Terkait tambahan dana untuk Asta Cita, anggota Komisi IV DPR, Hermanto, meminta agar Kementan mendetailkan rencana kegiatan dan strateginya. Hal itu penting agar dana tambahan itu tidak sia-sia mengingat nilainya lebih besar ketimbang anggaran reguler.

”Kementan perlu belajar dari sejumlah food estate yang dahulu pernah dirintis tetapi tidak jelas perkembangannya hingga saat ini,” katanya.

Menanggapi hal itu, Amran menyatakan, Kementan akan fokus mencetak sawah-sawah baru di dekat sumber-sumber air, terutama sungai. Pencetakan sawah baru itu juga akan ditopang dengan penyediaan pompa-pompa air. Selain itu, Kementan juga akan mengoptimalkan sawah yang berproduksi setahun sekali menjadi tiga kali dalam setahun.

Penurunan produksi

Dalam rapat itu juga terungkap, Kementan menargetkan produksi padi pada 2025 bisa mencapai 56,05 juta ton setara gabah kering giling (GKG). Target itu meningkat 0,63 juta ton dibandingkan target 2024 yang sebesar 55,42 juta ton GKG.

Pada tahun ini, terutama hingga 18 Juni, produksi GKG baru mencapai 29,04 juta ton atau 52,47 persen dari target 55,42 juta ton. Capaian target itu kurang optimal lantaran dampak El Nino tahun lalu berlanjut hingga tahun ini.

Amran menjelaskan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), luas tanam padi pada Oktober 2023-April 2024 mencapai 6,55 juta hektar. Luas tanam itu turun 36,9 persen atau 3,83 juta hektar jika dibandingkan rerata luas tanam periode 2015-2019 yang mencapai 10,39 juta ha.

Penurunan luas tanam itu akan menyebabkan penurunan luas panen dan produksi padi nasional. Namun, hingga September 2024, produksi padi diperkirakan masih mencukupi karena masih ada padi yang ditanam dan siap panen.

“Yang berbahaya adalah pada Oktober, November, dan Desember 2024, karena belum diketahui berapa kami mampu tanam padi. Hal itu mengingat Indonesia bakal mengalami musim kemarau panjang yang diperkirakan memuncak pada Agustus 2024,” kata Amran.

Baca juga: Harga Beras di Borong Manggarai Timur Turun, Kualitas Premium Rp 14 Ribu per Kilogram

Ia menambahkan, produksi beras nasional tahun ini diperkirakan turun 3,8 juta ton. Untuk menutup kekurangan itu, pemerintah memutuskan mengimpor 3,6 juta ton beras. Namun, Kementan tetap akan berupaya mengejar produksi padi sepanjang musim kemarau untuk memenuhi kebutuhan beras di dalam negeri.

“Beberapa upaya yang dilakukan antara lain pompanisasi sawah tadah hujan, rehabilitasi jaringan irigasi tersier, mengoptimalkan penggunaan lahan rawa, serta meningkatkan kapasitas dan manajemen waduk atau bendungan,” ujarnya.

Pekan lalu, Bapanas menyebutkan potensi penurunan produksi beras nasional pada tahun ini 5 juta ton. Namun, pemerintah memutuskan mengimpor beras 3,6 juta ton (Kompas, 11/6/2024).

Berdasarkan data BPS, impor beras Indonesia pada Januari-Mei 2024 sebanyak 2,26 juta ton atau senilai 1,44 miliar dollar AS. Impor beras tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan Januari-Mei 2023 yang sebanyak 852.290 ton atau senilai 446,62 juta dollar AS. Beras impor tersebut berasal dari Thailand, Vietnam, Pakistan, India, dan Kamboja.

Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi menuturkan, Indonesia akan mengimpor beras dalam jumlah besar untuk memenuhi cadangan beras pemerintah (CBP) dalam situasi khusus. Tahun lalu dan tahun ini, impor beras dilakukan lantaran produksi beras turun akibat dampak El Nino.

Namun ke depan, Bapanas mendukung Kementan untuk meningkatkan produksi padi nasional. Hal ini sejalan dengan prioritas Bapanas untuk memperkuat CBP dengan mengutamakan serapan gabah atau beras dari dalam negeri.

(kompas.id)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

Berita Terkini